December 22, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Masih banyak Pekerja Migran yang Mendapat Diskriminasi dan Pungutan Liar Petugas Bea Cukai

5 min read

JAKARTA – Kinerja pelayanan petugas Direktorat Jenderal Bea Cukai terus menjadi sorotan. Hal itu terutama berkaitan dengan masih banyaknya keluhan masyarakat pada pelayanan yang diberikan oleh petugas Bea Cukai.

Salah satu area yang mendapat sorotan tajam adalah pelayanan petugas Bea Cukai di bandara khususnya terhadap para Pekerja Migran Indonesia (PMI). Para PMI sering kali mengeluh mendapat diskriminasi hingga pungutan. Keluhan itu juga ramai disuarakan di media sosial.

Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengungkapkan, laporan terkait diskriminasi yang diterima para pekerja migran saat pulang kampung (pulkam) ini sering diterima oleh pihaknya. Bahkan, meski sudah tidak ada lagi kewajiban bagi para pekerja migran untuk melewati terminal khusus pekerja migran di bandara. Namun, perlakukan petugas di bandara masih sama.

”Perlakukan yang dialami mereka oleh oknum petugas bandara, secara spesifik petugas bea cukai, menandakan tidak ada yang berubah,” ungkapnya.

Selain itu, cara pandang diskriminatif masih tertanam kuat pada petugas di bandara atas sosok pekerja migran. Mereka dianggap sebagai warga negara kelas 2. Sehingga, bisa diperlakukan berbeda. Padahal, sebagai petugas pelayanan publik harusnya memperlakukan seluruh warga negara secara sama dan baik.

Kemudian, para pekerja migran diangap ladang uang. Kepulangan mereka ke Tanah Air diidentikkan dengan membawa banyak uang untuk keluarga di rumah. Walhasil, kerap banyak pungutan yang menyasar para migran yang baru kembali.

”Jadi selama ini yang digembar-gemborkan oleh Kepala BP2MI bahwa pekerja migran akan mendapat perlakukan VIP itu semata hanya jargon. Karena perlakuan diskriminatif tidak berubah di lapangan,” keluhnya.

Kondisi-kondisi ini biasanya terjadi di bandara-bandara internasional yang memiliki direct flight dari negara pekerja migran bekerja. Seperti, Bandara Soekarno Hatta, Bandara Juanda, dan Bandara Kualanamu.

Tak hanya laporan, Sekretaris Jenderal Organisi Pekerja Seluruh Indobesia (OPSI) Timboel Siregar bahkan pernah menjadi saksi perlakukan diskriminatif salah seorang pekerja yang baru kembali dari luar negeri sekitar 2004 lalu. Ia ingat betul kala itu baru kembali dari Singapura bersama temannya. Kemudian, ada salah satu perempuan yang satu pesawat dengannya dan mendapat perlakuan berbeda oleh petugas di bandara.

”Saya ketemu di bandara sama pekerja, peneliti di Singapura. Si mbak ini memang gayanya agak acak-acakan,” kenangnya. Namun, yang membuatnya kaget, tiba-tiba perempuan tersebut diberhentikan dan diperiksa. Timboel yang memang dekat dengan dunia pekerja sontak emosi dan bertanya alasan si mbak tersebut tiba-tiba diperiksa khusus. Sementara, dia dan rekannya tidak. Padahal, sama-sama dari luar negeri.

”Karena dicurigai PMI. Saya tanya, kenapa anda membedakan? Atas dasar apa? Tidak ada dasar hukumnya PMI diperiksa khusus begini,” ujarnya menceritakan sikap protesnya saat itu.

Menurut Timboel, perlakuan tersebut muncul lantaran oknum petugas di bandara menilai para pekerja migran yang baru datang dari luar negeri memiliki banyak uang. Kemudian, mereka tak mengetahui seputar aturan-aturan yang berlaku di Indonesia lantaran jarang pulang. Hal ini yang kemudian menjadi motif para oknum untuk melakukan tindakan-tindakan diskriminatif berujung pungutan-pungutan.

”Memang imigrasi punya hak investigasi kalau ada kecurigaan, begitu pula bea cukai. Tapi bukan hanya untuk PMI, tapi untuk semua,” tegasnya.

Timboel menegaskan, perlu pengawasan ketat dan menyeluruh pada mereka yang bertugas di bandara. Pemerintah juga dinilai perlu membuka posko pengaduan terbuka dan berjenjang. Tak hanya lapor di tempat, tapi juga pelaporan online guna memastikan laporan dari PMI yang mendapatkan perlakuakn diskriminatif telah ditindaklanjuti. ”Ini kan nggak disediakan, jadi mereka nggak tahu harus lapor ke mana,” ungkapnya.

