April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Diperlakukan Tak Manusiawi, Sejumlah PMI Unprosedural di Kamboja Sebar Permintaan Tolong Lewat Sosial Media

3 min read

JAKARTA – Sejumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) diduga mendapatkan perlakuan tak wajar, oleh salah satu perusahaan yang berkedok usaha jasa layanan pinjaman online di Kota Chery Thum, Kamboja.

Hal tersebut diketahui berdasarkan surat bertulis tangan, pada bekas kotak bungkusan dari enam pekerja yang berhasil melarikan diri dari tempat kerjanya.

Surat tersebut ditujukan kepada kepada anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, Sudirman. Pengiriman dilakukan dalam bentuk foto ke nomor Whatsapp salah satu Staf Ahli dari senator tersebut.

“Kebetulan enam pekerja yang berhasil melarikan diri, salah satu dari mereka berasal dari Aceh, yakni Zihan Salsabila dari Kabupaten Pidie Jaya,” kata Haji Uma–sapaan akrab–Sudirman kepada AJNN, Senin, 20 Februari 2023.

Haji Uma menambahkan, sementara kelima PMI lainnya yaitu Muhammad Saputra asal Sumatera Utara (Sumut), Niken Prihatin dari Jawa Timur, Rofuan Maindra berasal DKI Jakarta, Finan Hendra asal Sumut dan Riko Alexander dari Kalimantan Barat (Kalbar).

“Dalam surat tersebut, mereka menceritakan terkait perlakukan sangat tidak wajar dan manusiawi yang diterima pekerja Indonesia di sana,” ujar Haji Uma.

Haji Uma menambahkan, bahkan, ada rekan mereka yang dikurung bahkan diestrum hanya karena lupa menyerahkan handphone saat akan masuk kerja.

“Mereka juga didenda pemotongan gaji jika tidak mencapai target yang dibebankan, bahkan disuruh lari keliling lapangan hingga 10 kali. Mereka dipaksa bekerja selama 12 jam dan lembur tanpa dibayar,” tuturnya.

Selain itu, tambah Haji Uma, ada pekerja yang paspor dan dokumen lainnya ditahan perusahaan ketika kontrak kerjanya telah selesai dan berniat untuk kembali ke Indonesia.

“Akibatnya, mereka tidak bisa membeli tiket penerbangan dan keluar dari Kamboja,” jelas Haji Uma.

Masih dikatakan Haji Uma, sehingga, hal tersebut yang membuat enam pekerja Indonesia nekat dan berhasil melarikan diri dari lokasi tempat mereka bekerja.

“Namun mereka tidak tahu harus kemana, dan bagaimana agar mendapatkan perlindungan dan dapat kembali ke Indonesia,” ucapnya.

Saat ini, sebut Haji Uma, keenam pekerja yang melarikan diri tersebut bersembunyi di suatu tempat dan tidak berani keluar karena takut dan menghindari kejaran pihak perusahaan.

“Mereka juga tidak bisa bergerak untuk mencari perlindungan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Phen, karena tidak punya bekal serta dokumen paspor ditahan perusahaan,” kata Haji Uma.

Haji Uma mengaku, sangat prihatin dengan kondisi PMI di Kamboja setelah menerima surat dari mereka yang berhasil kabur. Bahkan, komunikasi intensif dengan pekerja yang berhasil lolos dan mengirim surat kepada dirinya telah dilakukan oleh Staf Ahlinya, Muhammad Daud.

Selain itu, dirinya juga telah berkoordinasi dan mengirim surat resmi pada 26 Februari 2023 kepada Direktur Perlindungan WNI/BHI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu RI) terkait upaya perlindungan kepada PMI di Indonesia.

“Saya dan staf ahli saya telah berkomunikasi intens dengan mereka, guna mendapatkan informasi detail terkait kondisi mereka dan rekannya di sana. Selain itu, saya juga telah mengirimkan surat resmi ke Yudha Nugraha, selaku Direktur Perlindungan WNI/BHI Kemenlu upaya perlindungan dan evakuasi para pekerja kita dari Kamboja,” jelasnya.

Haji Uma juga menjelaskan kronologis bagaimana para pekerja migran Indonesia sampai bekerja di Kamboja, berdasarkan cerita disurat mereka ke dirinya.

Mereka mendapat informasi dan tawaran kerja di Kamboja tersebut dari Facebook dengan iming gaji besar dan kerja santai. Namun setelah bekerja, kondisinya bertolak belakang dari yang dijanjikan. Bahkan, mereka mulai tahu jika perusahaan tersebut melakukan praktik penipuan berkedok layanan jasa pinjaman online.

Target teritorial operasi perusahaan tersebut adalah Indonesia, namun mereka operasinya dijalankan dari Kota Chery Tum, Kamboja.

Mereka mensasar orang warga Indonesia sebagai korban dengan modus menawarkan pinjaman online. Cara kerjanya menggunakan aplikasi, sebelum pencairan pinjaman, nasabah diharuskan membayar 10 persen dari total pinjaman untuk mendapatkan kode OTP.

Setelah itu, mereka akan menipu dan meminta biaya lagi dari nasabah dengan cara mengirim kode OTP yang salah dan kembali meminta biaya.

“Dari cerita mereka, target wilayah utama operasi mereka adalah Indonesia dan ini merupakan modus penipuan berkedok pinjaman online,” sebut Haji Uma.

Sambungnya, Nasabah tidak akan pernah mendapat pinjaman dan bahkan akan terus diminta biaya untuk proses pencairan pinjaman.

“Sementara pekerja dipaksa mendapatkan target dan mereka di bawah tekanan, satu sisi mereka berat hati sebab korbannya warga Indonesia, namun disisi lain mereka takut dan terpaksa melakukannya”, beber Haji Uma.

Haji Uma mengaku berkomitmen untuk terus menindaklanjuti dan mengawal upaya pemerintah agar memberikan perlindungan dan evakuasi para pekerja Indonesia di Kamboja.

Menurutnya, ini adalah kasus kedua, dimana kejadian serupa sebelumnya yakni menimpa dua warga Aceh di Myanmar.

“Kita akan terus menindaklanjuti dan mengawal kasus ini hingga para PMI mendapat perlindungan dan evakuasi untuk keluar dari Kamboja. Insya Allah saya masih berkomunikasi terus dengan direktur Perlindungan WNI/BHI Kemenlu terkait masalah ini, dan pihak kemenlu dan KBRI  sedang bekerja dan menindaklanjutinya,” imbuhnya. []

Sumber Journal Network

Advertisement
Advertisement