Dalam Islam, Istri Boleh Menggugat Suami Asal Terpenuhi Syarat-Syarat Berikut Ini
JAKARTA – Syariat Agama islam tentang dasar menikah dalam islam memberikan jalan keluar bagi pasangan suami (lelaki) dan istri (wanita) ketika mereka tidak lagi merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam keluarganya. Baik dalam bentuk cerai yang itu berada di tangan suami (lelaki) atau gugat cerai (khulu’) sebagai jalan keluar bagi istri (wanita) yang tidak memungkinkan lagi untuk tinggal bersama suami (lelaki). Dan semuanya harus dilakukan dengan aturan yang telah ditetapkan syariat islam.
Karena itulah, sang suami (lelaki) tidak boleh sembarangan menerima gugat cerai dari istri (wanita) termasuk pada hukum cerai nikah siri, karena dengan demikian berarti dia telah melakukan tindak kezaliman kecuali apabila memang memenuhi Syarat Istri Gugat Cerai dalam Islam.
Lebih dari itu, para suami (lelaki) pun tidak dianjurkan untuk langsung beranjak ke jenjang perceraian ketika terjadi masalah, kecuali setelah berusaha mempertahankan keutuhan keluarganya melalu jalur islah (usaha damai) dari perwakilan dari dua belah pihak atau usaha lainnya.
Allah tegaskan dalam firman Nya,
Istri (wanita) istri (wanita) yang kamu khawatirkan nusyuznya (membangkang), Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian apabila mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar (34). Dan apabila kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. apabila kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami (lelaki) isteri itu. (QS. An Nisa: 34 – 35)
Dalil tentang Istri Gugat Cerai
Hukum Asal Istri (wanita) Gugat Cerai Adalah Haram apapun penyebab perceraian dalam islam, Terdapat beberapa hadist yang menjelaskan hal ini, diantaranya,
– Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Istri (wanita) mana saja yang meminta kepada suami (lelaki)nya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya bau surga” (HR Abu Dawud no 2226, At Turmudzi 1187 dan dihahihkan al Albani). Hadits ini menunjukkan ancaman yang sangat keras bagi seorang istri (wanita) yang meminta perceraian tanpa ada sebab yang diizinkan oleh syariat.
– Dalam Aunul Ma’bud, Syarh sunan Abu Daud dijelaskan makna ‘tanpa kondisi mendesak’,
“Yaitu tanpa ada kondisi mendesak memaksanya untuk meminta cerai…” (Aunul Ma’bud, 6:220)
– Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Para istri (wanita) yang berusaha melepaskan dirinya dari suami (lelaki)nya, yang suka khulu’ (gugat cerai) dari suami (lelaki)nya, mereka itulah para istri (wanita) munafiq.” (HR. Nasa’i 3461 dan dishahihkan al Albani)
Al Munawi menjelaskan hadis di atas, “Yaitu para istri (wanita) yang mengeluarkan biaya untuk berpisah dari suami (lelaki)nya tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.’ Beliau juga menjelaskan makna munafiq dalam hadis ini, ‘Munafiq amali (munafiq kecil). Maksudnya adalah sebagai larangan keras dan ancaman. Karena itu, sangat dibenci bagi istri (wanita) meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.’ (At Taisiir bi Syarh al Jaami’ as Shogiir, 1:607).
Syarat Istri Gugat Cerai dalam Islam
Hadist hadist di atas tidaklah memaksa istri (wanita) untuk tetap bertahan dengan suami (lelaki)nya sekalipun dalam keadaan tertindas sesuai hukum wanita minta cerai dalam islam. Karena yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah melakukan gugat cerai tanpa alasan yang dibenarkan. Artinya, apabila itu dilakukan karena alasan yang benar, syariat islam tidak melarangnya, bahkan dalam kondisi tertentu, seorang istri (wanita) wajib berpisah dari suami (lelaki)nya.
Apa saja syarat yang membolehkan para istri (wanita) untuk melakukan gugat cerai? Imam Ibnu Qudamah telah menyebutkan kaidah dalam hal ini. Beliau mengatakan, “Kesimpulan masalah ini, bahwa seorang istri (wanita), apabila membenci suami (lelaki)nya karena akhlaknya atau karena fisiknya atau karena agamanya, atau karena usianya yang sudah tua, atau karena dia lemah, atau alasan yang semisalnya, sementara dia khawatir tidak bisa menunaikan hak Allah dalam mentaati sang suami (lelaki), maka boleh baginya untuk meminta khulu’ (gugat cerai) kepada suami (lelaki)nya dengan memberikan biaya/ganti untuk melepaskan dirinya.” (al Mughni, 7:323). Mengambil faidah dari keterangan Ustadz Firanda, M.A., berikut beberapa syarat yang membolehkan sang istri memintai cerai pada suami sesuai dasar hukum islam:
- Apabila sang suami (lelaki) sangat nampak membenci sang istri (wanita), akan tetapi sang suami (lelaki) sengaja tidak ingin menceraikan sang istri (wanita) agar sang istri (wanita) menjadi seperti istri (wanita) yang tergantung.
