Cara membalas komentar negatif dengan bijak
Komentar negatif dari orang lain, entah itu kritik pedas, sindiran, sinisme, candaan yang tak lucu, dan ucapan apapun yang berpotensi menyinggung, pasti memicu Anda untuk segera membalasnya. Namun, bagaimana caranya membalas cepat dengan bijak, itu yang sulit.
Kenyataannya, sebagian besar orang lebih sering membalas langsung dengan mengatakan sesuatu yang buruk atau terasa tidak pas. Lalu, merasa menyesal. Sebab, balasan yang tepat kerap tidak terpikirkan sampai suatu momen terlewat, dan baru terbersit di lain tempat, lain waktu.
Filsuf Prancis, Denis Diderot, sejak lama menganggap sikap tersebut dengan wajar. Ia mengistilahkannya sebagai l’esprit de l’escalier yang berarti tangga kecerdasan atau tangga pemikiran.
Istilah ini diperkenalkan Diderot berdasar pengalaman “terlambat”-nya dalam menemukan balasan bijak dari suatu argumen, ketika ia baru menemukan jawaban yang pas setelah mencapai kesadaran yang stabil.
Memang, membalas suatu komentar dengan tepat butuh waktu dan pemikiran jernih. Kita semua tahu bahwa lamanya berpikir sebelum bicara akan menentukan baik buruknya hal yang terucapkan.
Namun, bukan tak mungkin Anda menemukan balasan yang cepat sekaligus bijak. Sebab, kemampuan khusus seperti para ahli improvisasi, rapper freestyle sampai dengan komedian profesional ini sebenarnya bisa dipelajari.
Keterampilan tersebut, menurut para psikolog, ada hubungannya dengan kecerdasan emosional atau EQ. Orang yang memiliki EQ tinggi telah terbukti memiliki empati tinggi. Mereka lebih perhatian pada isyarat halus yang disampaikan orang lain.
Oleh karenanya, untuk menciptakan balasan yang cepat lagi bijak, hal pertama yang bisa Anda lakukan adalah mulai mengasah EQ dengan fokus menjadi pendengar yang baik.
Abigail Paul, direktur artistik sekaligus pelatih akting, di Theatre Language Studio, mengatakan kepada BBC bahwa kebanyakan dari kita tidak mendengarkan keseluruhan pesan ketika orang lain berbicara.
Kita cenderung lebih fokus merencanakan apa yang ingin dikatakan ketimbang memperhatikan perkataan orang lain. Sebab, otak kita berpikir lebih cepat dibanding saat bicara. Akibatnya, Anda tidak gesit memberi balasan yang akurat karena otak tak sepenuhnya terlibat dengan pikiran lawan bicara.
Padahal, lanjut Paul, mendengar secara saksama merupakan rahasia berkomunikasi yang baik, sekaligus bagian dari suatu teknik bernama “one word volleyball”, yang biasa digunakan para aktor ketika menciptakan dialog improvisasi untuk mematahkan omongan lawan argumennya.
Kemampuan itu bisa menunda munculnya ego, seperti misalnya, keinginan untuk menang dan ide-ide di kepala yang bergerak cepat. Dengan begitu, Anda pun bisa memanfaatkan waktu yang sedikit untuk mempertimbangkan balasan yang bijak.
Balasan bijak bisa muncul dalam banyak format, seringnya lewat kata. Mereka yang ahli mengembangkannya lewat latihan dan pengalaman. Bahkan, mereka terlatih meminjam kata-kata orang lain untuk diingat dan digunakan pada waktu yang tepat.
Paling aman, kata Paul, adalah mengawali balasan dengan kata-kata baik seperti “Terima kasih” sebelum mengembalikan ucapan lawan bicara.
Jadi, misalnya, Anda tersindir oleh ucapan seseorang yang mengatakan Anda “pintar”, Anda bisa membalasnya dengan, “Terima kasih, saya belum pernah dipuji pintar sebelumnya,” akan terdengar cukup menohok dan bijak.
Selain memperhatikan ucapan lawan bicara, Scott Talan, seorang ahli media sosial di American University, juga menekankan pentingnya cepat bereaksi pada hal negatif yang diucapkan orang. Ini berlaku di mana pun, termasuk komentar di media sosial ataupun aplikasi pesan singkat.
Menurutnya, dunia maya bisa memberi Anda menit tambahan untuk memikirkan balasan. Namun, jangan terlalu lama karena efeknya bisa menghilang setelah satu hari. Balasan yang bijak, ujar Talan, bisa meningkatkan reputasi Anda sebagai orang yang cerdas, apalagi jika Anda menjawab cepat.
Kuncinya, “Jangan terlalu memikirkan situasi,” sambung Belina Raffy, ahli improvisasi bisnis yang juga CEO perusahaan Maffick di Berlin, kepada Mentalfloss.
Dia bilang, berpikir terlalu banyak bisa menghambat kemampuan untuk membalas langsung karena membuat kita berpikir terlalu jauh di luar momen atau realitas di waktu yang dibutuhkan.
Jadi, misalnya begini, seseorang berkomentar negatif tentang Anda. Jika dalam konteks itu Anda adalah objek, sangat penting menghentikan komentar merendahkan apapun dengan cepat dan bijak seperti saran Raffy dan Paul.
Namun, jika Anda hanya pendengar dan bukan objek, maka seperti ditulis Amy Gallo dalam Harvard Business Review, hanya Anda yang bisa menilai apakah aman mengatakan sesuatu pada saat itu atau tidak.
Menurut Gallo, orang yang tidak terlibat sebagai objek dari komentar-komentar negatif cenderung memperlihatkan perubahan sikap yang lebih besar. Imbalannya, mereka juga dilihat seolah lebih berpengaruh dan berpotensi dicecar. Jadi, bila Anda tak ingin terancam, ada baiknya diam dulu saat berada di situasi seperti ini.
“Biarkan yang gila menjadi gila. Ketika Anda membuka peluang bagi mereka untuk membalas, Anda membuka peluang untuk lebih dikomentari negatif,” tandas pelatih gaya hidup dan etiket , Elaine Swann. [Zora/Tagar]