December 17, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Gencar Disosialisasikan, Menjadi PMI Ilegal Rentan Terhadap TPPO dan Penipuan

2 min read

JAKARTA – Pekerja migran ilegal asal Indonesia yang bekerja di luar negeri disebut sangat rentan dan rawan terhadap kasus kejahatan seperti perdagangan manusia dan penipuan. Hal itu disampaikan Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Aceh dalam keterangannya kepada AJNN, Selasa (20/12/2022).

Kepala BP3MI Aceh, Jaka Prasetiyono mengatakan bahwa pekerja migran dibedakan menjadi dua yang pertama prosedural artinya berangkat secara resmi dan legal dan kedua berangkat secara unprosedural tanpa dokumen.

“Berdasarkan banyaknya kasus dan pengaduan yang terjadi, kebanyakan berasal dari pekerja migran Indonesia (PMI)  yang tidak berdokumen dan negara yang paling banyak ialah Malaysia. Akan tetapi jika  pekerja migran asal Aceh yang berdokumen lengkap atau resmi itu kebanyakan di negara seperti Jepang, Brunei Darussalam, kawasan timur tengah dan beberapa di eropa seperti Polandia,” katanya dinukil dari AJNN, Selasa (20/12/2022).

Lanjutnya, untuk pekerjaan pembantu rumah tangga di Aceh saat ini sedang moratorium di beberapa negara yang memiliki banyak kasus, seperti negara Malaysia dan Timur Tengah.

“Karena terlalu banyak kasus artinya di Aceh seandainya berangkat dengan pekerjaan pembantu rumah tangga di negara seperti Malaysia dan timur Tengah, berarti illegal. Moratorium sudah berjalan sejak 5 tahunan,” ucapnya

Jika terdapat kasus PMI yang melakukan pengaduan, sambungnya, kebanyakan merupakan pekerja illegal atau unprosedural dan untuk penanganannya tidak dapat terjangkau langsung. Namun terhubung melalui perwakilan Negara Republik Indonesia seperti kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Konsultan Jendral Republik Indonesia (KJRI) dan dilanjutkan hingga kasus dapat ditangani.

“Jenis laporan dan kasus beragam dominan gaji tidak dibayar, human trafficking, pekerjaan yang tidak sesuai perjanjian, yang mana di berangkatkan oleh sindikat,” ucapnya.

Kemudian, untuk pekerja di luar negeri memiliki skema, jika di luar skema tersebut maka terindikasi  ilegal. Skema itu terbagi menjadi empat yakni,  goverment to goverment (G to G), pemerintah indonesia bekerja sama  dengan pemerintah luar negeri, sejauh ini ada tiga negara yang melakukan kerja sama yaitu Jepang, Jerman, dan Korea Selatan.

“Skema kedua private to private (P to P)  perusahaan Indonesia bekerjasama dengan perusahaan yang ada di luar negeri. Ketiga Government to private (G to P) pemerintah Indonesia bekerjasama dengan perusahaan yang ada di luar negeri. Keempat skema mandiri yakni mencari dan mendapatkan pekerjaan sendiri kemudian melengkapi dokumen-dokumen, tetap melapor diri secara digital,” sebutnya.

Untuk persyaratan  sebagai pekerja migran procedural yakni harus memiliki  passport, visa, kontrak kerja, keterangan Kesehatan atau medical check dan izin wali, jika lima hal tersebut dimiliki maka termasuk prosedural atau legal.

“Namun kebanyakan masyarakat hanya mengetahui cukup dengan paspor saja, kami menyarankan jika warga Aceh ingin bekerja di luar negeri maka lengkapi dokumen karena jika tidak lengkap maka menjadi hal yang  paling rawan.  Banyak kasus dimana dikhianati oleh pimpinannya bahkan setelah bekerja tidak di bayar.  Sehingga kami menyarankan kalaupun ada warga  yang berminat kerja ke luar negeri lengkapi dokumen nya jika merasa bingung dapat hadir di kantor kita nanti akan di berikan bimbingan terhadap hak dan kewajiban yang harus di penuhi,” imbuhnya. []

Advertisement
Advertisement