Inspiratif, Bukan Mengirimkan Warganya Menjadi PMI, Tapi Begini Cara Desa Ini Menghasilkan Devisa dari Luar Negeri
JAKARTA – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank meyakini Desa Devisa binaannya dapat melakukan ekspor berkelanjutan seiring pendampingan dan pelatihan yang terus dilakukan perseroan.
Salah satu Desa Devisa binaan LPEI, Desa Devisa Kopi Subang, Jawa Barat, melalui Koperasi Gunung Luhur Berkah (GLB) yang menaungi petani di wilayah tersebut, berhasil melakukan ekspor perdana sebanyak 18 ton Kopi Arabika ke Arab Saudi.
“Sejak awal kami optimis dengan potensi Subang dengan komoditas kopinya, dikombinasikan dengan pelatihan yang kami berikan kepada para petani. Kolaborasi yang baik antara LPEI, Pemerintah Kabupaten Subang, koperasi, serta seluruh pihak lain yang terlibat merupakan faktor penting dalam keberhasilan ini,” kata Direktur Eksekutif LPEI D James Rompas di Jakarta, (18/09/2021), dilansir dari Antara.
Oleh karena itu, lanjut James, pihaknya akan melanjutkan upaya tersebut. Sebab dengan kerja sama yang baik, menurutnya, Desa Devisa Subang tentu akan bisa melakukan ekspor secara kontinyu dan berkontribusi bagi pendapatan negara.
Desa Devisa merupakan program LPEI dalam mengembangkan komoditas dan kapasitas masyarakat pada suatu wilayah.
Koperasi GLB yang merupakan Desa Devisa ketiga binaan LPEI secara keseluruhan akan melakukan pengiriman sejumlah 150 ton, yang dilakukan secara bertahap. Pengiriman pertama dilaksanakan pada 19 September 2021 sebanyak satu kontainer setara 18 ton dengan nilai ekspor US$148.320 atau setara Rp2,1 miliar.
“Kami sangat bahagia karena karena pada akhirnya kami berhasil melakukan ekspor perdana ke Arab Saudi. Berkat pelatihan dan pendampingan yang diberikan oleh LPEI dan tentunya kerja keras para petani, kami dapat memenuhi permintaan dari Arab Saudi. Kami berharap ini hanya awal dari ekspor-ekspor yang berikutnya,” ujar Ketua Koperasi GLB Miftahudin Shaf.
Sementara itu LPEI sebagai Special Mission Vehicle (SMV) Kementerian Keuangan dalam peningkatan ekspor nasional juga memiliki mandat dalam pengembangan masyarakat dan penciptaan eksportir baru. Ekspor perdana Desa Devisa Subang tersebut berhasil dilakukan setelah sejumlah pendampingan dan pelatihan yang diberikan oleh LPEI.
Peningkatan kapasitas petani untuk meningkatkan kualitas biji kopi diberikan kepada 208 petani di enam desa yaitu Cisalak, Nagrak, Cupunagara, Darmaga, Sukakerti dan Pesanggrahan dengan kapasitas produksi mencapai lebih dari 100 ton biji kopi setiap tahun diatas kebun seluas 140 hektare.
Program Desa Devisa merupakan program yang juga mengedepankan kolaborasi antar lembaga untuk menghasilkan terobosan inovatif yang meningkatkan ekspor Indonesia.
Selain dengan Kabupaten Subang, LPEI juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (DJPEN) dalam penjajakan Desa Devisa yang ketiga tersebut.
Sebelum Subang, LPEI telah berhasil membentuk Desa Devisa Kakao di Jembrana, Bali dengan komoditas unggulan biji kakao fermentasi dan Desa Devisa kerajinan Bantul, Yogyakarta, dengan produk kerajinan ramah lingkungan.
Di tahun 2019, Desa Nusasari yang berlokasi di Jembrana, Bali menjadi Desa Devisa pertama yang diresmikan oleh LPEI. Pendampingan dilakukan LPEI bersama dengan Koperasi Kerta Semaya Samaniya untuk meningkatkan kemampuan para petani kakao dalam proses produksi hingga mampu menghasilkan produk fermentasi biji kakao yang memiliki kualitas standar internasional sehingga dapat diekspor ke beberapa negara Eropa seperti Perancis, Belanda dan Belgia, serta ke negara lainnya termasuk Jepang dan Amerika.
Mayoritas fermentasi biji kakao diekspor ke Perancis hingga mencapai 12,5 ton setiap tahunnya. Peran pemberdayaan masyarakat desa yang hampir mencapai lebih dari 600 orang dan mayoritas adalah perempuan, telah mampu mengelola kebun kakao secara organik, sehingga memberikan nilai tambah dan harga jual yang tinggi kepada komoditasnya.
Desa devisa lainnya adalah Desa Devisa Kerajinan di Bantul, Yogyakarta. LPEI bersama –sama dengan Koperasi Asosiasi Pengembangan Industri Kerajinan Rakyat Indonesai (APIKRI) yang juga tergabung dalam World Fair Trade Organization (WFTO) melakukan pendampingan dan pelatihan kepada lebih dari 300 pengrajin.
Produk unggulan dari Desa Devisa ini adalah green coffin atau peti mati ramah lingkungan. Keunikan produk ini adalah meminimalkan penggunaan kayu dan logam. Produk ini telah berhasil diekspor ke Inggris dan Belanda. Bahkan di tengah pandemi covid-19, APIKRI masih mengekspor produk ini ke Amerika Serikat.
Program tersebut diharapkan dapat diterapkan di sejumlah daerah lainnya sehingga memberikan dampak positif bagi peningkatan ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi masyarakat setempat. []