Disnaker Jatim : Jumlah Pekerja Migran Perempuan Naik 11 Persen
SURABAYA – Bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur mencatat, terdapat peningkatan jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) perempuan sebesar 11,26 persen.
Kepala UPT Pelayanan dan Perlindungan Tenaga Kerja UPT P2TK Disnakertrans Provinsi Jawa Timur Budi Raharjo menyatakan, per 2019, jumlah PMI perempuan sebanyak 51.437 orang atau 74,83 persen dibandingkan PMI pria.
”Sementara pada 2020, PMI perempuan sebanyak 32.137 orang atau 86,09 persen. Kenaikan itu salah satunya disumbang dampak Covid-19. Selain itu, ada negara-negara yang masih membutuhkan PMI. Negara dengan kebutuhan PMI perempuan terbesar adalah Hongkong dan Taiwan,” papar Budi pada Senin (08/03/2021).
Mayoritas PMI perempuan di Jatim datang dari Kabupaten Ponorogo, Blitar, Malang, Tulungagung, dan Kabupaten Banyuwangi. Selama 2020, terdapat beberapa masalah yang dihadapi PMI perempuan. Di antaranya adalah jumlah PMI yang menjabat di bidang informal lebih besar.
”Sehingga rentan terjadi permasalahan dan perlu perlindungan optimal. Selain itu, remitansi atau pengiriman uang dari tempatnya bekerja ke daerah asal di Jawa Timur belum digunakan untuk aktivitas produktif. Terakhir, masih besarnya jumlah pengiriman PMI jalur unprosedural,” ungkap Budi.
Kepala Disnakertrans Jatim Himawan Estu Bagijo memaparkan, terdapat beberapa upaya pencegahan. Yakni pembangunan dan pengelolaan LTSA ( Layanan Terpadu Satu Atap).
”LTSA ini difokuskan untuk membantu kemudahan layanan dokumen, transparansi biaya layanan, dan mengefektifkan birokrasi yang melayani, serta memberantas calo dokumen,” ujar Himawan.
Selain itu, kata dia, pihaknya mengembangkan akses informasi dan bursa kerja berbasis website. Hal itu sebagai upaya membantu pemahaman prosedur, hak dan kewajiban dan risiko bekerja ke luar negeri.
”Ini juga untuk menekan calo-calo yang sering menjanjikan kemudahan dan iming-iming gaji tinggi,” papar Himawan.
Upaya lain adalah menggandeng pamong desa atau tokoh untuk melakukan sosialisasi pada warga. Serta melakukan program bantuan pelatihan dan sertifikasi bagi calon pekerja migran terutama warga miskin atau kepala keluarga pekerja utama.
”Ada juga penerapan program Jatim Migrant Care meliputi program bantuan pelatihan dan sertifikasi kompetensi, peningkatan akses bursa kerja, pemberdayaan vokasi pekerja migran purna beserta keluarganya secara produktif, serta pengembangan akses informasi, konsultasi pendampingan pekerja migran bermasalah beserta keluarganya dan program pendidikan keluarga (community parenting),” tandas Himawan. []