December 22, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Keluar dari Dua Lubang Pembuangan Manusia, Namun Tidak Najis, Apa Sajakah ?

4 min read

ApakabarOnline.com – الحمد الله والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن والاه.

Salah satu masalah yang kita dapati dalam pembahasan di bidang fiqih, terutama ketika masuk pembahasan kitab “thaharoh” adalah masalah perkara-perkara yang najis, apakah setiap yang keluar dari dua lubang manusia (kemaluan & dubur) pasti terhukumi najis ataukah tidak?

Diantara cairan yang keluar itu adalah cairan mani/sperma, apakah dia suci ataukah najis? Berikut sedikit kita akan kutipkan pembahasan tentang tema ini, dan juga akan kami coba sebutkan macam-macam cairan atau benda lain yang keluar dari kedua saluran pembuangan manusia, disertai rincian macamnya beserta hukum yang terkait dengannya.

Sebagian ulama telah menetapkan kaidah bahwa hukum asal apa saja yang keluar dari dua jalan pembuangan adalah najis, walaupun nantinya akan ada beberapa hal yang dikecualikan, yaitu hal-hal yang ditunjukkan oleh dalil bahwa status hukumnya tidak najis.

قال ابن قدامة في المغني: ما خرج من السبيلين كالبول، والغائط، والمذي، والودي، والدم وغيره. فهذا لا نعلم في نجاسته خلافا إلا أشياء يسيرة نذكرها إن شاء الله تعالى. انتهى

Al-Imam Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughny:

”Apa yang keluar dari dua jalur pembuangan seperti kencing, kotoran, madzi, wadi, darah dan selainnya, kesemuanya tidak kami ketahui ada perselisihan ulama tentang status kenajisannya, kecuali beberapa hal lain yang jumlahnya sedikit, akan kami sebutkan setelahnya in sya Allah”.

وقال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله عند سياق حجة المنجسين لرطوبات الفرج: وعلَّلُوا: بأن جميع ما خرج من السَّبيل، فالأصل فيه النَّجاسة إِلا ما قام الدَّليل على طهارته. انتهى

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin pada konteks penyebutan hujjah bagi kalangan ulama yang berpendapat bahwa keputihan wanita statusnya najis, para ulama tersebut memberikan alasan: bahwa semua yang keluar dari saluran pembuangan, hukum asalnya adalah najis, kecuali jika ada dalil yang menerangkan kesuciannya”.

Berikut beberapa hal yang yang keluar dari dua saluran pembuangan namun tetap dihukumi suci:

 

  1. Sesuatu yang Keluar dan Tidak Berbentuk Cairan

Seperti cacing dan selainnya, barulah ia dihukumi najis jika ia tercampur dengan sesuatu yang najis seperti kencing dan kotoran.

قال الحطاب في مواهب الجليل: كل مائع خرج من أحد السبيلين نجس وذلك كالبول، والغائط، والمذي، والودي، والمني، ودم الحيض والنفاس، والاستحاضة وغير ذلك من أنواع البلل

Berkata al-Imam al-Hattab dalam kitab Mawahibu al-Jalil:

“Setiap cairan yang keluar dari dua saluran pembuangan seperti kencing, kotoran, madzi, wadi, mani, darah haidh dan nifas, darah istihadoh, dan yang lainnya diantara macam cairan yang basah”.

Menurut statemen beliau, semua bentuk cairan yang keluar dari dua saluran pembuangan, bahkan termasuk cairan ketuban yang muncul sebelum persalinan dihukumi najis, dan keluar dari status hukum najis adalah benda-benda yang tidak cair, seperti cacing, atau juga kerikil/batu.

قال المازري في شرحه: فإنهما طاهران في أنفسهما وإنما يكتسبان النجاسة بما يعلق بهما من بول أو غائط. انتهى

Berkata al-Imam al-Mazi menjelaskan perkataan al-Hattab:

“keduanya (cacing dan batu) secara fisiknya suci, namun bisa menjadi najis tatkala bercampur dengan kencing dan kotoran”.

Masalah menghukumi bahwa air mani adalah najis, ini merupakan pendapat madzhab maliki, adapun pembahasan tentang mani secara khusus, akan kita sampaikan setelahnya.

 

  1. Angin kentut, statusnya suci.

قال شيخ الإسلام في شرح العمدة: كريح الدبر فإنها طاهرة واكتسابها ريح النجاسة لا يضر. انتهى

Berkata Syaikhul Islam dalam syarah kitab al-Umdah:

“Seperti angin kentut, statusnya suci, pengakuisisiannya sebagai angin dari sesuatu yang najis tidak berpengaruh”.

 

  1. Keputihan Wanita Setatusnya Suci.

Pendapat yang dianggap kuat oleh markaz fatwa “al-Syabakah al-Islamiyyah” yang berpusat di Doha, Qatar adalah statusnya suci.

 

  1. Air Mani/Sperma Apakah Suci?.

Menurut pendapat yang dianggap kuat oleh markaz fatwa “al-Syabakah al-Islamiyyah” yang berpusat di Doha, Qatar statusnya juga suci dan tidak najis.

