Diguncang Gempa 217 Kali, Ribuan Warga Mamasa Mengungsi
MAMASA – Gempa yang terus terjadi di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, sejak sepekan terakhir membuat kurang lebih 15 ribu orang mengungsi. Kini mereka tersebar di enam belas titik lokasi pengungsian.
Dalam tayangan berita di TVOne, warga masih takut kembali ke rumah lantaran Mamasa masih terus dilanda gempa dengan skala di bawah 5 skala richer. Gempa bisa dirasakan warga hingga lima kali dalam sehari.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, mencatat dalam sepekan terakhir, wilayah Mamasa diguncang gempa tektonik yang beruntun. Hingga hari ini, Sabtu 10 November 2018, aktivitas gempa masih terjadi. Gempa terakhir dirasakan warga pada pukul 19.57 WIB dengan kekuatan gempa 2,8 skala richer.
Berdasarkan data monitoring BMKG, total aktivitas gempa Mamasa selama 6 hari sejak 3 November 2018 hingga Jumat 9 November 2018 sudah tercatat 217 gempa. Sebanyak 39 gempa diantaranya merupakan gempa yang guncangannya dirasakan oleh masyarakat.
Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono mengatakan, memperhatikan tren frekuensi gempa Mamasa, ada kecenderungan peningkatan aktivitas kegempaan di wilayah ini. Jika jumlah gempa pada 3 hari pertama hanya sebanyak 31 gempa, maka pada 3 berikutnya aktivitas gempa melonjak drastis menjadi 116 gempa.
Artinya, dalam waktu sepekan telah terjadi peningkatan aktivitas gempa sangat signifikan. Aktivitas gempa paling banyak terjadi pada Kamis 8 November 2018 mencapai sebanyak 67 gempa dalam sehari.
“Ditinjau dari kekuatannya, aktivitas gempa yang terjadi sebenarnya didominasi oleh gempa dengan magnitudo kurang dari 4,0. Dari seluruh gempa yang terjadi hanya 3 gempa saja memiliki magnitudo 5,0,” katanya dikutip dari siaran persnya.
Belum ada laporan kerusakan
Daryono menjelaskan, ada beberapa sebab yang diduga melatarbelakangi aktivitas gempa beruntun ini. Pertama, struktur Sesar Saddang dikenal sebagai sesar aktif, tetapi sudah lama tidak memicu gempa signifikan. Sehingga wajar jika sesar ini berada dalam fase akumulasi stress dan saatnya melepaskan energi yang dimanifestasikan sebagai aktivitas gempa yang beruntun kejadiannya.
Kedua, ada dugaan bahwa meningkatnya aktivitas kegempaan Mamasa terpicu oleh gempa kuat magnitudo 7,4 yang baru saja terjadi di Palu dan Donggala. Sangat mungkin bilamana transfer stres statis yang positif dan besar mereaktivasi Sesar Saddang, yang letaknya di sebelah selatan Sesar Palu Koro.
Meskipun belum ada laporan terjadinya kerusakan bangunan rumah sebagai akibat dampak gempa, tetapi dengan seringnya terjadi gempa dirasakan telah menjadikan masyarakat Mamasa menjadi resah. Hal ini wajar karena wilayah Mamasa selama ini termasuk kawasan aktivitas kegempaan rendah, dan catatan gempa merusak di daerah ini sangat jarang. Sehingga wajar jika masyarakat setempat menjadi resah akibat adanya aktivitas gempa yang dinilai tidak lazim ini.
Untuk menciptakan ketenangan masyarakat di Mamasa, BMKG sudah memberangkatkan tim survei untuk memberikan penjelasan dan sosialisasi mitigasi gempa di Mamasa. Ini penting agar masyarakat setempat menjadi lebih waspada, dan memahami cara-cara selamat dalam menghadapi gempa.
Daryono mengimbau kepada masyarakat Mamasa dan sekitarnya agar tetap tenang dan waspada, tidak mudah terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. “Semoga aktivitas gempa yang terus terjadi ini segera berakhir,” ucapnya.
Tim Ahli BMKG Diterjunkan
Guna mengantisipasi kepanikan yang terus berlanjut, tim ahli dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kabupaten Majene, Sulbar, melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat di Mamasa.
Tim telah melakukan peninjauan langsung ke salah satu titik gempa yang terletak di Desa Kariango, Kecamatan Tawalian, Kabupaten Mamasa. Berdasarkan koordinat yang ada, gempa dengan magnitudo 5,2 telah terjadi di wilayah ini pada Sabtu dini hari, 10 November 2018.
Selain memastikan kondisi wilayah yang diterjang gempa, tim BMKG juga memberikan informasi kepada masyarakat terkait informasi bohong soal tanah retak dan longsor akibat gempa.
“Tim ahli BMKG yang ditemani puluh warga sudah melakukan pemantauan dan tidak ditemukan hal tersebut,” kata Kaharuddin, salah satu tim ahli kegempaan BMKG, saat dihubungi pada Minggu, 11 November 2018.
Karena itu, Kaharuddin mengimbau kepada masyarakat di Mamasa tidak mudah percaya dengan informasi yang beredar di sosial media tentang dampak gempa yang terjadi selama sepekan ini.
“Warga diharapkan hanya mempercayai informasi dari pemerintah dan badan resmi,” katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Kariango, Paulus menyampaikan, hampir sebagian besar masyarakat Mamasa telah mempercai isu bohong terkait kondisi alam paska gempa terjadi. Meski banyak informasi bohong beredar, tapi Paulus tidak mempermasalahkan warga yang mengungsi.
“Memang ada warga yang meninggalkan Mamasa. Mereka Tinggal di Mamuju dan Polewali Mandar,” katanya.
Hingga hari ini, BNPB daerah Kabupaten Mamasa mencatat tidak kurang dari 15.000 warga yang mengungsi dan tinggal di luar rumah. Mereka tersebar di 14 titik lokasi pengungsian yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat.[]