Marah yang Terpuji dan Marah yang Tercela
JAKARTA – Banyak sekali hal-hal sepele yang bisa menjadi penyebab kita marah. Tentu penyebab kemarahan berbeda-beda setiap individu. Diantara penyebab kemarahan yang umum adalah masalah personal, masalah yang dipicu orang lain, kejadian yang tidak mengenakan, kenangan akan kejadian yang traumatis, dan masalah hormonal.
Marah ada dua macam yaitu:
Marah yang terpuji: adalah marah karena membela diri, membela agama, membela kehormatan, atau membela orang yang didzalimi.
Marah yang tercela: adalah marah yang dilakukan atas dasar balas dendam atau keegoisan diri, marah tidak untuk menegakkan kebenaran, atau marah yang diiringi dengan perbuatan tercela.
Marah yang terpuji boleh, namun kita juga harus berhati-hati dan menjaga batas-batas kemarahan. Jangan sampai marah terpuji yang kita lakukan justru menjadi marah tercela karena keluar dari batas yang seharusnya.
Dalam al Quran, marah disebut “غضب” yang artinya marah. Salah satu ayat Al Quran tentang marah ini adalah pada surat Ali Imran ayat 134 yang artinya:
“orang yang berinfaq di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik“
Dari ayat di atas, orang yang menahan amarahnya termasuk “muhsinin” atau yang disebut orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah jelas menyukai orang yang berbuat baik itu.
Kita sebagai muslimin tentu juga harus menjadi muhsinin dengan menahan amarah sehingga kita mendapat ridho Allah. Apalagi hal tersebut jelas tertera dalam Al Quran.
Dalam sebuah hadist riwayat Bukhari no 6116 juga dijelaskan sedemikian rupa tentang larangan untuk marah. Berikut hadistnya:
“Dari Abu Hurairah berkata, seorang lelaki berkata kepada Nabi Muhammad Saw. “berilah aku wasiat” Beliau menjawab: “Janganlah engkau marah”. lelaki itu mengulang-ulang permintaannya namun Rasulullah (selalu) menjawab: “Janganlah engkau marah”.
Jadi dari salah satu ayat Al Quran dan salah satu hadist di atas, jelas sekali bahwa Islam melarang kita untuk marah atau menahan amarah. Allah jelas menyukai orang yang menahan amarah, dan Nabi Muhammad jelas bepesan kepada seorang lelaki untuk tidak marah. Kedua hal ini pasti cukup untuk kita ingat bahwa seharusnya kita menahan amarah.
Jadi jangan marah, ingatlah Allah mencintai orang yang menahan amarah. Ingatlah Raulullah berwasiat kepada kita “jangan marah”
Mengingat itu seharusnya cukup bagi kita yang beriman untuk tidak marah. Jika marah kita ternyata tidak mereda, maka hendaknya kita mengambil wudhu, diam, dzikir, dan memaafkan orang lain. []
Sumber Islamic Base