April 26, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

INSPIRATIF, Lulusan SD, Mantan PMI Hong Kong ini Rilis Buku Pelajaran Kantonis

4 min read
Jessica Manafe, mantan PMI Hong Kong Asal Kupang NTT yang saat ini disamping sukses secara finansial, dirinya sedang menulis buku bahasa Kanton untuk calon pekerja migran | Foto Laus Markus Goti/Pos Kupang

Jessica Manafe, mantan PMI Hong Kong Asal Kupang NTT yang saat ini disamping sukses secara finansial, dirinya sedang menulis buku bahasa Kanton untuk calon pekerja migran | Foto Laus Markus Goti/Pos Kupang

KUPANG – Jalan panjang dilalui mantan PMI Hong Kong bernama Jessica Manafe. Perjuangan Jessika Manafe, patut diacungi jempol. Berbekal ijazah Sekolah Dasar, Jessika Manafe mengais rezeki di Malaysia dan Hong Kong demi memperbaiki ekonomi keluarga.

Jessika terpaksa harus berhenti sekolah gara-gara kondisi ekonomi keluarga memburuk. Orangtuanya berprofesi sebagai petani. Dengan penghasilan seadanya, kedua orangtua Jessika susah payah menafkahi enam orang anak, termasuk Jessika.

Kala itu, di era 90-an, Jessika sebenarnya bisa melanjutkan pendidikannya ke bangku SMP, kalau ia tidak mengalah dengan adiknya.

“Saya waktu itu ada dalam posisi yang sulit. Kalau saya lanjut sekolah, adik saya tidak bisa sekolah, jadi saya memutuskan untuk berhenti sekolah demi adik saya,” ungkap Jessika.

Putus sekolah, Jessika setiap hari bekerja di kebun bersama orangtuanya demi menopang perekonomian keluarga. Di awal tahun 2000 Jessika secara tak sengaja mendengar pengumuman tentang perekrutan calon PMI ke Malaysia melalui PT Kurnia Bina Risky.

“Saat saya dengar pengumuman itu, saya tertarik untuk melamar jadi TKI. Tujuan saya hanya satu, saya ingin membahagiakan keluarga saya,” ungkap Jessika.

Jessika lalu melamar ke PT tersebut yang kala itu memiliki kantor cabang di Kupang Barat, dengan bermodalkan ijazah Sekolah Dasar. Jessika bersama enam orang yang melamar, diterima. Mereka lalu menjalani tes kesehatan di Hotel Cendana, Kupang.

“Kami tes kesehatan, semuanya diperiksa. Waktu itu saya yakin sekali kalau saya pasti lolos,” ungkap Jessika.

Jessika dan 5 orang sahabatnya dinyatakan lulus tes, sedangkan satu temannya dipulangkan, karena memiliki gangguan kesehatan. Usai menjalani tes kesehatan, Jesika menjalani tes baca-tulis, keterampilan rumah tangga, dan buta warna. Lagi-lagi Jessika dan kawan-kawan lulus. Mereka lalu diberangkatkan ke Jakarta untuk mendapat pelatihan.

Dinukil dari Pos Kupang, Jessika mengisahkan, di Jakarta mereka dilatih berbagai macam keterampilan bekerja di rumah tangga dan bahasa selama kurang lebih dua bulan. Jessika mengisahkan, tahap akhir dari pelatihan tersebut adalah pembekalan dari pihak kepolisan.

Setelah dokumen ketenagakerjaan mereka lengkap, termasuk visa kerja dan paspor serta pembayaran asuransi kerja selesai, mereka diberangkatkan ke Malaysia. Tiba di Malaysia, Jessika dan kawan-kawan diterima oleh agen. Di sana mereka masih harus mengikuti pelatihan lagi.

Selain keterampilan rumah tangga dan budaya setempat, Mereka juga mendapat pembekalan dari pihak kepolisian terkait tata tertib dan peraturan di Malaysia, selama kurang lebih sebulan.

Setelah itu mereka ditempatkan di rumah majikan mereka masing-masing untuk menjalani training selama tiga bulan. Jessika mengatakan, jika dalam masa training mereka dirasa cocok dengan majikan, maka mereka akan menetap di situ selama dua tahun, sesuai dengan kontrak kerja.