Diantara dalil yang menunjukkan bahwa air mani suci adalah hadist berikut:

عن عبدِ اللهِ بنِ شِهابٍ الخَولانيِّ، قال: (كنتُ نازلًا على عائشةَ، فاحتلمتُ في ثوبيَّ فغَمَسْتُهما في الماءِ، فرأتْني جاريةٌ لعائِشةَ فأخبَرَتْها، فبعَثَت إليَّ عائشةُ، فقالَت: ما حمَلَك على ما صنَعتَ بثَوبَيك؟ قال: قلتُ: رأيتُ ما يرَى النَّائِمُ في منامِه، قالتْ: هل رأيتَ فيهما شيئًا؟ قُلتُ: لا، قالت: فلو رأيتَ شيئًا غَسَلْتَه؟! لقد رأيتُني وإنِّي لأحُكُّه مِن ثَوبِ رَسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يابسًا بظُفرِي)

Dari Abdullah bin Syihab al-Khoulany berkata:

“Saya pernah singgah di tempat ibunda Aisyah, kemudian di malam hari aku mimpi basah yang mengenai kedua pakaianku, akupun mencuci keduanya dengan air, ketika itu pembantu perempuan ibunda Aisyah melihat apa yang saya lakukan dan mengabarkan hal tersebut kepada Beliau, kemudian Ibunda Aisyah mengutus pembantunya agar aku hadir kepada Beliau, lantas Beliau bertanya kepadaku: apa yang mendorongmu untuk mencuci pakaianmu?

Aku menjawab: karena saya telah mimpi basah, Beliau bertanya lagi: Apakah engkau melihat sesuatu dari bekas mimpi basahmu itu? Aku menjawab: tidak. Beliau bertanya: Apakah jika engkau mendapati ada bekasnya akan engkau cuci? Sungguh dahulu aku melihat bekas air mani pada baju Rasulillah dan saya pun menggaruknya dalam kondisi kering dengan kukuku”. (H.R Muslim no:290)

Sisi pendalilan dari hadist ini: Bahwa air mani andai saja dia najis, harusnya Aisyah tidak mengingkari perbuatan yang dilakukan oleh Abdullah bin Syihab ketika mencucinya, juga kalau dia najis, harusnya Aisyah tidak hanya mencukupkan diri dengan menggaruknya/mengeroknya saja, harusnya butuh dicuci, air mani hanya sebatas jijik, tapi tidak dikatakan najis.

Sebagian ulama yang mengatakan bahwa air mani itu najis didasarkan karena air mani keluar dari saluran pembuangan, namun pendapat ini terbantahkan dengan penjelasan al-Imam al-Nawawy dalam Syarah al-Muhadzzab berikut:

وأجاب أصحابنا عن القياس على البول والدم بأن المني أصل الآدمي المكرم فهو بالطين أشبه بخلافهما، وعن قولهم يخرج من مخرج البول بالمنع، قالوا: بل ممرهما مختلف. قال القاضي أبو الطيب: وقد شق ذكر الرجل بالروم فوجد كذلك، فلا ننجسه بالشك. قال الشيخ أبو حامد: ولو ثبت أنه يخرج من مخرج البول لم يلزم منه النجاسة لأن ملاقاة النجاسة في الباطن لا تؤثر وإنما تؤثر ملاقاتها في الظاهر. انتهى

“Kawan-kawan kami (dalam madzhab syafii) menjawab para ulama yang mengqiyaskan air mani dengan kencing dan darah, bahwa air mani adalah asal dari manusia yang dimuliakan, harusnya penganalogian air mani dengan tanah liat lebih dekat daripada dengan kencing dan darah, juga statement mereka yang mengatakan bahwa air mani keluar dari jalur yang sama dengan kencing adalah keliru, Kawan-kawan kami mengatakan:

Justru jalur mani dan kencing berbeda, berkata Qadhi Abu Thayyib: di romawi pernah dilakukan pembelahan pada alat kelamin lelaki, dan ditemukan (saluran mani & kencing) berbeda, maka kita tidak menajiskan air mani dengan suatu keraguan. Berkata syaikh Abu Hamid: taruhlah bahwa air mani keluar dari jalur air kencing, tidak ada keharusan kemudian air mani menjadi najis, karena pertemuan dengan sesuatu yang najis di dalam tubuh itu tidak berpengaruh, yang berpengaruh itu jika pertemuannya berada di luar”.

Dengan penjelasan yang disampaikan oleh al-Imam al-Nawawy di atas, kita mengetahui bahwa sebatas pertemuan air mani dengan sesuatu yang najis di tempatnya (dalam tubuh) tidak serta merta kemudian menajiskan, dan bahwa yang terhitung dalam kaidah yang kami sebutkan sebelumnya bahwa hukum asal dari sesuatu yang keluar dari saluran pembuangan adalah najis, kecuali jika ada dalil khusus yang menjelaskan kesuciannya, namun jika ketika air mani keluar bebarengan dengan adanya najis pada ujung kepala kemaluan (habis kencing misalnya) maka air mani ini ikut menjadi najis.

قال ابن قدامة: ومن أمنى وعلى فرجه نجاسة نجس منيه لإصابته النجاسة ولم يعف عن يسيره لذلك. انتهى.

Al-Imam Ibnu Qudamah mengatakan:

“Barangsiapa yang mengeluarkan air mani dalam kondisi kemaluannya masih ada sisa najis (belum cebok), maka air maninya ikut menjadi najis karena terkena najis tersebut, walaupun jumlahnya sedikit namun tidak ditolerir”.

Kesimpulan pendapat yang kami lebih condong padanya adalah bahwa air mani tidaklah najis, seperti paparan yang sudah diutarakan di atas. Wallahu a’lam.  []

Penulis Ustadz Setiawan Tugiyono, M.H.I

Advertisement
Advertisement