”Kemandirian Anak Ternyata Bisa Dipupuk Ketika Berjauhan dengan Orangtua.”
Keinginan untuk mencari uang dan membayar utang, membangun rumah serta menyekolahkan anak, adalah tujuan utama yang lazim menjadi alasan seorang pekerja migran pergi meninggalkan kampung halaman. Begitu juga yang dialami oleh pasangan Nur Istiqomah (Nuris) dan Siyanto, warga Jalan Nailun Selatan, Gang Sidodadi, RT 10/RW 04, Desa Kromengan, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang.
Ketika Nuris, sapaan karib Nur Istiqomah, memutuskan bekerja ke Hong Kong lebih dari 20 tahun silam, anaknya yang kecil saat itu masih berusia 3 tahun. ”Niat saya bulat ingin menyekolahkan anak, membangun rumah, dan membayar utang. Itu alasan utama saya bekerja ke luar negeri,” ujarnya. Sebagai orangtua, lanjut Nuris, ia ingin membekali ilmu kepada anak-anaknya agar menjadi manusia yang bermanfaat dan sukses.
Sudah pasti, mendidik anak jarak jauh banyak sekali suka dan dukanya. Banyak air mata dan doa. ”Namun yang lebih berat berjuang adalah bapaknya anak-anak yang tinggal di rumah. Untungnya, sekarang sarana untuk berkomunikasi mudah. Kalau zaman awal-awal dulu kan masih pakai surat,” ungkap Nuris kepada Apakabar Plus.
Pasangan Nuris dan Siyanto dikaruniai dua putri, yang sudah sama-sama sukses dalam menempuh pendidikan. Anak pertama, Nur Kholifatur Rizkiyah, sudah bekerja di sebuah klinik dan kini melanjutkan kuliah di jenjang S1. Sedangkan adiknya, Ima Dwi Lailatul Frida, malahan sudah selesai menempuh pendidikan S2 jurusan bahasa Inggris dan saat ini mengajar di sebuah sekolah di Ponorogo.
Kepada Apakabar Plus, Ima menjelaskan, ada beberapa hal kecil yang sering dilakukan, tanpa disadari sebenarnya dapat membantu kelancaran semuanya hingga saat ini. Hal pertama adalah saling mendoakan antara orangtua dan anak. Sebab, semua urusan yang dilakukan dengan doa akan dilancarkan oleh Sang Maha Pencipta.
Kemudian, saling menjaga komunikasi. Karena, tanpa komunikasi, antara orangtua dan anak tidak akan tahu kondisi masing-masing. ”Apabila ada masalah, jangan ragu untuk bercerita agar semua terselesaikan. Berdoa dan menghormati orangtua, serta belajar yang tekun, ini juga menjadi bagian dari kiat saya sampai bisa seperti sekarang,” tutur Ima.
Ima menolak jika dikatakan senang tinggal berjauhan dengan sang ibu. ”Anak mana yang ingin berjauhan dengan orangtua? Apalagi, sejak umur 3 tahun saya sudah ditinggal Ibu bekerja,” katanya. Ima lebih suka menyebut positifnya jauh dari Ibu, karena ia merasa bisa lebih mandiri. Ternyata, kemandirian bisa dipupuk dalam diri seseorang manakala berjauhan dengan orangtua. Semua dituntut harus serba bisa dan jauh dari sifat manja. ”Biasanya, pada usia anak sekecil itu, pasti ingin selalu ditemani ibunya. Namun saya harus sendiri dalam keadaan apa pun,” imbuhnya.
Ima masih ingat ketika pertama kali ditinggal ibunya. Ia yang masih balita pura-pura diajak ke rumah budhenya. Namun, ketika balik ke rumah, ibunya sudah tidak berada di rumah. ”Dan ternyata, menunggu Ibu pulang untuk pertama kali itu lima tahun lamanya. Waktu yang sangat lama, apalagi saat itu komunikasi hanya bisa melalui surat,” kata Ima.
Sedangkan, saat yang paling sedih adalah ketika ia sering mendapatkan juara 1 di sekolah. Dalam benaknya, seketika terlintas keinginan untuk menceritakan kabar gembira itu pada Ibu, namun hanya bisa dilakukan lewat surat. Di sisi lain, ia juga ingin Ibu bangga di depan wali murid yang lain kalau anaknya bisa juara.
”Ketika teman-teman bercerita tentang ibunya begini dan begitu, diajari memasak dan mencuci, itu semua tidak saya dapatkan dari sosok Ibu. Alhamdulillah, saya mempunyai sosok bapak yang selalu membantu ketika saya dalam kesulitan. Pasti Bapak dan Ibu sudah bekerja sama dengan baik dalam mendidik kami,” lanjutnya.
Diajak ke Hong Kong
Kerinduan Ima terobati ketika, suatu kali, diajak ke Hong Kong. Ketika ia mengetahui bahwa ibunya adalah ketua di salah satu majelis, keinginan untuk menyuruh segera pulang pun berkurang. Ia merasa, masih banyak yang membutuhkan ibunya, walau sebenarnya ia ingin ibunya pulang untuk seterusnya. ”Saya hanya bisa mendukung dan berdoa, semoga Ibu selalu diberi kesehatan. Juga semoga Allah swt memberkahi jihad Ibu dan ibu-ibu yang lain, juga jamaahnya yang sedang berjuang di negeri orang. Sehat selalu ya, Ibu…”
Siyanto, suami Nuris, juga memberikan ”resep” serupa. Kiat sukses mendidik anak dari jarak jauh adalah komunikasi dan menjaga kepercayaan. Keduanya mesti saling mengait dan seimbang. ”Setiap hari saya selalu berkomunikasi dengan anak dan ibunya, menanyakan apa saja yang dikerjakan hari ini, mau ke mana, karena dengan komunikasi akan merasa didampingi dan lebih dekat. Alhamdulillah, anak saya manut semua, sehingga saya tidak merasa kesulitan. Saya hanya menanamkan harus patuh kepada orangtua,” tuturnya.
Siyanto pun memahami, Nuris istrinya, sangat sibuk dengan kegiatan di majelis dan pengajian di Hong Kong. Namun, ia berpesan, jika sudah menginginkan pulang, ya pulang saja, karena anak-anak sudah sukses. Perjuangan sudah selesai. Jika menuruti keinginan, pasti tidak akan ada habisnya. ”Apalagi, di rumah sudah ada lahan pekarangan yang bisa dikerjakan dan petik hasilnya. Insyaallah sudah cukup,” ujarnya.
Satu hal, lanjut Siyanto, kalau istrinya ingin pulang harus sudah mempunyai persiapan yang cukup. ”Saya menyarankan, kalau kelak sudah pulang ke kampung halaman, jangan sampai kembali lagi bekerja ke luar negeri. Jangan lagi bekerja ikut orang lain. Karena itu, sebelum pulang kampung mesti dipersiapkan semua,” tandasnya. [emma]