Kriteria Pemimpin Dalam Al-Quran
JAKARTA – Seperti sudah sangat lumrah kita melihat saat ini orang mengejar jabatan tanpa melihat kemampuannya dan layakkah dirinya memegang jabatan tersebut. Parahnya lagi, mereka kurang atau tidak memiliki pemahaman yang benar tentang hakikat kepemimpinan itu sendiri.
Mereka menganggap jabatan adalah keistimewaan, fasilitas, kewenangan tanpa batas, kebanggaan dan popularitas. Padahal jabatan adalah tanggung jawab, amanah, pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan.
Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin. Dilansir dari Alhikmah.ac.id, menurut Shihab (2002), ada dua hal yang harus dipahami tentang hakikat kepemimpinan.
Pertama, kepemimpinan dalam pandangan Al-Qur’an bukan sekadar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah SWT. Lihat Q. S. Al-Baqarah (2): 124, “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan baik. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku juga (dijadikan pemimpin)? Allah SWT menjawab: Janji (amanat)Ku ini tidak (berhak) diperoleh orang zalim”.
Kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah SWT, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani rakyat.
Semakin tinggi kekuasaan seseorang, hendaknya semakin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah SWT di akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia.
Para pakar telah lama menelusuri Al-Quran dan Hadis dan menyimpulkan minimal ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu:
- Shidq, yaitu kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah bohong.
- Amanah, yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah SWT. Lawannya adalah khianat.
Dalam Al-Qur’an Surat al-Nisa ayat 58 ditegaskan bahwa seorang pemimpin seyogianya memiliki sifat amanah, yakni dapat dipercaya. Dalam masalah kepemimpinan, amanah adalah aspek yang tak tergantikan dan sangat penting.
Seorang pemimpin yang amanah akan membangun kepercayaan, meningkatkan kredibilitas, memberikan contoh yang baik, mencegah korupsi, dan mengoptimalkan kinerja tim atau organisasinya. Kualitas kepemimpinan yang baik tidak hanya ditentukan oleh kemampuan dan kecerdasan, tetapi juga integritas dan amanah yang dijunjung tinggi.
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu.”
- Fathonah, yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh.
- Tabligh, yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi (kesalahan). []