Terpisah, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati turut menyuarakan aspirasi para PMI itu. Kurniasih miris melihat banyaknya hal tidak menyenangkan yang dialami PMI. Baik ketika mengirim barang maupun saat kepulangan di Indonesia karena banyak barang yang dibongkar, diacak-acak, dan sebagian hilang.

‘’Aspirasi yang sama disuarakan teman-teman PMI Hongkong saat kami mendengar langsung aspirasi mereka belum lama ini. Masalah ini kembali ramai seiring viralnya beberapa kejadian di bea cukai bandara yang akhirnya berujung permintaan maaf,’’ ujarnya.

Kurniasih meminta agar perbaikan yang dilakukan bukan hanya pada saat viral semata, tapi menjadi standar baku yang diterapkan. Bea Cukai harus menyosialisasikan dan menjelaskan secara jelas SOP dalam pemeriksaan barang bawaan penumpang. Serta wajib bekerja berdasarkan SOP tersebut agar tidak terkesan ada diskriminasi.

Dia juga menyinggung soal aturan pengenaan biaya saat mengirim barang kembali ke Indonesia atau saat kepulangan ke Indonesia. Terlebih saat ini musim mudik yang mungkin dimanfaatkan sebagian PMI untuk pulang ke Tanah Air.

‘’Sosialisasi aturannya sudah dilaksanakan secara masif belum? Sehingga teman-teman yang tidak paham aturan tidak merasa diakali atau dibebani pembayaran berlebih. Karena ada yang menelepon langsung dan harus bayar sekian jika barangnya ingin keluar. Itu yang dicurhatkan teman-teman PMI,’’ sebut Politisi PKS itu.

Setelah sosialisasi aturan, Kurniasih menilai perlunya service excellent dari petugas bea cukai terhadap penumpang dari luar negeri terlebih kepada PMI. Sebab berkaca dari kasus yang dialami anak mantan Presiden RI Aliyah Wahid, terkesan ada diskriminasi terhadap profesi Pekerja Migran Indonesia.

Kejadian seperti itu bisa mencoreng nama baik bea cukai. Padahal kepabeanan Indonesia saat ini sudah mulai jadi model pembelajaran bagi negara berkembang lain tentang tata kelola kepabeanan.

‘’Justru teman-teman PMI ini harus disambut karpet merah karena remitansi mereka untuk devisa Indonesia adalah terbesar kedua setelah sektor migas. Tapi fakta di lapangan profesi PMI masih menjadi profesi yang dipandang sebelah mata sehingga tidak ada service excellent tapi yang didapat kesan intimidatif. Ini harus direformasi,’’ tegasnya.

Baru-baru ini, untuk meningkatkan pemahamam calon pekerja migran Indonesia (PMI), Bea Cukai secara rutin mengadakan sosialisasi aturan kepabeanan dan cukai. Sosialisasi itu dengan menggandeng Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

‘’Secara umum, informasi yang diberikan oleh Bea Cukai adalah terakit barang kiriman impor, barang pribadi bawaan penumpang, dan registrasi IMEI,’’ ujar Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Hatta Wardhana.

Dalam sosialisasi yang diadakan pada 30 Maret 2023 dan 6 April 2023 tersebut, terdapat puluhan PMI yang akan bekerja ke berbagai negara, antara lain Hongkong, Taiwan, Polandia, Malaysia, dan Korea.

Hatta menambahkan, bahwa informasi kepabeanan menjadi hal yang penting untuk diketahui bagi para PMI agar dapat menjadi acuan ketika mereka mengirim barang atau kembali ke Indonesia.

Dalam setiap kesempatan sosialisasi, Bea Cukai juga memberikan buku saku kawan migran yang dapat diakses melalui taplink.cc/beacukaijuanda. Hatta menyebut pihaknya akan terus berkomitmen untuk menyebarluaskan informasi terkait kepabeanan dan cukai guna meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap aturan kepabeanan dan cukai.

‘’Melalui kegiatan orientasi pra pemberangkatan ini, kami berharap pengetahuan calon PMI mengenai kepabeanan dan cukai semakin meningkat sehingga mereka dapat bekerja di luar negeri dengan lebih memahami peraturan-peraturan yang berlaku. PMI paham aturan, perjalanan pun jadi tenang,’’ katanya. []

Advertisement
Advertisement