Durasi Karantina Menjadi 7-10 Hari, Epidemiolog : 97% Gejala Corona Muncul di Hari ke 11
JAKARTA – Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (03/01/2022) lalu memangkas masa karantina bagi warga yang baru saja berpergian dari luar negeri.
Masa karantina 14 hari diterapkan bagi orang yang datang dari negara yang telah menemukan kasus transmisi lokal varian baru Covid-19 Omicron diubah menjadi 10 hari. Sedangkan karantina 10 hari yang diberlakukan bagi orang yang datang dari negara lainnya diubah menjadi 7 hari.
Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menyebutkan masa karantina yang paling memadai dan kuat dari masa inkubasi 5-6 hari.
“Sekarang bahkan ditemukan 97 persen data-data mulai menunjukkan gejala hari ke-11 dan 12 sehingga karantina 14 hari amat disarankan,” ujar Dicky Budiman, Selasa (4/1/2022) ketika dikonfirmasi.
Ia menyebutkan kalaupun sekarang masa karantina misalnya diperpendek lagi oleh pemerintah menurut Dicky Budiman harus ada penguatan.
“Karena bicara ancaman Covid-19 ini kita harus betul-betul memperkuat respon. Dalam hal ini karantina dan isolasi adalah setengah dari respon itu,” kata Dicky Budiman.
Lebih lanjut ia menjelaskan masa karantina paling minimal itu 7 hari, dengan alasan masa inkubasi singkat itu 3-5 hari ditambah 7 hari plus status vaksinasi penuh.
“Namun menurut saya ini juga agak gambling karena ada kasus di Taiwan dia baru muncul kasus di hari ke-12. Maka banyak negara yang mengambil masa karantina minimal 14 hari. Ini ada plus dan minus tapi menurut saya beresiko. Jadi kalau mau 7 hari kalau menurut saya kriterianya bukan saja vaksinasi penuh tapi juga sudah di-booster. Untuk di bawah 60 tahun artinya dia vaksinasi keduanya belum 7 bulan,” terang Dicky Budiman.
Dicky memberikan contoh, sebelum seorang warga pelaku perjalanan luar negeri keluar dari tempat karantina di hotel misalkan di hari keenam dia mendapat hasil PCR yang negatif.
“Misalnya PCR di hari keenam jam 5 sore negatif, kemudian 12 jam setelahnya di hari ketujuh juga harus negatif. Ini yang akan menambah kekuatan dari keamanan 7 hari itu. Tapi ini harus benar-benar di monitor untuk memastikan supaya tidak ada lolos. Harus ada Aplikasi Peduli Lindungi, setelah keluar 7 hari itu dia jangan ke fasilitas umum, dibatasi aktivitasnya, menggunakan masker, dan melaporkan ke Faskes setempat,” lanjut Dicky Budiman.
Ia juga menekankan pintu masuk ke Indonesia diperketat, meskipun ini tidak terlalu efektif. Karena Omicron sudah masuk. Ia menyebutkan ada empat hal yakni restriksi di pintu masuk, mobilitas di dalam negeri, yang bergerak adalah mereka yang sudah vaksinasi penuh.
“Perayaan-perayaan jangan dulu. Deteksi dini penting, peningkatan surveilans, peningkatan testing dan tracing khususnya di kelompok yang berpotensi. Misalkan crew dan penumpang pesawat, pejabat pemerintah. Proteksi ini vaksinasi, booster, APD. Literasi, komunikasi resiko harus dibangun untuk meningkatkan kewaspadaan bukan pengabaian,” kata Dicky Budiman.
Situasi pandemi Covid-19 yang amat dinamis dikatakannya membuat pemerintah harus beradaptasi dengan berbagai fenomena Covid-19 di negara lainnya dan diadaptasi dengan situasi di dalam negeri.
“Kita harus melihat konteks masyarakat Indonesia z bagaimana kepatuhannya, potensi efektifitas di lapangan. Semua faktor ini menjadi pertimbangan selain pendekatan science. Boleh 7-10 hari tapi kriterianya dinaikkan seperti vaksinasi kedua sudah, bahkan booster, dan 2 test hasil negatif dalam 24 jam jeda menjadi sangat penting selain tempat dan lokasinya,” pungkas Dicky Budiman. []