Cegah Kelelahan Mental saat Pandemi, Pemerintah Harus Konsisten
JAKARTA – Pandemi Covid-19 yang berlangsung setahun ini membuat kehidupan masyarakat mengalami banyak perubahan. Untuk mencegah penularan virus, masyarakat harus mengubah gaya hidupnya dengan menerapkan protokol kesehatan, di antaranya berjaga jarak.
Pandemi pun menimbulkan tekanan psikologis seperti kehilangan orang yang dicintai, krisis keuangan, pembatasan mobilitas, penutupan tempat kerja dan sekolah, hingga isolasi mandiri. Semua hal ini berpotensi menimbulkan masalah kesehatan mental yang dinamakan kelelahan karena pandemi atau pandemic fatigue.
Masyarakat sudah terlihat mengalami kelelahan di masa pandemi yang tercermin dari menurunnya kepatuhan dalam menerapkan protokol kesehatan. Berdasarkan laporan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19, penggunaan masker mengalami penurunan hingga 28% dari minggu ketiga September hingga minggu keempat Desember. Kepatuhan menjaga jarak dan menjauhi kerumunan pun menurun sebesar 20,6 %.
“Jika hal tersebut terjadi pada sekelompok orang, maka akan merugikan banyak pihak,” kata Dewi Soemarko, Pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI/Perhimpunan Dokter Okupasi Indonesia (PERDOKI), dalam bincang-bincang “Pandemic Fatigue, Jangan pernah Menyerah!”, Senin, 11 Desember 2021.
Menurut World Health Organization (WHO), pandemic fatigue merupakan respon yang dialami saat krisis kesehatan masyarakat terjadi secara berkepanjangan. Hal ini disebabkan oleh fenomena yang sebelumnya tidak pernah ada pada kehidupan sehari-hari.
Kelelahan karena pandemi ini dapat menyebabkan berbagai persoalan seperti masalah tidur, kabut otak, berkurangnya motivasi, menarik diri dari berbagai hal, dan meningkatnya emosi negatif terhadap orang lain.
WHO mengusulkan lima prinsip yang harus diterapkan oleh pemerintah sehingga masyarakat paham mengenai situasi pandemi dan terhindar dari pandemic fatique. Pertama, pemerintah harus bersikap transparan dengan menjelaskan alasan di balik kebijakan yang dibuat dan mengakui adanya batasan pemerintah dengan pemahaman ilmiah.
Kedua, bersikap konsisten dalam memberikan pesan dan tindakan. Hindari tindakan yang bersifat kontradiktif. Ketiga, upayakan untuk tetap bersikap prediktif dalam keadaan tak terduga dengan berbasis kriteria yang objektif pada kebijakan yang dibuat.
Keempat, berupaya untuk bersikap adil dalam membuat batasan atau anjuran pada masyarakat. Kelima, koordinasikan dengan ahli dan juru bicara untuk menghindar dari misinformasi ketika hendak menyampaikan suatu kebijakan.
Masyarakat juga dapat mengatasi kelelahan pandemi dengan beberapa langkah. Melansir dari CNN Indonesia, terdapat lima cara agar masyarakat bisa terhindar dari situasi itu.
Pertama adalah tidur cukup minimal tujuh jam sehari. Kurang tidur dapat memperburuk situasi psikologis dan bahkan mempengaruhi masalah mental seperti munculnya depresi. Kedua, olah raga yang cukup perlu dilakukan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Tak hanya itu, olah raga juga dapat menurunkan stres dengan menenangkan pikiran.
Ketiga, batasi pemberitaan mengenai Covid-19 karena pemberitaan negatif dapat menyebabkan kelelahan dan memunculkan emosi negatif. Pilah sumber pemberitaan yang akurat dan tetap tenang untuk mengatasi situasi yang ada. Keempat, tetap terhubung dengan orang terdekat.
Habiskan waktu dengan keluarga dan teman melalui platform daring seperti telpon atau panggilan video dapat mencengah perasaan terisolasi. Terakhir, sadari setiap emosi yang dirasakan dan upayakan untuk menerimanya. Sebab, mengabaikan emosi dapat menyebabkan stres fisik atau bahkan menimbulkan depresi. []