April 23, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Disebut Alami Peningkatan, MA Tampik Pandemi Pengaruhi Jumlah Perceraian

2 min read

JAKARTA – Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag), Mahkamah Agung (MA), Aco Nur mengatakan bahwa pandemi covid-19 berdampak pada kasus perceraian tidak signifikan. Jumlah perkara perceraian yang dipicu oleh masalah-masalah yang muncul akibat pandemi hanya sekitar dua persen dari total perkara yang masuk ke pengadilan.

Dalam webinar mengenai masalah dan solusi perkara perceraian di Indonesia pada Kamis (3/9) Aco tak menampik pandemi covid-19 memang memengaruhi kondisi ekonomi sebagian warga. Namun, tidak sampai menjadi pemicu utama perceraian suami-istri.

Menurut dia, perkara perceraian yang masuk ke pengadilan sepanjang Januari–Agustus 2020 lebih banyak disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran terus menerus pasangan suami istri, faktor ekonomi, dan satu pihak meninggalkan pihak yang lain.

Kondisi pengadilan agama yang belakangan sering penuh, ia melanjutkan, tidak bisa menjadi indikator peningkatan kasus perceraian karena warga tidak hanya datang ke pengadilan untuk mengurus perceraian.

“Mereka yang datang ke pengadilan itu tidak mengurus perceraian saja tapi ada perkara lain. Tidak bisa diambil kesimpulan bertumpuknya orang di pengadilan akibat covid-19 atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau sekadar dirumahkan. Ada efek pandemi tapi tidak signifikan,” jelas Aco.

Di samping itu, ia mengatakan, selama pandemi protokol kesehatan mewajibkan pengunjung pengadilan menjaga jarak. Sehingga, sebagian warga harus menunggu di luar karena kapasitas ruang pengadilan terbatas.

“Sarana prasarana yang ada di kami misalnya 100 kursi tidak boleh diisi semua, hanya 50 yang bisa. Sisa 50 berada di luar ruangan kemudian pengadilan terlihat menumpuk,” urai Dirjen Badilag MA ini.

Aco menilai ketahanan keluarga di Indonesia masih tergolong kuat. Tak mudah terganggu oleh masalah-masalah yang muncul akibat pandemi covid-19.

“Saya menilai masih ada harapan umat Islam mempertahankan rumah tangganya meski ada efek dari lapangan kerja, pendapatan hilang, sehingga kehidupan rumah tangga berkurang pendapatannya,” sebut Aco.

Ada sembilan kewenangan yang ditangani pengadilan agama di Indonesia. Yakni, perkawinan, waris, wasiat, hibah. Kemudian, wakaf, zakat, infak, sedekah dan ekonomi syariah.

Perkara terkait perkawinan yang ditangani pengadilan agama ada 22. Seperti Izin beristri lebih dari seorang, dispensasi kawin, pencegahan perkawinan, pembatalan perkawinan, gugatan perceraian.

Kemudian, izin melangsungkan perkawinan bagi orang belum berusia 21 tahun, apabila orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat. Penolakan perkawinan oleh pegawai pencatat nikah.

Selanjutnya, gugatan kelalaian atas kewajiban suami istri, perceraian karena talak. Penyelesaian harta bersama, penguasaan anak-anak.

Memutuskan hak ibu untuk memikul biaya kehidupan dan sekolah anak, jika suami tidak bertanggung jawab. Kewajiban memberi biaya hidup dari mantan suami pada mantan istri. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak dan pencabutan kekuasaan orang tua.

Berikutnya, pencabutan kekuasaan wali, penunjukan wali. Penetapan adopsi anak dalam hukum Islam. Kemudian, putusan menolak pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan beda agama. []

Advertisement
Advertisement