Banjir dan Longsor, Bencana dengan Korban Terbanyak di Januari 2019
ApakabarOnline.com – Awal tahun 2019 menjadi masa yang tak bersahabat bagi manusia. Sedikitnya ada 366 bencana alam terjadi sepanjang Januari 2019, meningkat sekitar 50 persen dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang berjumlah 234 kejadian.
Menyisir data yang dibagikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), puting beliung adalah kejadian bencana terbanyak sepanjang periode tersebut, disusul tanah longsor dan banjir. Tiga kejadian ini masuk dalam kategori bencana hidrometeorologi.
Adapun tiga provinsi dengan intensitas bencana tertinggi antara lain Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Jumlah korban meninggal dunia dan hilang akibat bencana alam sepanjang waktu itu mencapai 94 jiwa, naik 308 persen dibanding Januari 2018 dengan 23 jiwa.
Begitu juga dengan korban luka-luka, yakni 149 berbanding 52 orang untuk perbandingan periode waktu yang sama.
Kendati kejadian berikut korbannya tinggi, jumlah warga terdampak dan mengungsi pada Januari 2019 masih tergolong lebih kecil dibanding satu tahun sebelumnya, yakni 88 ribu berbanding 176 ribu jiwa.
Prediksi angka bencana alam tak akan jauh berbeda pada Februari 2019. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan pada bulan tersebut, bencana seperti banjir dan longsor besar kemungkinan sering terjadi di beberapa wilayah Indonesia.
Apalagi pada Februari 2019 intensitas hujan bakal lebih tinggi dari sebelumnya. Masyarakat diminta untuk mewaspadai pergerakan air, khususnya yang tinggal di kawasan rawan banjir dan longsor.
Sementara bagi mereka yang memiliki hunian di wilayah rawan longsor seperti perbukitan dan pegunungan, agar lebih sadar dan tidak kembali mendirikan bangunan permanen di wilayah tersebut.
Dalam mengantisipasi kembali terjadinya bencana serupa, BNPB telah menggandeng sejumlah pakar dengan berbagai latar belakang institusi dan lintas sektor dengan membentuk tim intelijen kebencanaan.
Sementara itu, dari ratusan bencana sepanjang Januari 2019, tanah longsor dan banjir di Sulawesi Selatan adalah kejadian yang menelan korban jiwa dan kerugian terbanyak.
Laporan BNPB per Kamis (31/01/2019), jumlah korban tewas telah mencapai 79 jiwa, 1 orang hilang, dan 48 lainnya luka-luka. Sementara, warga terdampak dan mengungsi sebanyak 5.506 jiwa.
Jumlah warga terdampak dan mengungsi ini cenderung turun dibandingkan sepekan sebelumnya. Hal ini lantaran banjir di beberapa wilayah sudah terpantau surut sehingga banyak warga yang memilih kembali ke rumah mereka masing-masing.
Beberapa warga yang masih berada di pengungsian umumnya karena rumah mereka rusak berat dan khawatir terjadi banjir dan longsor susulan.
Bencana yang melanda 106 desa di 61 kecamatan—13 kabupaten/kota—di Sulawesi Selatan ini juga mengakibatkan 1.397 unit rumah rusak, 22.506 unit rumah terendam, 56 unit jembatan, dan 12.785 unit lahan sawah terdampak.
BNPB memberlakukan perpanjangan masa tanggap darurat bencana hingga 6 Februari 2019. Jika kondisi di lapangan masih tidak memungkinkan, maka perpanjangan bisa dilakukan kembali melalui pertimbangan pemerintah daerah setempat.
Sutopo mengatakan fokus petugas tanggap bencana saat ini adalah pembersihan lumpur dan material yang terbawa oleh banjir.
Penyaluran logistik masih terus berlangsung, terutama di daerah-daerah yang terdampak longsor.
“Karena akses kendaraan tidak bisa dilalui sehingga terpaksa pengiriman melalui jalur darat. Oleh karena itu, TNI, Polri, atau relawan terpaksa jalan kaki untuk mendistribusikan bantuan, karena banyak jalan yang tertutup oleh material longsor,” sebut Sutopo.
Bencana banjir yang terjadi sejak 22 Januari 2019 ini bermula dari tingginya intensitas hujan hingga menyebabkan luapan yang tidak mampu dibendung DAM Bili-bili, Makassar.
Bukan hanya Makassar yang terdampak, kabupaten lain seperti Gowa, Maros, Pangkep, Barru, dan Soppeng juga terkena imbasnya.
BNPB telah mengucurkan Rp1,15 miliar dana siap pakai dan logistik senilai Rp828,9 juta untuk penanganan darurat.
Kementerian Sosial juga mengucurkan bantuan senilai total Rp2,6 miliar untuk logistik tanggap darurat, santunan ahli waris, dan peralatan kebersihan lingkungan untuk percepatan pemulihan pemukiman dan lingkungan terdampak bencana.[]