Fakta Fakta Ambruknya Gedung Pesantren di Sidoarjo yang Menimbun Puluhan Santrinya

JAKARTA – Setidaknya 3 orang santri meninggal dunia dan puluhan santri luka-luka parah hingga ringan karena ambruknya musala di Pondok Pesantren Al-Khoziny, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (29/9/2025) lalu. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, masih ada 38 santri lainnya yang terjebak reruntuhan.
Adapun korban luka-luka dirawat di sejumlah rumah sakit setempat, semisal RSUD RT Notopuro dan Rumah Sakit Islam (RSI) Siti Hajar, Sidoarjo. Sebagian besar korban peristiwa nahas itu sudah dipulangkan.
Ambruknya musala Pesantren Al-Khoziny diduga terjadi karena kegagalan teknologi konstruksi. Pada saat peristiwa terjadi, sedang ada proyek pengecoran di lantai empat musala.
Sekitar pukul 15.00 WIB, tiang fondasi bangunan patah karena tidak mampu menahan beban pengecoran. Akibatnya, bangunan runtuh hingga ke lantai dasar. Material bangunan menimpa para santri yang sedang salat dan para pekerja.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan insiden itu termasuk kategori bencana kegagalan teknologi yang perlu diantisipasi. Abdul menekankan pentingnya penerapan standar keselamatan konstruksi secara ketat agar kejadian serupa tidak terulang.
“Bangunan bertingkat, apalagi yang digunakan untuk kegiatan pendidikan dan dihuni banyak orang, harus diawasi ketat proses pembangunannya,” ujar Abdul seperti dikutip dari Antara, Rabu (1/10).
Hingga kini, proses evakuasi masih dijalankan. Menurut catatan BNPB, total korban yang telah dievakuasi sebanyak 102 orang. Sebanyak 91 orang di antaranya menyelamatkan diri secara mandiri, sedangkan 11 lainnya dievakuasi oleh tim SAR gabungan.
Adapun sejumlah santri yang masih terjebak di reruntuhan material bangunan sudah diketahui posisinya. “Satu dari 11 orang yang dibantu evakuasi ditemukan dalam kondisi meninggal dunia,” kata Abdul.
Kenapa proses evakuasi sulit dilakukan?
Sebanyak 330 orang dari Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP/Basarnas), BPBD Jatim, BPBD Kabupaten Sidoarjo, BPBD kabupaten/kota sekitar, Taruna Siaga Bencana, dan personel TNI-Polri telah diterjunkan untuk mengevakuasi para santri yang masih tertimbun retuntuhan.
Tiga ekskavator, dua crane, mobil heavy duty rescue (HDR) juga telah disiapkan untuk membantu proses evakuasi. Namun, evakuasi tidak dapat berjalan optimal. Tim SAR khawatir penggunaan alat berat menimbulkan getaran dan memicu reruntuhan baru.
“Proses evakuasi harus secara presisi dan kehati-hatian tinggi,” ujar Kepala Kantor SAR Surabaya Nanang Sigit seperti dikutip dari Kompas.id.
Basarnas sudah menginstruksikan agar alat berat hanya digunakan setelah dipastikan tak ada lagi korban yang masih hidup. Saat ini, tim SAR menggali lubang mini untuk menyalurkan makanan dan obat-obatan bagi korban yang masih tertimbun di bawah reruntuhan.
Benarkah santri dilibatkan dalam pengecoran musala?
Salah satu santri Al-Khoziny mengatakan para santri kerap dilibatkan dalam proses pembangunan bangunan pesantren. Pelibatan itu merupakan bentuk hukuman dari pihak pesantren untuk santri yang dianggap melanggar aturan.
“Itu ikut bantuin. Kalau santri enggak wajib itu. Cuma apa kayak hukuman, misal hukuman lah. Kayak enggak ikut kegiatan itu nanti disuruh bantuin ngecor gitu,” cerita santri tersebut seperti dikutip dari Detik.com, Rabu (1/10/2025).
Menurut santri tersebut, pelibatan santri dalam pengecoran sudah jadi semacam tradisi. Namun, ia menegaskan para santri hanya bertugas membantu para pekerja konstruksi.
Apa langkah pemerintah supaya peristiwa serupa tak berulang?
Ketua DPR RI Puan Maharani turut angkat bicara menyoal ambruknya musala di Pesantren Al-Khoziny. Ia meminta agar digelar audit menyeluruh untuk bangunan-bangunan pesantren di Sidoarjo.
“Aparat terkait, termasuk Kementerian PU, Kementerian Agama, dan pemerintah daerah, harus bekerja sama melakukan audit teknis bangunan. Juga pendampingan psikologis atau trauma healing bagi korban,” ujar Puan dalam keterangan resmi, Rabu (1/10)
Sebelumnya, Bupati Sidoarjo Subandi mengakui pembangunan gedung bertingkat di Al-Khoziny tidak berizin. Menurut dia, banyak pesantren di Sidoarjo membangun secara swadaya sesuai dengan kemampuan anggaran masing-masing pesantren.
”Nanti akan kita sosialisasikan kembali. Kalau ada pembangunan tidak dilengkapi izin akan dihentikan dulu. Kita tidak ingin musibah ini terulang kembali,” kata Subandi. []