April 20, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Langka Tapi Terjadi, Seorang Majikan Dihukum Mati Karena Membunuh PRTnya

2 min read

ApakabarOnline.com – Hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan selama ini sering terdengar dijatuhkan pada pekerja rumah tangga karena disebut terbukti telah membunuh majikan atau keluarga majikan dan sering kali menuai kontroversi sebab proses peradilan tidak melihat latar bagaimana peristiwa tersebut terjadi. Tentu bila demikian, rasa keadilan mengusik benak banyak orang yang mengetahuinya.

Namun kali ini sebaliknya,  Pengadilan pidana di Arab Saudi menjatuhkan hukuman mati kepada seorang perempuan Saudi karena membunuh pekerja rumah tangganya (PRT) yang berkebangsaan Bangladesh. Kelompok HAM mengatakan ini contoh yang sangat jarang seorang majikan diputus bersalah karena menyiksa pekerja migran di negara Timur Tengah.

Ayesha al-Jizani dua hari lalu dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan karena membunuh Abiron Begum (40) pada Maret 2019, sekitar dua tahun setelah Begun berangkat ke negara Teluk itu untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang lebih baik. Hal ini disampaikan pemerintah Bangladesh.

Keluarga Begum mendesak pemerintah Bangladesh menindak calo yang mengirim Begum bekerja ke Saudi empat tahun lalu.

“Dia ingin pergi bekerja ke luar negeri agar dia bisa membiayai orang tuanya yang sudah tua,” kata ipar Begum, Ayub Ali, kepada Reuters.

“Mereka mulai menyiksanya dua pekan setelah dia pergi. Dia menelpon kami dan menangis. Kami memohon kepada calonya agar dia dipulangkan, tapi tak ada yang mendengarkan kami,” kisahnya, dilansir Al Jazeera, Selasa (16/02/2021).

Suami Ayesha Jizani dipenjara tiga tahun karena gagal membantu Begum mendapatkan akses pengobatan dan membuatnya menjadi pekerja ilegal di luar rumahnya, menurut pejabat senior Kementerian Ekspatriat Bangladesh, Ahmed Munirus Saleheen.

Sementara itu, putra Jizani dikirim ke fasilitas lembaga pemasyarakatan anak-anak selama tujuh bulan.

Para aktivis menilai putusan pengadilan Saudi terhadap majikan itu tak biasa.

“Saya telah bekerja di bidang imigrasi selama beberapa tahun dan saya belum pernah mendengar vonis seperti itu,” kata Shakirul Islam, kepala Ovibashi Karmi Unnayan Program, lembaga yang memperjuangkan hak-hak para migran di Bangladesh.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Bangladesh, AK Abdul Momen menyambut baik putusan tersebut.

“Saya memuji pemerintah Saudi karena menjatuhkan hukuman langka yang juga bisa menjadi contoh ini,” ujarnya.

Kementerian ini juga mendesak pemerintah Saudi menyelidiki kasus penyiksaan dan penganiayaan lainnya terhadap PRT asal Bangladesh.

Lebih dari 300.000 PRT asing asal Bangladesh berangkat ke Arab Saudi sejak 1991 tapi banyak dari mereka pulang membawa cerita penyiksaan dan eksploitasi.

Menurut Human Rights Watch (HRW), majikan biasanya menyita paspor mereka, menahan gaji, dan memaksa migran mengerjakan hal yang tak mereka inginkan. Pekerja migran yang meninggalkan majikannya tanpa persetujuan mereka bisa didakwa dengan “melarikan diri” dan terancam hukuman penjara dan deportasi.

Dalam lima tahun terakhir, hampir 70 TKW Bangladesh meninggal di Saudi, lebih dari 50 dari mereka melakukan bunuh diri.

Bangladesh merupakan salah satu negara pengirim buruh migran tertinggi di dunia dan sangat bergantung pada remitansi yang mereka kirim ke keluarga mereka.

Sebelum pandemi, per tahun sekitar 700.000 warga Bangladesh berangkat ke luar negeri untuk mencari kerja, dan Arab Saudi menjadi negara tujuan utama meskipun memiliki salah satu biaya perekrutan tertinggi untuk pencari kerja migran dari negara Asia Selatan.

Aktivis hak buruh mengatakan biaya, yang sering dibayarkan melalui calo, membuka pintu untuk eksploitasi dan perdagangan. []

Advertisement
Advertisement