Ditinggal Ibunya jadi PMI, Belasan Balita di Bima Derita Gizi Buruk
JAKARTA – Temuan kasus gizi buruk di Kabupaten Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun ini meningkat dibandingkan tahun 2021 lalu. Jika setahun sebelumnya hanya 13 kasus, kini di tahun 2022 baru sampai Agustus ini sudah tercatat sebanyak 14 kasus. Sebagian besar dari balita itu ditinggalkan oleh ibunya pergi bekerja ke luar negeri menjadi PMI
“Agak naik tahun ini, sampai Agustus saja sudah 14 kasus,” jelas Koordinator Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan (Dikes) Kabupaten Bima, Erma Suryani yang dikonfirmasi, Senin (15/08/2022).
14 kasus tersebut kebanyakan ditemukan di wilayah ujung timur Kabupaten Bima, seperti di Kecamatan Lambu dan Sape. Baru kemudian disusul oleh kecamatan lain seperti Woha, Monta, Bolo, Wera, Madapangga dan sejumlah wilayah lainnya.
“Rata-rata balita yang menderita gizi buruk ini di bawah usia 5 tahun. Mereka dirawat di Puskesmas dan sebagian lain ada juga di RSUD Bima,” jelas alumni Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar ini.
Selain karena orang tuanya telah cerai, ibu dari 14 balita tersebut sebagian besar bekerja sebagai PMI di luar negeri seperti Taiwan dan Hong Kong. Mereka tinggalkan buah hatinya karena alasan himpitan ekonomi, ada yang baru berusia setahun hingga dua tahun.
Praktis bayi mereka diasuh oleh neneknya yang sudah Lanjut Usia (Lansia), bahkan menggunakan jasa orang lain. Sehingga terjadi kesalahan polah asuh yang diberikan, selama orang tua kandung balita tersebut bekerja di luar negeri.
“Yang namanya dirawat oleh orang lain pasti terlantar. Sebenarnya balita di bawah 5 tahun itu, harus minum Air Susu Ibu (ASI). Tidak boleh berikan asupan lain selain ASI. Karena lambung balita belum cukup kuat mengolah makanan lain,” terangnya.
Karena ditinggal pergi oleh ibunya, otomatis bayi mereka diberikan asupan lain yang sejatinya belum diperkenankan. Tidak heran jika sebagian besar 14 balita tersebut memiliki penyakit penyerta sebelum menderita gizi buruk. Penyakit penyerta itu seperti diare, Tuberkulosis (TBC) dan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (Inspa).
“Penyakit itu muncul, karena kesalahan polah asuh tadi. Sehingga berujung balita yang bersangkutan menderita gizi buruk,” ujarnya.
Kendati demikian, Erma Suryani mengaku kondisi 14 balita penderita gizi buruk ini sudah mulai membaik. Bahkan sebagian besar sudah kembali pulih dengan berat badan normal seperti balita pada umumnya.
“Alhamdulilah ini berkat perawatan intensif yang diberikan,” terang dia.
Menekan kasus tersebut, pihaknya intens sosialisasi kepada masyarakat melalui program posyandu. Para orang tua diberikan pendidikan bagaimana pencegahan dini, hingga pertolongan pertama jika balita menderita gejala gizi buruk. []
Sumber Indonesian Times