Bisakah Menggugat Cerai Suami/Istri yang Memiliki Orientasi Seksual Menyimpang ?
JAKARTA – Untuk menjawab pertanyaan Anda, harus ketahui lebih dahulu definisi homoseksual menurut Karl Maria Kertbeny menunjukkan kepada makna seksual yang dilakukan sesama jenis.
Melalui istilah tersebut, maka kata homoseksual secara sederhana dapat dimaknai sebagai suatu perbuatan seksual sesama jenis, baik dilakukan antara laki-laki dengan laki-laki, atau sebaliknya perempuan dengan perempuan.[1] Sedangkan menurut KBBI, homoseksual adalah dalam keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang sama.
Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh The Journal of Consulting and Clinical Psychology menyebutkan pria gay dan biseksual lebih rentan didiagnosis mengalami sedikitnya satu dari lima gangguan kesehatan mental daripada laki-laki heteroseksual. Wanita lesbian biseksual lebih mungkin melaporkan diri mengalami masalah sehubungan dengan gangguan mental daripada wanita heteroseksual dalam tahun-tahun sebelum mereka di interview 24% wanita lesbian dan biseksual mengalami dua atau lebih gangguan mental di tahun sebelumnya.[2]
Sementara itu, ditinjau dari Pasal 1 UU Perkawinan mendefinisikan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Artinya, di Indonesia sendiri tidak mengenal perkawinan sesama jenis. Oleh karenanya, kaum homoseksual tidak dapat melaksanakan perkawinan di Indonesia.
Pandangan Agama Islam tentang Homoseksual
Dalam hukum Islam menurut (Q.S. Al-A’raaf: 80-81) Allah SWT berfirman:
Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?’ Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, …
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut” (HR Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ibnu Majah, Al Hakim, dan Al Baihaki).
Kemudian apabila merujuk pada Fatwa MUI No. 57/2014 disebutkan homoseksual baik lesbian maupun gay hukumnya haram dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah).
Sehingga, berdasarkan ayat Al-Qur’an, hadist, dan fatwa MUI di atas menjelaskan bahwa praktik homoseksual merupakan satu dosa besar dan sangat berat sanksinya di dunia. Apabila tidak dikenakan di dunia, maka sanksi tersebut akan diberlakukan di akhirat.
Menurut kami alih-alih melakukan perceraian, yang dapat dilakukan adalah pembatalan perkawinan.
Terkait pembatalan perkawinan, Pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan menyatakan seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri.
Dengan demikian, apabila si istri baru mengetahui ternyata suami homoseksual, kami berpendapat ia dapat mengajukan pembatalan perkawinan. Patut dicatat, batalnya perkawinan ini dimulai setelah keputusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.
Kemudian hal penting yang perlu Anda ketahui adalah apabila yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya dan dalam jangka waktu 6 bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, serta tidak menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, maka haknya dianggap gugur.
Namun apabila Anda hendak mengajukan perceraian, kami berpandangan alasan perceraian yang dapat digunakan adalah antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran, misalnya diakibatkan dari setelah mengetahui suami homoseksual, sehingga tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. []