- Akhlak suami (lelaki) yang buruk terhadap sang istri (wanita), seperti suka menghinanya atau suka memukulnya.
- Agama sang suami (lelaki) yang buruk, seperti sang suami (lelaki) yang terlalu sering melakukan dosa dosa, seperti minum khomr, berjudi, berzina, atau sering meninggalkan sholat, suka mendengar musik, dll
- Apabila sang suami (lelaki) tidak menunaikan hak utama sang istri (wanita), seperti tidak memberikan nafkah kepadanya, atau tidak membelikan pakaian untuknya, dan kebutuhan kebutuhan primer yang lainnya, padahal sang suami (lelaki) mampu.
- Apabila sang suami (lelaki) ternyata tidak bisa menggauli istri (wanita)nya dengan baik, misalnya apabila sang suami (lelaki) cacat, atau tidak bisa melakukan hubungan biologis, atau tidak adil dalam mabit (jatah menginap), atau tidak mau atau jarang memenuhi kebutuhan biologisnya karena condong kepada istri (wanita) yang lain.
- Apabila sang istri (wanita) sama sekali tidak membenci sang suami (lelaki), hanya saja sang istri (wanita) khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri (wanita) sehingga tidak bisa menunaikan hak hak suami (lelaki)nya dengan baik. Maka boleh baginya meminta agar suami (lelaki)nya meridoinya untuk khulu’, karena ia khawatir terjerumus dalam dosa karena tidak bisa menunaikan hak hak suami (lelaki).
- Apabila sang istri (wanita) membenci suami (lelaki)nya bukan karena akhlak yang buruk, dan juga bukan karena agama suami (lelaki) yang buruk. Akan tetapi sang istri (wanita) tidak bisa mencintai sang suami (lelaki) karena kekurangan pada jasadnya, seperti cacat, atau buruknya suami (lelaki).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang istri (wanita) yang melakukan gugat cerai tanpa ada sebab yang diizinkan oleh syariat. Artinya, apabila itu dilakukan karena alasan yang benar, syariat tidak melarangnya, bahkan dalam kondisi tertentu, seorang istri (wanita)
wajib berpisah dari suami (lelaki)nya namun apabila hanya karena alasan jenuh seperti diatas maka gugat cerai yang diajukan istri (wanita) adalah Haram hukumnya. Lalu dalam pengadilan Agama islam apa saja alasan yang membolehkan istri (wanita) untuk mengajukan gugat cerai? berikut menurut hukum agama islam yang berlaku di Indonesia.
- Apabila suami (lelaki) dengan sengaja dan jelas dalam perbuatan dan tingkah lakunya telah membenci istri (wanita)nya, namun suami (lelaki) tersebut sengaja tidak mau menceraikan istri (wanita)nya.
- Perangai atau sikap seorang suami (lelaki) yang suka mendzholimi istri (wanita)nya, contohnya suami (lelaki) suka menghina istri (wanita)nya, suka menganiaya, mencaci maki dengan perkataan yang kotor.
- Seorang suami (lelaki) yang tidak menjalankan kewajiban agamanya, seperti contoh seorang suami (lelaki) yang gemar berbuat dosa, suka minum bir (khamr), suka berjudi, suka berzina (selingkuh), suka meninggalkan shalat, dan seterusnya.
- Seorang suami (lelaki) yang tidak melaksanakan hak ataupun kewajibannya terhadap sang istri (wanita). Seperti contoh sang suami (lelaki) tidak mau memberikan nafkah kepada istri (wanita)nya, tidak mau membelikan kebutuhan (primer) istri (wanita)nya seperti pakaian, makan dan sebagainya padahal sang suami (lelaki) mampu untuk membelikannya.
- Seorang suami (lelaki) yang tidak mampu menggauli istri (wanita)nya dengan baik, seperti seorang suami (lelaki) yang cacat, tidak mampu memberikan nafkah batin (jimak), atau apabila dia seorang yang berpoligami dia tidak adil terhadap istri (wanita) istri (wanita)nya dalam mabit (jatah menginap), atau tidak mau, jarang, enggan untuk memenuhi hasrat seorang istri (wanita) karena lebih suka kepada yang lainnya.
- Hilangnya kabar tentang keberadaan sang suami (lelaki), apakah suami (lelaki) sudah meninggal atau masih hidup, dan terputusnya kabar tersebut sudah berjalan selama beberapa tahun. Dalam salah satu riwayat dari Umar Radhiyallahu’anhu, kurang lebih 4 tahun
- Apabila sang istri (wanita) membenci suami (lelaki)nya bukan karena akhlak yang buruk, dan juga bukan karena agama suami (lelaki) yang buruk. Akan tetapi sang istri (wanita) tidak bisa mencintai sang suami (lelaki) karena kekurangan pada jasadnya, seperti cacat, atau suami (lelaki) yang buruk rupa. Dan sang istri (wanita) khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri (wanita) sehingga tidak bisa menunaikan hak hak suami (lelaki)nya dengan baik.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga menjadi wawasan bermanfaat, sampai jumpa di artikel berikutnya, terima kasih. []
Sumber Islamic Base