Juragan Pun Ingin Curhat
Aku memang warga negara Indonesia (WNI) di Hong Kong, yang bersuamikan warga asli Cina-Hong Kong. Entah aku tidak tahu Cina daratan atau Cina-Cinaan, yang penting kami bahagia. Melihat kesibukanku yang berjibun, suami menganjurkan untuk mengambil atau ngejeng alias mempekerjakan WNI lain dari Tanah Air tercinta, Indonesia. Tujuannya, tak lain untuk meringankan pekerjaanku dan mengasuh anak-anak bila kutinggal kerja.
Proses dengan agen lancar. Bekerjalah Sri, ibu cantik dari Cilacap – Jawa Tengah. Keberadaan dia, yang aku harapkan bisa meringankan, malahan sedikit memberatkan timbangan kebaikanku. Bagaimana tidak? Saat aku memberinya hadiah emas, bukan Mas Chow Yuen Fat yang aktingnya keren itu lo! Ini emas murni dari Chow Sang Sang.
”Aku ditumbalkan kah, Mam…?” Katanya saat menerima hadiah itu. Duh Gusti, ini orang dibaikin enggak nerima. Meski aku belum taat sangat ke agama, aku masih paham sebab dan akibat. Tumbal-menumbalkan manusia lain demi kepentingan sendiri itu dosa. Apalagi mencari pesugihan dengan jalan yang tidak diridhai-Nya. Aku masih mencintai rezki yang baik, halal, dan barokah.
”Bukanlah, Mbak. Saya tulus memberimu hadiah karena kerjamu bagus,” jawabku dengan senyum yang direla-relakan. Tuhan… Engkau Maha Tahu segala niat manusia.
”Kok badanku sakit semua? Rasanya tidak ada tenaga, sampai pingsan pula.” Belum juga berterima kasih, nada judesnya menohok hatiku.
”Itu karena kamu susah makan, Mbak. Makanlah yang bergizi. Kurangi cemilan yang mengandung penyedap rasa. Toh, tiap hari aku menyediakan roti organik buat sampeyan.”
Aku mengelus dada yang sudah rata. Masih banyak kekecewaan yang kupendam sendiri. Hanya dengan teman sesama WNI yang mempekerjakan pekerja migran Indonesia (PMI) saja aku sering berbagi keluh.
”Itu masih mending, Meg. Jus alpukatku yang lezat itu malah dicampur urin oleh Mbak Jum. Bagiku, tidak usahlah mereka itu pakai cara kuno untuk mencari welas asih juragan. Yang penting, tingkah polah sopan dan menjaga keharmonisan antara majikan dan pembantu. Tidak mentang-mentang sesama WNI. Toh, kita mempekerjakan mereka juga dengan bayaran yang sesuai peraturan Pemerintah Hong Kong.” Cik Magdalena ikutan curhat.
”Memangnya mereka saja yang bisa nuntut?! Kita juga bisa dunk! Sudah dikasih tempat layak, makanan cukup dan fasilitas lengkap, masih juga juragan yang salah. Maunya apa sih mereka?” Tante Charlotte menyahut dari tempat duduknya.
Kami memang sering ngumpul saat mbak-mbak kami liburan. Entah itu di kafe atau di rumah makan sederhana. Setelah saling curhat, biasanya kami lega dan makin bahagia. Kalian masih ingat ”berbuat baik itu keren” kan? Itu yang kami tanam. Semoga kebaikan kami berbuah indah di kemudian hari.
Saat kami cuti Tahun Baru Imlek, Mbak Sri aku ajak serta ke kampungku di Ujung Kulon. Jatah liburan aku bagi dua. Dia lima belas hari, aku lima belas hari. Namun, pada praktiknya, ia menandaskan tiga puluh hari di kampungnya sendiri. Ingin aku berteriak, apalah daya. Makin dicap cerewet pula nanti.
”Maaf, Mam. Saya harus menemani anak ultah,” jawab Sri memberi alasan kenapa ia tidak tepat janji.
”Baiklah, Mbak. Semoga acara ultah anakmu lancar dan berkah.” Balasku dengan sungut badak di kepala. Wong ultah anake masih September kok. Emang aku lupa dengan angpao $500 untuk anaknya tahun lalu? Huuh!!
Memang lebih baik mengenang kebaikan orang lain daripada kebaikan diri sendiri. Tapi, momen itu masih empat bulan yang lalu. Selupa-lupanya manusia, ya tidak mungkin melupakan momen terindah keluarganya. Mbak Sri sudah aku anggap keluarga sendiri di rantau ini. Kan sama-sama jauh dengan kampung halaman? Wajar kan? Saling membantu dan membahagiakan?
”Di PHK wae, Bu.” Saran teman kantor.
”Sudah empat tahun, Bu. Masak nggak ada perubahan? Keterlaluan sekali. Hentikan saja fasilitas enaknya.” Sambung teman satunya lagi.
Aku masih berharap Mbak Sri mau berubah. Lebih menghargai dan manut wejangane juragan. Bukan wejangane Mbah Dukun yang ia banggakan. Jimatmu tidak akan mempan di sini, Mbak. Hong Kong negara yang membelah samudera. Mantranya dengan sendirinya lenyap di udara. Ingat itu! Ojo dumeh meski jarang ngomong Kantonis, tapi kalau belanja bahasa itu masih kepakai.
Hari ini aku memberinya notice. Tujuanku agar ia menjaga pola makan dan hidup sehat. Sehat itu mahal, Kawan. Kalau sering-sering ke rumah sakit karena pingsan (kurang asupan gizi dan kurang istirahat) kan kasihan juga juragannya ini. Kerja berantakan, waktu pun terbuang. Coba dia kerja di tetanggaku itu, yang makan dan beli peralatan mandi sendiri. Bersyukurlah masih ada juragan baik dan menghargai jerih kalian. Di rantau ini kerja, bukan bertamasya ataupun rapat negara. Ya…ya… Meski aku wong Indonesia, toh kalian bekerja padaku. Lumrah to bila kalian menghargai sedikit saja atasan, eh, juragan kalian ini?
[Dituturkan Meghan Syawalia kepada Anna Ilham dari Apakabar Plus]