April 24, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Banyaknya Warga yang Pergi Menjadi PMI dan Tingginya Angka Kekerasan Terhadap Anak di Sumbawa

2 min read

SUMBAWA – Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan relatif masih tinggi di Sumbawa. Tahun ini, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Perberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Sumbawa pun akan fokus pada pencegahan selain penanganan kasus seperti yang dilakukan selama ini.

Data Dinas P2KBP3A menunjukkan dalam dua tahun terakhir terjadi peningkatan kasus. Pada 2019 ada sebanyak 56 kasus kekerasan terhadap anak. Dengan rincian, pemerkosaan 1 kasus, persetubuhan 20 kasus, penganiyaan 19 kasus, penelantaran 3 kasus, pencabulan 8 kasus dan lain lain 5 kasus. Sementara yang dirujuk ke Panti Paramitha 11 kasus.

Pada 2020, data kekerasan terhadap anak naik menjadi 58 kasus. Rinciannya, kekerasan seksual 42 kasus, penganiayaan 25 kasus, dan lain lain 1 kasus. Sedangkan yang dirujuk ke Panti Paramitha Mataram 4 kasus. Untuk kasus kekerasan terhadap kekerasan terhadap perempuan pada 2020, sebanyak 20 kasus. Dengan rincian, KDRT 10 kasus, perzinahan 4 kasus, prostitusi 1 kasus, penganiyaan 2 kasus dsh seksual 3 kasus.

Terhadap hal ini, Kepala Dinas P2KBP3A, Tri Karyati S.Sos, mengakui selama ini, pencegahan masih kurang maksimal. Terlalu fokus ditingkat penanganan saja. Artinya, anggaran yang dialokasikan lebih banyak di penanganan. Untuk itulah pada 2021 ini juga akan fokus ke pencegahan selain penanganan tentunya. “Tahun ini kita juga terbantu dengan adanya DAK dari Kementrian PPA untuk penanganan kasus. Untuk membantu operasional UPTD penanganan kasus. Agar kasus di Sumbawa dapat ditekan,” terangnya.

Tak kalah penting, lanjut Tri, sasaran pencegahan akan lebih diperluas. Utamanya akan menyasar kantong kantong yang menjadi lokasi terjadinya kasus. Mengintensifkan sosialisasi, penyuluhan dan advokasi. Tidak hanya sosialisasi di sekolah sekolah. Mengingat ada banyak faktor terjadinya kasus kekerasan terhadap anak ini. Seperti perceraian orang tua. Kemudian, pola pengasuhan yang salah akibat ditinggal orang tuanya yang pergi bekerja ke luar negeri menjadi PMI. Sehingga anak terpaksa diurus oleh keluarganya atau oleh orang lain yang tentu saja tidak akan sama pola pengasuhannya.

Tri juga berharap masyarakat lingkungan sekitar memiliki kepedulian terhadap masalah ini. “Kalau ada terjadi kasus di lingkungannya, baik itu kekerasan terhadap anak maupun perempuan tolong jangan didiamkan. Segera laporkan ke kami,” harap Tri Karyati. []

Sumber Suara NTB

Advertisement
Advertisement