April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Berlalu dari Demonstrasi, Hong Kong Menggelar Pesta Demokrasi

3 min read
Hong Kong Local District Council Election 24 November 2019 (foto HK01)

Hong Kong Local District Council Election 24 November 2019 (foto HK01)

HONG KONG – Ini hari demokrasi bagi warga Hong Kong. Mereka mendatangi tempat-tempat pemungutan suara untuk melaksanakan hak pilih dalam pemilu lokal, Minggu 24 November 2019. Hingga jam istirahat siang, jumlah pemilih telah melebihi angka partisipasi total dalam Pemilu 2015 di negara tersebut. Massa prodemokrasi pun berharap Pemilu ini menjadi pesan tersendiri untuk pemerintah China usai tak kunjung redanya 5 bulan demonstrasi antipemerintah.

Dilansir dari BBC, rakyat Hong Kong rela antre sejak pagi lantaran takut tempat pemungutan suara (TPS) ditutup jika terjadi kerusuhan. Namun, kelompok prodemokrasi telah menyerukan agar para pendukungnya tak menyebabkan kerusuhan. Hingga berita ini diturunkan, Pemilu masih berjalan damai.

Sekitar 4,1 juta warga telah mendaftar untuk menyalurkan suara mereka. Jumlah ini bahkan melebihi setengah dari populasi mereka sebesar 7,4 juta orang. Lebih dari 1.000 kandidat memperebutkan 452 kursi dewan distrik. Sementara itu, 27 kursi lainnya dialokasikan untuk wakil distrik pedesaan.

Pendukung prodemokrasi berharap mereka bisa memperbanyak jumlah wakil mereka di dewan agar punya pengaruh dalam memilih kepala eksekutif. Di sisi lain, kandidat pro-Beijing berusaha mendulang suara dengan memanfaatkan rasa frustasi warganya akibat kerusuhan antara demonstran dan polisi.

Penghitungan suara akan dimulai setelah TPS ditutup pada pukul 22.30. Diharapkan hasil penghitungan bisa didapat sebelum tengah malam ini.

Pemilu itu dianggap sebagai referendum de facto mengenai demonstrasi pro-demokrasi yang akhir-akhir ini semakin agresif.

Situasi di Hong Kong tegang setelah bentrokan sengit yang berlangsung selama berhari-hari antara polisi dan kelompok-kelompok demonstran, meski kekerasan mereda dalam beberapa hari terakhir.

Kebanyakan para pengunjuk rasa adalah mahasiswa. yang kebanyakan demonstran mahasiswa, meskipun kekerasan telah mereda dalam beberapa hari terakhir. Demikian seperti dilansir AFP.

Meskipun para anggota dewan distrik yang terpilih Minggu, 24 November, tidak punya banyak kewenangan, beberapa pihak pro-demokrasi masih berharap akan meraih kemenangan besar. Jika menang, hal itu akan memperkuat dukungan publik terhadap demonstrasi-demonstrasi itu.

Polisi telah bertekad akan melakukan penjagaan ketat di berbagai TPS. Lembaga penyiaran publik RTHK melaporkan para petugas berseragam anti huru-hara akan ditempatkan di dalam dan luar TPS.

“Apabila ada kekerasan, kami akan menanganinya segera, tanpa ragu,” kata Komisioner Polisi Hong Kong Chris Tang.

Warga Hong Kong memilih lebih dari 400 anggota di 18 dewan distrik di seluruh wilayah itu. Dewan distrik pada dasarnya bertindak sebagai penasihat bagi keputusan-keputusan lokal seperti membangun jalan atau sekolah.

 

Berjaga-jaga

Komisioner baru kepolisian Hong Kong, Tang Ping-keung, memberitahu wartawan, para petugas tanpa ragu-ragu akan langsung menghadapi kekerasan yang terjadi.

Enam demonstran bertopeng menyerahkan diri sebelum fajar, sehingga jumlah mereka yang keluar dari kampus universitas yang dikepung polisi itu mencapai 30 orang.

Kelompok tersebut keluar dari pintu kampus dan mengangkat tangan sementara mereka berjalan menuju pos pemeriksaan sekitar pukul 3 pagi. Lima orang mengenakan baju hitam yang menandai gerakan iatu dan yang lainnya mengenai baju kotak-kotak berwarna biru.

Sebagian besar demonstran yang menduduki Hong Kong Polytechnic University pekan lalu telah pergi, tetapi ada sekelompok orang yang tidak diketahui jumlahnya yang masih bertahan selama berhari-hari ini, dengan harapan dapat menghindari penangkapan.

Tang Chun-Keung, ketua Asosiasi Kepala Sekolah Menengah Hong Kong mengatakan, mereka yang bersembunyi itu di antaranya anak-anak di bawah umur, jumlahnya kurang dari 10, yang emosinya tidak stabil. Tang memasuki kampus itu hari Jumat bersama dengan beberapa orang lainnya, tetapi gagal menemukan anak-anak itu.

“Kami memiliki pengacara dan pekerja sosial yang siap memberi bantuan dan kami berharap dapat membujuk mereka meninggalkan kampus. Kami cemas tugas kami ini semakin sulit karena para siswa menolak bertemu kami,” katanya kepada wartawan.

Kepala kepolisian Tang menegaskan bahwa mereka yang berusia di bawah 18 tahun dapat pergi, meskipun mereka mungkin menghadapi dakwaan nantinya, dan menjanjikan perlakuan yang adil bagi semua orang dewasa yang menghadapi penangkapan. []

Advertisement
Advertisement