“Jadi kontrak kerjanya selama dua tahun. Tapi sebelumnya kita harus training dulu, untuk melihat apakah kita cocok tidak bekerja di majikan A, kalau tidak yang dipindahkan, kalau cocok, lanjut,” ungkap Jessika.

Jessika mengatakan, awalnya ia mengalami kesulitan beradaptasi, namun itu bisa ia atasi karena tekadnya yang kuat untuk membahagiakan keluarganya di kampung.

“Ada perbedaan yang sangat mencolok. Di sana orang sangat menghargai waktu. Tidak banyak waktu untuk bermain-main atau bermalas-malasan. Setiap orang harus mengisinya dengan kegiatan yang bermanfaat. Di situlah saya mulai menyadari betapa pentingnya waktu,” ungkap Jessika.

Jessika menjelaskan, setelah dua tahun bekerja, majikan punya kewajiban untuk mengecek kesehatan PMI, dan kalau sakit majikan juga punya kewajiban untuk membiayai pengobatan PMI.

Empat tahun bekerja di Malaysia, Jessika pulang ke Kampung halamannya. Dengan hasil kerjanya, Jessika mulai membenahi perekonomian keluarganya.

Setahun berada bersama keluarga, Jessika kembali mendaftarkan diri menjalankan PMI di Hong Kong. Kali ini Jessika tidak hanya bekerja di rumah tangga tetapi juga di Hotel.

“Di Hongkong saya pernah bekerja rumah tangga juga di hotel,” ungkapnya.

Jessika mengatakan, di NTT kalau melamar kerja, jadi penjaga toko pun harus ada ijazah, minimal SMP. Di Hong Kong, kata dia, yang dibutuhkan adalah skill dan pengalaman. Itulah mengapa ia bisa bekerja di hotel.

Penghasilan Jessika selama bekerja di Hong Kong amat menggembirakan. Pada pertengahan tahun 2008, Jessika meminta orangtuanya di kampung berhenti bekerja.

“Saya bilang ke orangtua, ‘berhenti kerja’. Segala kebutuhan mereka saya tanggung, termasuk membantu saudara-suadara saya,” ungkap Jessika.

Untuk saudara-saudaranya, Jessika mengirim dana belasan juta supaya bisa membuka usaha di bidang pertanian. Hasilnya, saudara-suadara Jssika berhasil meraup keuntungan puluhan juta dengan bertani bawang.

Pada April 2012, Jessika kembali ke kampung halamannya dan berniat untuk mencari kerja di Kupang. Karena ia mahir menggunakan bahasa Cina Cantonis, Jessika diterima kerja di sebuah rumah pengobatan tradisional Cina yang kala itu beralamat di dekat Hotel Silvya, Kupang dengan gaji Rp 3 juta per bulan.

Setahun bekerja, Jessika banting stir ke dunia pertanian, ia tekun bertani sayuran dan buah di Naimata, Kupang, tempat di mana ia menetap sampai saat ini.

Jessika mengatakan, ia sangat prihatin dengan maraknya keberangkatan PMI secara ilegal.

“Banyak sekali orang berangkat secara ilegal jadi TKI. padahal resiko berbahaya,” ungkap Jessika.

Padahal, kata Jessika, kalau kita berangkat sesuai aturan, kita pasti aman, kita pasti juga dilindungi.

“Saya tidak tahu apakah mereka yang berangkat ini, tahu aturan mainnya atau memang pura-pura tidak tau,” ungkap Jessika.

Di sela kesibukannya itu, Jessika tengah menulis sebuah buku yang berisi percakapan sehari-hari dalam bahasa Cina Cantonis.

“Saat ini saya di sela kesibukan, menulis buku percakapan dalam bahasa Cina Cantonis, sedikit lagi rampung,” katanya.

Jessika mengatakan, karyanya tersebut ia kumpulkan sejak bekerja di Hong Kong. Setiap percakapan dengan dengan majikan atau tamu, ia selalu mencatatnya.

“Yah saya selalu mencatat dan menyimpannya dengan baik. Sekarang saya tinggal menatanya secara teratur,” ungkap Jessika. []

Advertisement
Advertisement