April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Dimata PL PPTKIS, Menjadi Pekerja Migran, “Virus” yang Menular

2 min read

MADIUN – Tak dipungkiri, setiap hal kasat mata yang dibawa pulang, setiap perubahan yang terjadi dalam kehidupan pekerja migran, terutama di kampung halaman, selalu menjadi sorotan setidaknya tetangga kiri dan kanan. Hal tersebut wajar sekali tentunya disaat situasi dan kondisi perekonomian yang tidak bisa dianggap mudah bagi semua kalangan.

Kantong pekerja migran, yang merupakan sebuah kawasan dimana penduduknya mayoritas memiliki anggota keluarga yang bekerja ke luar negeri menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) sejatinya tidak dengan serta merta terjadi begitu saja.

Kampung yang menjadi kantong pekerja migran tersebut selalu diawali oleh keberhasilan satu hingga beberapa orang perintis yang terlebih dahulu memulai bekerja ke luar negeri bertahun-tahun sebelumnya.

Hasil dan perubahan yang dinampakkan dan terlihat oleh warga sekitarnya inbilah yang kemudian memantik ketertarikan untuk mengikuti jejak menjadi pekerja migran.

Bagi seorang pialang tenaga kerja yang meskipun diatas kertas saat ini sudah tidak ada, namun faktanya masih tetap ada dan beroperasi menjaring calon pekerja migran dengan berkoordinasi pada PPTKIS tertentu, kondisi demikian menjadi peluang besar.

S alias G, seorang pialang atau populer dengan sebutan PL bahkan harus banyak belajar tentang berbagai hal, utamanya bagaimana merancang perekonomian saat dirinya “merayu” calon pekerja migran.

“Mengetahui tentang asuransi pendidikan, tentang strategi investasi, memberi contoh mereka yang sudah berhasil, itu sangat penting saat saya mencari calon TKW. Jadi saat saya mencari dan mendekati agar ikut di PT tempat saya bernaung, tidak dengan cara merayu dengan uang saku belaka, tapi dengan memberi wawasan kalau bekerja di luar negeri itu membangun masa depan, dan begini caranya membangun masa depan” beber S kepada ApakabarOnline.com.

Meski tidak banyak diminati lantaran menurut S dipengaruhi oleh kemampuan calon PMI memahami penjelasannya, namun setidaknya, S melihat mayoritas PMI yang berangkat melalui “besutannya” saat ini terbilang berhasil menata masa depan mereka terutama dari sisi perencanaan yang matang, serta pengelolaan hasil kerja yang tepat sasaran.

“Rata-rata pasti tergiur dengan contoh keberhasilan, tapi hanya sedikit yang serius mau berjuang mengikuti cara mereka yang berhasil. Karena mungkin malas dan tidak mau repot mikir. Yang penting kerja, dapat uang. Beres” imbuhnya.

Belasan tahun lamanya menjadi PL sebuah PPTKIS, S mengaku sudah tak terhitung lagi berapa banyak jumlah PMI yang berangkat melalui jasanya. Namun dia mampu menghitung berapa banyak PMI yang setelah pulang, berhasil menata dan merencanakan kehidupannya.

“Yang begitu itu yang sangat saya sayangkan. Padahal kesempatan, tapi tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya. Setelah pulang ke Indonesia, habis, tidak punya apa-apa lagi. Berbeda dengan yang selama menjadi TKW sadar dan berniat ngempet semuanya, setelah pulang, anak-anaknya jadi orang mapan, ekonominya juga kuat karena punya investasi yang menghasilkan, tidak perlu lagi menemui saya untuk minta diproses kerja keluar” jelasnya.

Apa yang dilihat dan diungkapkan oleh S sejatinya merupakan kenyataan yang selama ini terjadi utamanya di kawasan Madiun Raya. Pilihan habis dikonsumsi atau investasi, merupakan dua hal yang selama belasan tahun S lihat sebagai sebab, bagaimana seorang PMI memiliki kondisi kehidupan setelah pulang ke kampung halaman.

“Tapi apapun adanya, menjadi TKW itu virus yang menular” pungkas S. []

Advertisement
Advertisement