Begini Kabar Pemilu WNI di Luar Negeri
Pemungutan suara di luar negeri diwarnai sejumlah peristiwa. Mulai dari ratusan orang tak bisa ikut Pemilu di Sydney, Australia, Ahok marah-marah di Osaka, hingga pengurangan TPS di Malaysia.
Menurut aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pemungutan suara di luar negeri dihelat sejak 8-14 April 2019. Lebih awal dari pemungutan suara di Indonesia, 17 April mendatang.
Namun, proses penghitungan suara hasil pemilu di luar negeri tetap dilakukan serentak pada 17 April 2019.
Berdasarkan Daftar Pemilih Tetap hasil perbaikan tahap 3 (DPThp 3) yang disusun KPU, ada 2.086.285 pemilih yang tersebar di luar negeri. Hingga tulisan ini dipublikasikan, belum ada keterangan resmi berapa total pemilih yang sudah memberikan hak suaranya.
KPU telah membentuk 130 Panitia Pemilihan Luar Negeri 130 (PPLN) untuk melayani WNI di 98 negara. PPLN menyediakan tiga opsi pemungutan suara.
Pertama lewat 789 TPS luar negeri yang dibuka satu hari saja. Kedua, melalui 2.326 Kotak Suara Keliling (KSK). Ketiga, pemungutan suara lewat 426 jalur pos.
Sejak (08/03/2019) KPU sudah mengirim lima jenis surat suara ke alamat pemilih di luar negeri. Setelah dicoblos pemilih bisa mengirimkan surat suara ke alamat PPLN di negara masing-masing.
Menurut Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin, Malaysia adalah salah satu negara yang masuk kategori rawan. Sebab, sebagian besar dilakukan lewat pos.
Sebanyak 319.293 orang memilih lewat pos, 112.536 orang lewat KSK, dan 127.044 orang lewat TPSLN.
Pemungutan suara di Malaysia diwarnai beberapa peristiwa. Pertama soal ditemukannya surat suara tercoblos di sebuah rumah toko (ruko). kosong di Selangor, Malaysia.
Namun, KPU memastikan surat suara itu tidak akan dihitung. “Dianggap tidak ada. Sampai sekarang (surat suara) tidak dihitung. Itu saja. Itu juga tidak tahu surat suara siapa. Kami tidak diberi akses oleh Polis Diraja Malaysia,” ujar komisioner KPU Ilham Saputra.
Masalah lain adalah pengurangan jumlah TPS karena persoalan izin, ini mengakibatkan antrean panjang. Semula ada 255 TPS di Malaysia, KPU lalu menguranginya menjadi 89 lokasi.
Perubahan terakhir diumumkan Sabtu (13/04/2019), satu hari sebelum hari pemungutan suara. Jumlahnya hanya tiga yaitu di KBRI Kuala Lumpur, Wisma Duta, dan Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL).
“Pembuatan TPS di luar negeri itu tidak segampang di Indonesia. Di LN (luar negeri) kita membuat TPS di perwakilan Indonesia dan tempat lain yang bisa mendapatkan izin dari pemerintah setempat di LN,” kata anggota KPU, Evi Novida.
Walau diwarnai insiden pemilih pingsan dan DPK yang diberi kesempatan memilih sebelum DPT dan DPTb habis, pemungutan suara di negeri jiran terbilang lancar. “Alhamdulillah (pemungutan suara) berlangsung lancar, ” kata Komisioner Hasyim Asy’ari.
Animo WNI dalam mengikuti pemungutan suara sangat tinggi di beberapa kota atau negara. Di Iran, partisipasi WNI mencapai 96 persen.
Di San Fransisco bahkan sampai 100 persen. “Hingga selesainya pemilihan, jumlah pemilih yang telah memilih melalui TPS di KJRI San Francisco berjumlah 423 orang dengan rincian DPT sebanyak 199 orang; DPTbLN sebanyak 87 orang dan DPK sebanyak 137 orang. Pemungutan suara oleh DPK dilaksanakan dari pukul 17.30 hingga surat suara habis. Sehingga surat suara terpakai 100%,” kata Kepala Sekretariat PPLN San Francisco, Susapto Anggoro Broto.
Waktu pencoblosan Sabtu (14/03/2019) yang semula berlangsung pukul 09.00 sampai 17.00 waktu setempat pun mundur sampai pukul 21.30.
Ikut pemilu di luar negeri memang penuh lika-liku. Akan lebih mudah jika mengikuti persyaratan, seperti yang dilakukan Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Osaka, Jepang.
Ahok sudah tercatat dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Kalaupun ia dikabarkan marah-marah di TPS, menurut ketua PPLN Osaka, Anung Wibowo, itu lantaran salah paham.
“Itu salah paham saja, jadi tadinya kan Pak Ahok sudah antre, tapi dia harus pindah tempat karena banyak massa yang minta foto, terus ketika beliau kembali ke antrean lagi, dikirain nyelak gitu, terus Pak Ahok nggak terima, itu juga ngobrol-ngobrol aja, cuma karena sama-sama ngomongnya keras, sama orang-orang Makassar, sedikit panas, itu juga sebentar nggak sampai lima menit sudah selesai urusannya,” jelas Anung.
Menyoal pelanggaran Pemilu 2019, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengimbau masyarakat untuk melaporkan ke tim pengawas Pemilu sesuai mekanisme. Karena mengunggahnya di media sosial tidak akan menyelesaikan masalah, justru berpotensi sebaliknya.
“Jadi bagi masyarakat pemilih yang menemukan terjadinya dugaan pelanggaran, lebih baik disalurkan melalui mekanisme yang benar, melapor kepada pengawas pemilu,” kata Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini.
Selain pengawas Pemilu, masyarakat bisa melaporkan pelanggaran pada pemantau Pemilu. Misal Perludem, Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) atau Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP).[Berbagai Sumber]