Butuh Penanganan Kolaboratif, Aduan Kasus PMI di Kebumen Sepanjang 2023
JAKARTA – Kasus yang menimpa Pekerja Migran Indonesia (PMI) baik yang akan, sedang dan telah bekerja di luar negeri cukup banyak.
Tahun 2023, beberapa pengaduan kasus PMI masuk ke Migrant CARE Kebumen mulai dari proses keberangkatan, sedang bekerja, hingga ketika kembali dari di luar negeri.
Pertama, pada 7 Februari 2023, Asri Vitamaya, calon PMI asal Desa Grenggeng, Kecamatan Karanganyar yang akan bekerja di Malaysia, namun karena kondisi Covid-19, sehingga proses keberangkatan ditunda. Ketika ia menanyakan perihal proses keberangkatan selama kurang lebih dua tahun, namun dari pihak PT belum memberikan kejelasan dan meminta Asri untuk melakukan proses ulang melalui PT yang berbeda.
Asri memilih untuk mengambil berkas asli miliknya seperti ijazah, akte kelahiran dan paspor, namun dari pihak PT meminta Asri untuk membayar pengambilan berkas sebesar Rp 3.850.000.
Kedua, pada, 16 Maret 2023, Jasiran, PMI asal Desa Karanggadung, Kecamatan Petanahan, sudah 12 tahun bekerja di Malaysia dan pengalami kerusakan anggota tubuh (disabilitas pada kedua kakinya) akibat kelelahan bekerja. Jasiran meminta pendampingan untuk mengurus KTP dan KK baru guna pengajuan DTKS dan penerima manfaat bantuan sosial.
Ketiga, 3 April 2023, pengaduan kasus dari anggota keluarga PMI berinisial Agus Muwahid asal Desa Grogolbeningsari, Kecamatan Petanahan yang saat ini masih bekerja di Myanmar. Yang bersangkutan mengalami indikasi kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO scaming Myammar).
Awalnya dia mengetahui pekerjaan ini melalui temannya di media sosial Facebook dengan lokasi penempatan kerja di Thailand. Kemudian ia melakukan proses keberangkatan secara tidak prosedural.
Sampai di Thailand PMI diminta untuk menginap di hotel selama tiga hari dan diberi uang sebanyak 500 bath. Setelah itu PMI dibawa ke perbatasan Myanmar yang notabene lokasi tersebut merupakan daerah konflik.
PMI ditempatkan pada negara yang tidak sesuai dengan janji/kontrak kerja, tidak diperbolehkan beribadah, diberi kesempatan memegang hp hanya satu kali dalam seminggu.
Keempat, Agustus 2023, pengaduan kasus yang masuk ke Migrant CARE Kebumen yakni PMI asal Sragen bekerja di Taiwan, dimana PMI mengalami kasus pembayaran proses berangkat dan pembayaran job terhadap agensi.
“Dari kasus-kasus yang telah disebutkan di atas, penting adanya forum kolaborasi penanganan kasus PMI di Jawa Tengah untuk memperoleh informasi penanganan kasus yang efisien dan efektif,” ujar Koordinator Migrant CARE Kebumen Syaipul Anas.
Melalui adanya forum kolaborasi, kata Syaipul Anas akan ada penguatan jejaring stakeholder antara pemerintah daerah dan Migrant CARE Kebumen dalam advokasi kasus PMI. Kemudian mengetahui tantangan dan hambatan dalam advokasi kasus, mengoptimalkan fungsi-fungsi lembaga dalam penanganan kasus PMI.
“Dengan demikian akan tercapai penguatan advokasi preventif dan represif yang efisien dan efektif terhadap PMI,” tandasnya.
Kegiatan diikuti oleh peserta berasal dari stakeholder antara lain Dinas Sosial P3A, Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja Kebumen, BPJS Ketenagakerjaan, LBH Pakhis, Desbumi, mahasiswa, Sahabat Disabilitas Kebumen, P3MI, Sari Solo dan Migrant CARE Kebumen.
Koord Bantuan Hukum Migrant CARE Jakarta Nurharsono yang hadir sebagai narasumber menyampaikan beberapa temuan monitoring implementasi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI. Beberapa di antaranya sosialisasi sudah dilakukan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kemenaker RI, BP2MI di daerah-daerah, tetapi sebatas menghabiskan anggaran, metodenya monolog, tidak ada evaluasi setelahnya.
“Pekerja migran dan anggota keluarganya masih terbatas yang memahami UU PPMI, terbatas di wilayah-wilayah yang didampingi oleh organisasi masyarakat sipil seperti Migrant CARE, SBMI, JBM, INFEST, PPK, dll. Pemerintah desa belum banyak yang memahami Undang-undang. Kemenaker/Disnaker/BP2BM sosilisasinya hanya di desa yang ada Desmigratifnya/KKBM,” tandasnya. []
Sumber Kebumen Update