Banyak PMI Hong Kong Terkena Overcharging Hingga 48 Juta, 24 P3MI Kena Teguran Keras
JAKARTA – Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menerima laporan bahwa telah terjadi dugaan pembebanan biaya berlebih (overcharging) kepada Pekerja Migran Indonesia penempatan Hong Kong.
“Saat ini terjadi dugaan pembebanan overcharging kepada Pekerja Migran Indonesia berdasarkan pengaduan yang diterima oleh BP2MI dari KJRI Hongkong sebanyak 5 aduan dan Union of United Domestic Workers (UUDW) sebanyak 1 aduan. Total pengaduan yaitu 68 orang Pekerja Migran Indonesia dari 24 Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI),” ujar Kepala BP2MI Benny Rhamdani dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/06/2023).
Benny menjelaskan, yang dimaksud overcharging dalam kasus ini adalah para PMI ini dibebankan biaya penempatan untuk bekerja ke luar negeri, padahal seharusnya mereka dibebaskan dari biaya tersebut, sesuai Peraturan BP2MI nomor 9 tahun 2020 tentang Pembebasan Biaya Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
Para PMI ini dibebankan biaya penempatan variatif antara 28 juta hingga tertinggi 48 juta.
“Di tahun 2020, BP2MI menerbitkan aturan pembebasan biaya penempatan bagi Pekerja Migran Indonesia pada 10 jenis jabatan, yang dikategorikan sebagai jabatan informal dan jabatan rentan. Aturan ini sesuai amanat UU no 18/2017 pasal 30 bahwa Pekerja Migran Indonesia tidak dapat dibebani biaya penempatan. Ini merupakan aturan yang progresif dan revolusioner,” jelas Benny.
Benny memaparkan, untuk itu BP2MI telah mengambil langkah dengan melakukan mediasi dan klarifikasi, yaitu dari 15 P3MI ada 17 orang Pekerja Migran Indonesia sudah selesai proses mediasi; dari 10 P3MI ada 34 orang Pekerja Migran Indonesia sedang dalam proses mediasi dan klarifikasi; serta dari 4 P3MI ada 17 orang Pekerja Migran Indonesia masih belum ditangani.
Benny mengatakan, pihaknya memberikan waktu dua minggu hingga 2 Juli 2023 bagi P3MI yang sudah selesai untuk segera menindaklanjuti hasil mediasinya sesuai dengan Berita Acara yang sudah disepakati oleh para pihak.
“Apabila setelah dua minggu ini tidak selesai dalam menindaklanjuti, maka BP2MI akan mengirimkan surat rekomendasi kepada Kementerian Ketenagakerjaan RI untuk dicabut SIP3MI (Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia)-nya, serta akan melaporkan kasus ini sebagai kasus pidana kepada pihak Kepolisian RI,” tegas Benny.
Benny mengatakan, BP2MI telah bersurat ke PT. BNI (Persero) untuk tidak melayani fasilitasi Krerdit Tanpa Agunan (KTA) BNI kepada P3MI yang diduga melakukan overcharging selama masih dalam proses penyelesaian kasus.
Saat ini, BP2MI juga sedang menyusun mekanisme dan SOP pencabutan Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI), sesuai dengan kewenangan BP2MI yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 18 Tahun 2017, pasal 47 huruf a poin 2, yaitu menerbitkan dan mencabut SIP2MI.
“Kewenangan untuk mencabut ijin perusahaan atau SIP3MI ada di Kemnaker dan terkadang butuh waktu yang cukup lama, maka BP2MI akan menggunakan kewenangannya untuk mencabut ijin perekrutan atau SIP2MI,” terang Benny.
Adapun ke-24 P3MI yang melakukan overcharging kepada Pekerja Migran Indonesia, adalah PT Sukma Karya Sejati, PT Citra Catur Utama Karya, PT Sriti Rukma Lestari, PT Vita Melati Indonesia, PT Amal Ichwan Arindo, PT Sentosa Karya Aditama, PT Sampeang Alifid Mandiri, PT Bukit Mayak Asri, PT lin Era Sejahtera, PT Bella Sukses Mandiri, PT Megah Utama Kriya Nugraha, PT Maharani Tri Utama Mandiri, PT Bumenjaya Eka Putra, PT Nahelindo Pratama, PT Mafan Samudra Jaya, PT Adhi Makmur Oenggoel Insani, PT Okdo Harapan Mulia, PT Azka Duta Semesta, PT Sumber Tenaga Kerja, PT Bhakti Persada Jaya, PT Dwi Tunggal Jaya Abadi, PT Sukses Mandiri,PT Bakti Persada Jaya, PT Putri Samawa Mandiri. []