Di Malang, Anak PMI Rawan Lakukan Tindak Kriminal hingga Jadi Korban Pelecehan Seksual
MALANG – Belum adanya peraturan khusus yang melindungi pekerja migran Indonesia (PMI) membuat anak-anak yang ditinggalkan rawan terjerumus sebagai pelaku kriminal. Termasuk di Kota Malang.
Meski bukan menjadi kantong alias daerah pengirim pekerja migran Indonesia (PMI), Kota Malang dinilai memiliki kerawanan tersendiri. Pasalnya, di kota dingin ini terdapat banyak agen penyalur TKI.
Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Regional Malang pun mendorong agar pemerintah setempat membuat peraturan daerah (perda) khusus perlindungan keluarga buruh migran.
“Ada 132 perempuan dan 34 laki-laki. Jadi, total ada 166 PMI asal Kota Malang. Sementara dari Kabupaten Malang ada sekitar 6.982 orang yang didominasi perempuan,” ujar Kepala P4TKI Regional Malang Muhammad Iqbal.
Iqbal mengungkapkan, di Indonesia hampir sekitar 75-80 persen PMI yang bekerja di berbagai negara tujuan adalah perempuan.
“Katakanlah tiap perempuan meninggalkan dua anak saja. Ada sekitar 264 anak di Kota Malang yang ditinggal ibunya. Sehingga potensi permasalahan yang timbul sangat besar,” ungkapnya.
Beberapa potensi masalah itu mulai dari gizi dan pertumbuhan anak balita yang ditinggal. Untuk anak usia sekolah, kerawanan itu termasuk kondisi psikologisnya. Juga tentang ketahanan keluarga soal suami-suami yang ditinggalkan.
“Ketahanan ekonomi, uang yang ditinggalkan dan dihasilkan apakah pengelolaannya sepenuhnya untuk membangun rumah atau digunakan yang lain-lain, dan sebagainya,” ucap dia.
Iqbal mengungkapkan, cukup banyak temuan keluarga PMI yang bermasalah.
“Hasil deteksi kami, secara umum tidak hanya di Malang, permasalahan-permasalahan sosial dan kesehatan,” katanya.
Misalnya anak-anak PMI yang kemudian antisosial dan menjadi liar karena kadang dia dititipkan ke nenek-kakek atau saudara yang lalu tidak punya perhatian cukup bagi mereka.
“Sehingga melakukan kriminalitas atau kenakalan-kenakalan. Itu problematika sosial. Kesehatan soal gizi tadi, gizi buruk. Kemudian juga pelecehan. Kami temukan kasus-kasus pelecehan, incest yang anak-anak dititipkan pada pamannya atau siapa kemudian awalnya mungkin pelecehan kemudian pemerkosaan dan berlanjut menjadi incest,” paparnya.
Menurut Iqbal, pihak BNP2TKI sesuai amanat undang-undang menegaskan bahwa perlindungan tidak hanya bagi pekerja migran, tetapi juga keluarganya.
“Tentu kami tidak bisa meng-handle sendiri. Kami tangannya terbatas sementara sektornya meluas. Pemda, pemerintah pusat, dan kami bahu-membahu melalui dinas-dinas terkait membuat satu jaring-jaring pengaman sosial bagi keluarga yang ditinggalkan,” paparnya.
Dia mencontohkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang yang tahun lalu sudah mulai menyusun ranperda perlindungan itu.
“Ada unsur keluarga juga cukup kuat. Kota Malang belum. Makanya itu kami usulkan. Ayo, Kota Malang tentu bisa berbuat lebih,” tegasnya.
“Walaupun dari segi jumlah tidak terlalu banya, tetapi faktanya di sini banyak kantor penyalur TKI,” sambungnya.
Perda tersebut nantinya tidak hanya soal proses pekerja migran, tetapi juga regulasi-regulasi yang terkait dengan keluarga, gender, perempuan dan anak.
“Karena semua terkait. Jangan sampai malah kecolongan,” pungkasnya.[MBATU TIMES]