December 4, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Luar Biasa, Omset Kripik Singkong Mantan PMI Asal Malang Rp. 400 Juta

3 min read

MALANG – Belasan perempuan beragam usia sibuk mengupas umbi singkong. Pada bagian lain, tampak para lelaki mengeluarkan umbi-umbian tersebut. Dengan cekatan, ibu-ibu itu membersihkan umbi-umbian, lalu dipisahkan. Kesibukan seperti itu menjadi rutinitas sehari-hari di pabrik produksi keripik singkong yang ada di Desa Arjowilangun, Kecamatan Kalipare, Kabupaten Malang.

Usai umbi dibersihkan dari kulit cokelatnya, ada kelompok lain yang mencucinya hingga bersih. Proses tidak berhenti sampai di sana. Ada lagi para lelaki usia muda yang kebagian tugas menipiskan singkong-singkong itu dengan alat khusus.

Selanjutnya, singkong-singkong tipis itu dibawa ke tempat penggorengan. Di pabrik kripik singkong dengan kategori Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ini terdapat enam tungku penggorengan dengan wajan super besar. Diameter wajan itu ditaksir mencapai satu meter.

Keripik singkong mentah itu kemudian digoreng di wajan bertungku tradisional. Tungkunya memang jadul. Perapiannya masih memakai kayu bakar.

Di dekat wajan itu, enam orang laki-laki kekar megaduk kepingan keripik. Guratan urat terpampang jelas di lengan-lengan para lelaki berotot tersebut. Tuntas menggoreng, keripik itu lalu ditiriskan dan dicampur bawang putih serta cabai hingga merata.

Semua proses produksi itu diawasi langsung oleh Sukiyanto. Pemilik pabrik itu memberi label keripik singkongnya dengan merek Kenanga. Nama Kenanga sudah ada sejak 2004, sejak Sukiyanto mengadu nasib di Ibu Kota. Sejak 1980 hingga 2004, Sukiyanto berjualan keripik tempe di Jakarta.

“Dinamakan keripik Kenanga karena lahirnya di Jalan Kenanga, Jakarta,” kata Sukiyanto kepada JawaPos.com, Selasa (18/12).

Jauh sebelum berwirausaham Sukiyanto sempat merantau ke Brunei Darussalam. Selama menjadi pekerja migran, dia banyak belajar cara bekerja secara cepat dan menguntungkan di negeri orang.

Ketika pulang, dia mencoba untuk menerapkan ilmu yang didapatkan. Prinsipnya, yang terpenting adalah cara bekerja dengan cepat.

“Setelah di Brunei, saya pulang. Ternyata istri saya mimpi menanam kedelai tumbuh singkong. Akhirnya kami memutuskan untuk membuat usaha kripik singkong,” bebernya.

Selama tahun 2004 dia memproduksi keripik singkong di Jakarta. Hingga akhirnya tahun 2007, dia hijrah ke Arjowilangun, Kalipare, Kabupaten Malang.

Pada tahun itu, dia semakin mengembangkan usaha keripik singkong. Hingga saat ini, bisnis yang dirintisnya itu sukses mempekerjakan sekitar 30 orang mantan pekerja migran.

Jatuh bangun dia rasakan. Merugi puluhan juta sekali kirim, juga semacam menjadi makanan sehari-hari. Namun, dia beruntung karena sekarang terbantu dengan kredit usaha rakyat (KUR) yang bunganya 7 persen.

Dia sudah menjadi nasabah sejak tahun 2004. Hingga kini, Sukiyanto bisa mengakses pinjaman dengan plafon mencapai Rp 350 juta.

“Saya pakai pinjaman dari BRI untuk mengembangkan usaha,” imbuh kakek dua cucu itu.

Dulunya, dia hanya memegang modal Rp 200 ribu untuk merintis bisnisnya. Sekarang, dia bisa meraih omzet sekitar Rp 400 juta per bulan.

Tiga hari sekali, Sukiyanto mengirimkan keripik singkong setengah jadi ke Jakarta. Rata-rata pengiriman 1,5 ton hingga 2 ton atau satu truk. Begitu sampai di Jakarta, keripik itu diproses lagi oleh anak pertamanya.

Setelah diproses untuk menjaga kesegaran barang, kemudian didistribusikan ke pasar-pasar, mal dan kantin-kantin perkantoran di Jakarta. Jika laku seluruhnya, Sukiyanto bisa membawa pulang uang Rp 40 juta selama tiga hari di Jakarta.

“Sehari produksi saya memakai singkong basah 1 ton. Diproses jadi antara 3,5 kuintal hingga 5 kuintal. Kemudian diberi bumbu. Kirim ke Jakarta, lalu dibumbui lagi di sana. Kalau dikirim yang sudah full bumbu, sampai Jakarta warnanya sudah berubah. Pembeli nggak suka karena dianggap tidak fresh,” tuturnya.[Antika Hapsari/JP]

Advertisement
Advertisement