Dilema Mie Instan Menurut Menteri Penanaman Modal
JAKARTA – Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, mi instan yang dihasilkan dari tepung bukan dari gandum ternyata berbeda dari yang menggunakan tepung terigu dari gandum.
Karena itu, imbuh dia, perekonomian Indonesia akan selalu dikaitkan dengan perkembangan global. Kecuali, semua kebutuhan Indonesia sudah bisa dipenuhi dari dalam negeri.
Dia pun mencontohkan konsumsi gandum Indonesia, yang sepenuhnya mengandalkan pasokan impor. Sementara saat ini, 2 produsen terbesar gandum dunia tengah berperang, yaitu Rusia-Ukraina.
Begitu juga dengan minyak, di mana Indonesia juga masih membutuhkan tambahan impor. Itu sebabnya, kata dia, semakin besar Indonesia mengimpor minyak, semakin besar dampak perang Rusia-Ukraina ke Indonesia.
“Perang Rusia-Ukraina ini bukan hanya perang kedaulatan. Jangan terkecoh. Ada perang ekonomi di situ. Indonesia salah satu negara yang dirugikan,” kata Bahlil saat pemaparan Realisasi Investasi Kuartal-III dan Januari-September 2022 di Jakarta, Senin (24/10/2022).
“Karena itu, orang selalu bilang, ngapain pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu dikaitkan dengan global? Saya bilang, terkecuali kita punya kebutuhan semuanya ada di dalam negeri. Gandum, kan kita 100% impor,” tambahnya.
Jika gandum tidak masuk ke Indonesia, ujar dia, tidak akan ada produksi mi instan untuk dikonsumsi orang di Indonesia.
Padahal, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengutip data dari World Instan Noodles Association (WINA), pada tahun 2021 Indonesia merupakan negara kedua mengonsumsi mi instan terbesar di dunia. Yaitu, sebanyak 13,27 miliar bungkus, atau 11,2% dari konsumsi mi instan dunia yang mencapai 118,18 miliar bungkus.
Kemenperin mencatat, produksi mi instan dalam negeri tahun 2021 mencapai 1,2 juta ton dengan volume ekspor sebesar 153 ribu ton atau senilai US$246 juta.
“Kalau nggak ada gandum, nggak bisa makan ‘Pop Mie’ (mi instan), nggak bisa makan ‘Indomie’. Saya kan waktu kuliah dibesarkan dengan ‘Pop Mie’ soalnya, sampai sekarang pun masih suka makan ‘Pop Mie’,” ujarnya.
“Katanya, sekarang lagi dicari bahan baku substitusi gandum. Tapi, saya diskusi dengan tokoh pemain tepung untuk ‘Pop Mie’. Menyatakan, kualitasnya nggak akan menyamai gandum,” ungkap Bahlil.
Sementara, dia menambahkan, saat ini, Rusia dan Ukraina termasuk produsen utama gandum dunia.
“Sekarang, berapa harga gandum? Jadi, Rusia dapat keuntungan, begitu perang, minyak produksi terus, jualan terus. Kita jangan terkecoh,” tukas Bahlil.
Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat, harga tepung terigu di dalam negeri sudah mencapai Rp13.000 per kg secara rata-rata nasional per 21 Oktober 2022.
Harga ini melonjak 20,37% dibandingkan 1 Maret 2022, tepatnya setelah perang Rusia-Ukraina pecah. Kala itu, harga tepung terigu tercatat di level Rp10.800 per kg.
Untuk bahan bakunya, yaitu gandum, chart Tradingeconomics mencatat, harga di sesi perdagangan hari ini, Senin (24/10/2022 pukul 13.13 WIB) turun ke kisaran US$8,48 per bushel.
Harga gandum sempat ‘meledak’ ke level tertinggi dalam satu dekade, di kisaran US$12,77 per bushel pada 17 Mei 2022, atau 2 bulan lebih sejak perang berlangsung.[]