Dihapus, Aplikasi Pelacak Covid di China Kini Sudah Tidak Digunakan

Ilustrasi China menghapus aplikasi pelacak covid (Foto Istimewa)
HONG KONG – China makin melonggarkan aturan ketatnya terkait dengan pembatasan Covid-19, menyusul protes massal yang pecah akhir bulan lalu.
Usai melonggarkan beberapa pembatasan di sejumlah kota, China pun dilaporkan telah menghapus aplikasi pelacak Covid-19, yang segera disambut dengan suka cita oleh warganya.
Dilaporkan Reuters, bahwa pada Senin tengah malam waktu setempat, pihak berwenang mulai menonaktifkan aplikasi ‘kode perjalanan’, yang melacak apakah warganya melakukan perjalanan ke daerah yang dilanda Covid-19. Pada saat itu juga, empat perusahaan telekomunikasi China mengatakan akan menghapus data pengguna yang terkait dengan aplikasi tersebut.
Langkah itu merupakan pelonggaran terbaru dari sejumlah aturan anti-virus China, yang dikenal menjadi yang terberat di dunia. Minggu lalu, otoritas China lebih dulu melonggarkan pembatasan, termasuk menyetop karantina hingga pengujian wajib sebelum melakukan sejumlah kegiatan publik.
“Selamat tinggal kode perjalanan, saya harap tidak akan pernah bertemu dengan Anda lagi,” tulis sebuah postingan di platform media sosial Weibo, di mana warganet bersorak atas ‘kematian’ sebuah aplikasi yang dikhawatirkan dapat digunakan untuk pengawasan massal.
Selama ini, kode perjalanan telah digunakan terutama untuk melacak perjalanan domestik warga. Sementara, pihak berwenang juga menggunakan apa yang disebut kode kesehatan yang harus dipindai oleh penduduk untuk memasuki tempat umum untuk memeriksa apakah mereka mungkin telah melakukan kontak dengan virus.
Meskipun China belum mengumumkan bahwa kode kesehatan akan dihapus, beberapa kota termasuk Shanghai mengatakan penduduk tidak lagi diharuskan menunjukkan kode tersebut saat memasuki tempat-tempat seperti toko dan restoran.
Pelonggaran kontrol ini, yang baru terjadi tiga tahun setelah pandemi, datang setelah protes bersejarah terhadap pembatasan yang merusak ekonomi, di mana Presiden Xi Jinping telah berupaya memperjuangkan kebijakan tersebut.
Meski kelegaan atas pembatasan nol-Covid mulai dirasakan minggu lalu, ada kekhawatiran China akan membayar harganya karena ‘terlalu ketat’ dalam melindungi 1,4 miliar penduduknya. Potensi lonjakan infeksi diprediksi akan terjadi selama liburan Tahun Baru Imlek bulan depan, ketika orang bepergian ke seluruh negeri bersama dengan keluarga mereka.
Momen tersebut tetap menimbulkan bahaya lantaran populasi China tidak memiliki ‘kekebalan kelompok’. Di saat bersamaan, negara itu masih mengantongi tingkat vaksinasi yang relatif rendah di kalangan orang tua, kata sejumlah analis.
Antrean panjang di luar klinik demam juga menjadi tanda kekhawatiran bahwa gelombang infeksi sedang meningkat, meskipun penghitungan resmi kasus baru cenderung lebih rendah dalam beberapa pekan terakhir karena pihak berwenang mengurangi pengujian.
Di ibu kota China, Beijing, antrean orang di luar klinik demam di salah satu rumah sakit di distrik kelas atas Chaoyang membentang sejauh 30 meter, menurut seorang saksi Reuters.
Namun, utusan Beijing untuk AS telah menyampaikan keyakinannya, bahwa China akan semakin melonggarkan pembatasan dalam waktu dekat. Begitu pula dengan aturan perjalanan internasional ke negara itu, yang akan dibuat menjadi lebih longgar.
Diketahui, China telah menutup perbatasannya untuk perjalanan internasional sejak pandemi pertama kali meletus di Wuhan pada akhir 2019. Penerbangan internasional masih berada di tingkat yang lebih rendah daripada masa pra-pandemi, dengan setiap kedatangan diwajibkan menjalani karantina selama delapan hari.
Hong Kong, yang memiliki kontrol perbatasan yang tidak seketat China daratan, juga makin menunjukkan tanda-tanda pelonggaran pembatasan. Pusat keuangan global ini mengatakan akan mencabut persyaratan yang mengatur agar pelancong tidak datang ke bar atau restoran selama tiga hari pertama kedatangan mereka.
Hong Kong juga akan menghapus aplikasi pelacakan mobilitasnya yang mengatur akses ke restoran dan tempat-tempat seperti pusat kebugaran, klub, dan salon, kata Kepala Eksekutif John Lee pada Selasa.
Sementara pencabutan kontrol dipandang mencerahkan prospek pertumbuhan global dalam jangka panjang, analis mengatakan bisnis China masih akan kesulitan dalam beberapa minggu ke depan, karena gelombang infeksi telah mengurangi staf dan membuat konsumen waspada.[]
Sumber Reuters