Cara Baru Cegah Nyamuk Malaria, Mau Coba ?
JAKARTA – Penghalau nyamuk bernama Spatial Repellent (SR) lebih efektif dalam menekan penyakit malaria. Cara kerja SR ini lebih memberikan proteksi yang tinggi dibandingkan dengan cara tradisional kelambu celup atau berinsektisida mungkin tidak protektif, tidak tersedia, dan tidak praktis.
Peneliti dari Lembaga Biomolekuler Eijkman Jakarta, Profesor Syafruddin mengatakan, Pemerintah Indonesia butuh menerapkan cara baru untuk mencapai target eliminasi penyakit menular malaria pada tahun 2030.
“Untuk mencapai target pada tahun 2030 bebas malaria, kita butuh alat baru. Sulit untuk mencapainya jika tidak menerapkan cara baru,” kata Syafruddin di gedung LBM Eijkman Jakarta, dilansir Antara, Selasa (08/10/2019).
Syafruddin bekerja sama dengan peneliti dari Universitas Notre Dame AS melakukan uji klinis terhadap alat penghalau nyamuk bernama Spatial Repellent (SR) di Sumba Barat dan Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur.
Dari penelitian tersebut menunjukkan alat SR dapat menurunkan angka endemisitas malaria hingga 41% di desa yang diteliti.
Profesor Syafruddin mengungkapkan bahwa hasil uji klinik SR di Indonesia ini memiliki potensi untuk menambah manfaat proteksi secara bermakna, khususnya dimana cara tradisional kelambu celup atau berinsektisida mungkin tidak protektif, tidak tersedia, dan tidak praktis.
Menurut dia, penanggulangan atau eliminasi malaria dalam situasi seperti ini membutuhkan pendekatan-pendekatan inovatif seperti SR yang memberikan efek proteksi yang tinggi terhadap penularan.
Repelen spasial dirancang untuk melepaskan senyawa aktif ke udara untuk menghalau nyamuk sehingga kontak manusia dan nyamuk terputus.
“Senyawa yang dilepaskan dari repelen spasial akan membuat nyamuk kebingungan dan kehilangan kemampuannya untuk mendeteksi manusia dan mencari darah,” kata Syafruddin.
Alat penghalau nyamuk tersebut mencegah nyamuk masuk ke dalam rumah, atau nyamuk berada di dalam rumah tapi tidak bisa mendeteksi manusia, dan menghambat gigitan nyamuk.
Syafruddin menambahkan alat SR bahkan memiliki potensi untuk membunuh nyamuk penular penyakit malaria yaitu anopheles beserta dengan parasit yang ada di dalam tubuhnya hingga benar-benar mencapai eliminasi.
“Yang kita prediksi dengan menghalangi nyamuk mendapatkan makanan, kalau nyamuk tidak bisa adaptasi dia kelaparan dan mati. Kalau mati, parasitnya juga akan mati,” kata Syafruddin.
Sebelumnya jumlah penderita malaria atau Annual Parasite Incidence (API) dengan konfirmasi laboratorium positif di Kabupaten Biak Numfor, Papua pada tahun 2019 mengalami penurunan drastis mencapai 0,79 per 1.000 penduduk dari sebelumnya mencapai 4 per 1.000 penduduk pada tahun 2018.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Biak, Ruslan Epid mengatakan penurunan API malaria Biak Numfor kurang dari 1 (hijau) pada 2019. “Ya prestasi pengurangan angka malaria ini merupakan bukti nyata keseriusan jajaran Dinas Kesehatan menuju Biak eleminisasi 2020,” kata Ruslan Epid, dilansir Antara, Senin (08/10/2019).
Ia mengatakan meski API Biak Numfor sudah rendah di bawah angka satu namun sampai sekarang masih ada sejumlah kampung di Kepulauan Numfor yang masih terdapat kasus malaria. Ruslan mengatakan, untuk pemeriksaan pasien penyakit malaria pihak Dinas Kesehatan Biak Numfor sudah melengkapi laboratorium pemeriksaan malaria di Puskesmas/Pustu.
“Hingga tahun 2019 jumlah tenaga analis laboratorium pemeriksaan malaria di Puskesmas dan Rumah sakit se- Kabupaten Biak Numfor mencapai 37 orang,” ujarnya.
Penyiapan tenaga analis laboratorium di Kabupaten Biak Numfor, lanjut Ruslan, merupakan salah satu persyaratan menuju Biak sebagai kabupaten eliminasi malaria pada 2020. “Untuk memastikan pasien terkena positif atau tidak penyakit malaria maka wajib dilakukan pemeriksaan di laboratorium,” ujarnya. [SM]