Dear All PMI/WNI, Demonstrasi Lumpuhkan Bandara Hong Kong, Simak Baik-Baik Arahan Berikut Ini
HONG KONG – Aksi penolakan rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi di Hong Kong semakin tak terbendung. Ribuan demonstran berpakaian hitam sudah berhasil menduduki terminal utama Bandara Internasional Hong Kong dan memaksa otoritas membatalkan seluruh penerbangan pada Senin (12/8/2019).
Unjuk rasa dilakukan massa sejak Jumat (9/8), peserta demo diperkirakan mencapai lebih dari 5 ribu orang. Akibatnya, pihak Bandara Internasional Hong Kong mengatakan, operasi bandara terganggu dan menutup seluruh layanan penerbangan.
“Semua layanan check-in untuk penerbangan yang akan diberangkatkan telah dibatalkan,” terang pihak bandara, seperti dilansir dari Bloomberg.
Aksi antipemerintah ini digelar untuk menggalang dukungan internasional bagi gerakan pro-demokrasi yang digaungkan para demonstran dalam aksi-aksinya selama dua bulan terakhir.
Massa yang awalnya menggelar aksi untuk menolak RUU ekstradisi yang kontroversial karena mengatur ekstradisi tersangka kriminal ke Tiongkok, meluas menjadi gerakan reformasi. Situasi ini dinilai akan bertambah genting apabila polisi Hong Kong kembali melakukan aksi represi untuk membubarkan demonstrasi.
Situasi yang semakin memanas tersebut turut berdampak pada ribuan pekerja migran asal Indonesia di Hong Kong.
Direktur Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan pemerintah Indonesia dituntut untuk memiliki rencana kedaruratan (contingency plan) mengantisipasi memburuknya situasi di Hong Kong.
“Situasi tersebut pasti akan mempengaruhi rasa aman mereka untuk bekerja dan bermobilitas,” kata Wahyu dalam keterangan pers, dikutip Selasa (13/08/2019).
Langkah yang harus segera dilakukan, menurutnya adalah menghentikan arus masuk calon pekerja migran ke Hong Kong hingga tenggat waktu tertentu.
Ia juga menyarankan pemerintah Indonesia berkonsolidasi dengan pemerintah negara-negara yang memiliki banyak pekerja migran di Hong Kong, seperti Filipina, Nepal, India dan lainnya, guna mendesak pemerintah Hong Kong menjamin keselamatan para pekerja migran.
“Jika suatu semakin memburuk, opsi evakuasi merupakan langkah yang bisa dipertimbangkan, terutama untuk kawasan-kawasan dengan tingkat konflik yang tinggi,” ujarnya.
Untuk hal ini, Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) di Hong Kong juga harus terus memperbarui informasi dan terus melibatkan partisipasi dan inisiatif organisasi pekerja migran Indonesia di Hong Kong untuk tindakan-tindakan yang diperlukan.
Hong Kong merupakan salah satu tempat tujuan penempatan pekerja migran Indonesia, khususnya pada sektor non-formal. Per bulan Desember 2018, Kementerian Luar Negeri mencatat ada 174.800 orang WNI yang bekerja sebagai asisten rumah tangga di Hong Kong.
Nomor darurat
Dalam pengumuman yang disampaikan pada pekan lalu, KJRI Hong Kong mengimbau seluruh warga negara Indonesia (WNI) dan pekerja migran Indonesia di Hong Kong untuk tetap tenang dan selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas serta waspada pada saat bepergian.
KJRI menyarankan WNI untuk menghindari tempat-tempat demonstrasi, mengutamakan keselamatan, dan menghindari beraktivitas di luar jika tidak diperlukan.
WNI juga diminta untuk menaati peraturan dan perintah, serta arahan dari petugas penegak hukum Hong Kong serta menghindari aktivitas yang merugikan diri sendiri, termasuk di antara bijak dalam menggunakan media sosial.
WNI diminta untuk terus memantau laman Facebook KJRI Hong Kong dan melapor ke KJRI Hong Kong di hotline WhatsApp +852 6894 2799/ +852 6773 0466/ +852 5294 4184 jika terkena masalah.
Kementerian Luar Negeri juga mengimbau WNI memantau aplikasi SafeTravel dalam memandu situasi terkini Hong Kong, Plt Juru Bicara Kemenlu RI Teuku Faizasyah mengatakan, dari aplikasi tersebut WNI dapat meningkatkan kehati-hatian dan memandu WNI selama berpergian dan beraktivitas di luar negeri.
Sejauh ini, Faizasyah mengatakan, tidak ada laporan mengenai WNI yang jadi korban maupun peserta aksi demonstrasi tersebut.
“Sejauh ini tidak ada informasi WNI kita ikut terlibat demonstrasi atau aksi-aksi yang melanggar ketentuan setempat. Tidak ada kasus-kasus yang menarik perhatian,” jelas Faizasyah. [Asa]