December 21, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Berkurban untuk Orang yang Telah Meninggal

3 min read

JAKARTA – Kurban merupakan ibadah yang dianjurkan saat hari raya Idul Adha di tanggal 10 Zulhijah dan hari-hari Tasyrik, yakni 11,12, dan 13 Zulhijah. Beberapa orang ada yang berkurban bukan untuk dirinya, melainkan atas nama orang-orang tersayang seperti keluarga, anak, hingga orang tua.

Lantas, apakah boleh seseorang menyembelih hewan kurban untuk orang yang sudah meninggal? Dilansir dari Jawapos.com, terkait pertanyaan tersebut, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang Muhammad Arif Zuhri mengatakan, dibolehkan secara mutlak, tidak ada perselisihan pendapat di kalangan ulama apabila kurban untuk orang yang meninggal itu merupakan sebuah nazar.

“Jika dia punya nazar mau kurban tapi belum sempat berkurban karena meninggal duluan, maka ahli warisnya boleh berkurban untuknya. Untuk nazar, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama,” kata Arif Zuhri.

Perbedaan pendapat di kalangan ulama fiqih justru terjadi apabila kurban untuk orang yang sudah meninggal bukan karena nazar. Bukan hanya dalam lintas mazhab terjadi perbedaan pendapat, dalam satu mazhab juga muncul perbedaan pendapat. Misalnya dalam mazhab Syafi’i yang dianut oleh mayoritas umat Islam di Indonesia.

Arif Zuhri menyebut, pendapat yang melarang atau tidak boleh berkurban untuk orang yang sudah meninggal salah satunya bersumber dari pendapat Imam Nawawi.

Dilansir dari Tirto.id, Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath Thalibin (2005) menjelaskan sebagai berikut:

“Tidak sah berkurban untuk orang lain [yang masih hidup] dengan tanpa seizinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani”.

Dari dalil di atas dapat disimpulkan bahwa berkurban untuk orang yang meninggal tanpa adanya nazar tidaklah sah. Kendati demikian, terdapat pendapat dari Abu al-Hasan al-Abbadi yang menyatakan bahwa diperbolehkan berkurban untuk orang yang telah meninggal meskipun tanpa nazar.

Alasan dari pendapat Abu al-Hasan al-Abbadi adalah pandangan bahwa berkurban merupakan salah satu bentuk sedekah. Bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia hukum sah serta dapat memberikan kebaikan kepadanya.

Berikut ini pendapat Abu al-Hasan al-Abbadi perihal masalah tersebut dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab karangan Muhyiddin Syarf an-Nawawi:

“Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma para ulama”.

Dilansir dari NU Online, dalam artikel yang ditulis Mahbub Ma’afi Ramdlan bertajuk “Hukum Berkurban untuk Orang yang Telah Meninggal Dunia”, berkurban untuk orang yang meninggal dengan nazar dianggap pandangan paling sahih dan dianut mayoritas kalangan Mazhab Syafi’i.

Hanya sebagian kecil dari ulama Mazhab Syafi’i yang mendukung pendapat kedua. Namun, pandangan kedua didukung Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali sebagaimana dijelaskan dalam kitab al Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah sebagai berikut:

“Adapun jika [orang yang telah meninggal dunia] belum pernah berwasiat untuk dikurbani kemudian ahli waris atau orang lain mengurbani orang yang telah meninggal dunia tersebut dari hartanya sendiri maka mazhab hanafi, maliki, dan hanbali memperbolehkannya. Hanya saja menurut mazhab maliki boleh tetapi makruh. Alasan mereka adalah karena kematian tidak bisa menghalangi orang yang meninggal dunia untuk ber-taqarrub kepada Allah sebagaimana dalam sedekah dan ibadah haji”.  []

Advertisement
Advertisement