Memanipulasi Proses Perceraian Demi Memuluskan Keinginan
ApakabarOnline.com – Temans, jadi jomblo itu ga enak, tapi lebih ga enak lagi kalo uda punya pasangan, lalu bercerai. Sedihkan.
Ada banyak alasan yang mendasari suami istri memutuskan untuk bercerai, misalnya nih:
- Bisa jadi, pas reunian ketemu sama mantan, nanyain kabar lanjut curhat-curhatan dan berakhir dengan perselingkuhan.
- Ada juga yang nggak bisa nahan emosi. Kalo udah gitu berantem mulu tiap hari, bahkan sampe ngeluarin jurus pencak silat ala Iko Uwais atau Wing Chunnya Yip Man.
- Ada lagi yang bergaya layaknya bang Toyib. Pergi nggak pamit, ngga pernah kasih kabar, tiap lebaran nggak balik (beda dengan Rangga AADC balik lagi setelah satu purnama).
- Buat yang muslim silakan baca Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam.
Kadang kala, kalo emang udah sepakat dan nggak ada niat buat mempertahankan proklamasi ijab kabul, salah satu pihak bakalan abstain di tiap acara persidangan. Begitu ada relaas (surat panggilan sidang) dari juru sita (salah satu tugasnya emang kirim undangan buat sidang) ya nggak akan di ‘gagas’. Begitu hari sidang tiba, ya mangkir.
Berdasarkan survey yang saya lakukan, 10 dari 7 orang menyatakan bahwa mereka mangkir dari panggilan sidang dengan alasan biar prosesnya cepat selesai, nggak repot juga bikin jawab jinawab. Kalo emang mau bubar, ya sudah biar diputus verstek saja. Begitu jawaban si Fulan yang ane survey.
Kalo keduanya udah sepakat dan pihak termohon atau tergugat nggak mau dateng, majelis hakim tetap akan membuka persidangan tanpa kehadiran pihak tergugat atau termohon sesuai dengan jadwal sidang yang sudah ditentukan.
Biasanya pada saat sidang pertama, hakim bakal ngecek kehadiran para pihak. Bilamana nggak lengkap, hakim akan mencoba melakukan pemanggilan ulang. Jika sudah beberapa kali dipanggil secara sah dan patut dia tetep nggak hadir, nggak juga menunjuk kuasa untuk hadir, berdasar bukti dan keyakinan majelis hakim, maka gugatan atau permohonan tersebut diterima dengan keputusan tanpa kehadiran atau verstek. Kecuali, jika hakimnya nggak yakin dan curiga kalo gugatan/permohonan itu cacat hukum ya gaes.
Dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata, Prof. M. Yahya Harahap mengatakan maksud utama adanya putusan verstek dalam hukum acara adalah untuk mendorong para pihak mentaati tata tertib beracara sehingga proses pemeriksaan penyelesaian perkara terhindar dari anarki atau kesewenangan. Dalam buku yang sama, beliau menjelaskan bahwa bentuk putusan verstek terdiri dari:
- Mengabulkan gugatan penggugat
- Menyatakan gugatan tidak dapat diterima
- Menolak gugatan penggugat
Kalo memang pasangan suami istri udah nggak ada peluang buat rukun, dan mereka juga sepakat lahir lagi batin untuk mutusin ikatan perkawinan, hal-hal yang diterangin diatas bisa dimaklumin lah ya.
Btw nih gaes terkadang ada loh orang yang curang dan sengaja memanipulasi proses perceraiannya dengan alasan-alasan yang nggak masuk diakal.
Biasanya, pihak yang ingin perkawinannya berakhir bakal ngelakuin hal-hal yang sekiranya bisa meyakinkan hakim untuk mengabulkan gugatan/permohonan cerainya. Salah satu cara yang paling sering dilakukan adalah dengan memanipulasi alamat. Harapan penggugat, relaas (panggilan sidang) gak sampai ke tangan tergugat/termohon. Kalo sudah begitu, tergugat atau termohon nggak bakal datang ke persidangan karena gak tahu kalo ia digugat pasangannya.
Seandainya fakta yang terjadi memang seperti itu, maka merujuk pada bukunya Prof. Yahya Harahap tadi, bisa jadi hakim akan memutus “Menyatakan gugatan tidak dapat diterima” atau “Menolak gugatan penggugat”.
Tanpa kehadiran pihak tergugat/termohon, putusan verstek dalam perkara perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap selama pihak tergugat/termohon tidak mengajukan verzet atau banding di pengadilan tinggi. Maka dari itu, seperti kata Pasal 149 RBg putusan verstek tidak boleh dijalankan sebelum lewat 14 hari kalender sesudah putusan tersebut diterima oleh para pihak.
Terhadap putusan verstek pihak yang dikalahkan dapat mengajukan perlawanan atau verzet, dalam arti kata verzet adalah perlawanan tergugat/termohon atas putusan yang dijatuhkan secara verstek.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 129 Ayat (2) HIR, verzet dapat diajukan dalam jangka waktu 14 hari kalender sejak putusan diterima secara pribadi oleh tergugat, tapi kalo ternyata tergugat tidak menerima secara pribadi, maka ada jangka waktu tambahan 8 hari kalender setelah pemberitahuan disampaikan.
Apabila jangka waktu tersebut terlampaui, maka tergugat kehilangan hak untuk mengajukan perlawanan dan dianggap menerima putusan verstek, dan tertutup sudah peluang untuk upaya hukum banding dan kasasi.
Lha kalo ternyata yang nggak hadir itu malah penggugat ataupun pemohonnya gimana ya? Untuk kasus begini ini, Majelis Hakim akan menyatakan gugatan ataupun permohonan yang diajukan gugur, cek aja Pasal 124 HIR.
HIR itu singkatan dari Herzien Inlandsch Reglement ya gaes, HIR itu salah satu sumber hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia, karena memang aturan peralihan dalam UUD 1945 mengakui HIR sebagai aturan hukum peninggalan Belanda yang berlaku.
Begitulah sekapur sirih tentang perceraian. Makanya saya mewanti-wanti diri sendiri, seketika ada masalah semaksimal mungkin saya selesaikan di rumah. Jangan di ruang sidang, karena bagi saya, ruang pengadilan itu bukan tempat menyelesaikan masalah, tapi tempat memutus perkara. Sepakat.[]
Penulis Dedi Triwijayanto