Membangun Trust Wisatawan Usai Gempa Besar Mengguncang
MATARAM – Salah satu fokus pemerintah dalam penanganan korban gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), ialah mengevakuasi warga dan wisatawan di tiga pulau kecil yang jadi pusat daya tarik wisata di sana.
Tiga pulau yang dimaksud adalah Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air. Kepala Pusat Data Informasi (Pusdatin) dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyebut ada sekitar 4.636 wisatawan, baik lokal maupun asing, di tiga pulau itu.
Sampai Selasa (07/08/2018), Sutopo mengklaim sebagian besar dari wisatawan itu sudah berhasil dievakuasi dengan kapal-kapal menuju Pelabuhan Bangsal, Lombok Utara; Pelabuhan Lembar, Lombok Barat; atau Pelabuhan Benoa, Bali.
Gambaran persis tentang kerusakan yang dialami di tiga Gili belum banyak dilaporkan berbagai pihak. Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu M Faozal kepada detikcom mengatakan sampai saat ini pihaknya masih mengumpulkan data soal kerusakan di sejumlah lokasi wisata utama di Pulau Lombok.
Kendati demikian, Faozal menerima laporan bahwa sejumlah akses menuju Lombok Utara terputus akibat longsoran dan jalan yang terbelah akibat gempa.
Lombok Utara adalah wilayah yang paling terdampak gempa. Di Lombok Utara itu pula, tiga Gili berikut destinasi wisata populer seperti Pantai Senggigi dan sebagian wilayah dari Taman Nasional Gunung Rinjani berada.
Sebastiaan Evans, seorang turis asal Inggris, sempat menceritakan pengalamannya ketika berada di sebuah hotel di Gili Trawangan saat gempa itu terjadi kepada ABC.
“Kolam renang (hotel) kami berguncang hingga airnya membanjiri kamar. Kami pergi mencari informasi ke resepsionis, tapi mereka tidak memberi tahu apa yang harus kami lakukan. Lalu kami lari ke jalan, di sana orang-orang sudah ramai menyuruh untuk berlari karena akan ada tsunami,” kata Evans.
Kepanikan itu menggiring Evans dan ratusan warga dan turis berlari ke area perbukitan di pulau itu. Evans dan beberapa lainnya bahkan memutuskan untuk bertahan hingga keesokan pagi, sampai benar-benar kabar tsunami itu tidak terbukti.
Beberapa foto yang dibagikan Evans kepada ABC juga menunjukkan sejumlah kerusakan bangunan hotel dan rumah di Gili Trawangan.
Kepanikan juga terjadi manakala ribuan orang mengantre untuk bisa masuk ke dalam kapal. Michelle Thompson, turis asal Amerika Serikat, hanya bisa menyaksikan sejumlah orang melakukan tindakan brutal supaya bisa lebih dulu “diselamatkan”.
“Ada beberapa orang yang langsung melemparkan koper mereka ke kapal. Aku harus berjuang mati-matian untuk bisa naik ke kapal sambil membawa suamiku yang terluka,” katanya dalam The Sun.
Hiruk pikuk ini bukan tanpa sebab. Lima kapal tambahan yang dioperasikan Kementerian Perhubungan hanya mampu menampung 20 sampai 50 orang. Sebenarnya ada satu kapal feri yang bisa menampung hingga 300 orang, namun kapal tidak bisa bersandar hingga ke tepi pantai karena jangkarnya bisa merusak karang.
Kapal hanya bisa menunggu di perairan yang cukup dalam. Oleh karenanya, wisatawan dibawa dahulu dengan kapal kecil menuju kapal besar, untuk selanjutnya berlayar ke Pelabuhan Lembar, Lombok.
Merelakan target
Bencana memang tidak diprediksi. Namun, dari pengalaman yang dibagikan Evans di atas, bisa dilihat bahwa belum semua orang lokal dan petugas memiliki penguasaan yang mumpuni ketika menghadapi bencana.
Hal seperti ini yang kemudian dikhawatirkan bisa membuat wisatawan menjadi ragu untuk kembali ke Indonesia.
Ketua Association of The Indonesian Tours Travel Agent (ASITA) NTB Dewantoro Umbu Joka mengatakan, sebagian bear wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Gili adalah orang asing. Sehingga, informasi apapun yang dibagi kepada mereka haruslah benar-benar valid.
“Kita perlu informasi BMKG dan BNPB yang benar-benar valid. Ketika kita meyakinkan, kita memberikan kepercayaan kepada turis, jangan sampai kita bilang tidak ada masalah, tiba-tiba ada masalah,” sebutnya dalam VIVA.
Pihaknya pun mafhum, jika akibat bencana ini jumlah wisatawan akan merosot, namun dirinya berharap segera ada informasi dari pihak berwenang bahwa Lombok aman dikunjungi agar ke depannya kunjungan turis ke Indonesia tidak terganggu.
“Mesti ada ada alasan secara ilmiah kan untuk suruh mereka datang. Butuh garansi dari badan yang berwenang yang mengatakan bahwa gempa itu sudah berakhir,” tukasnya.
Keyakinan yang sama atas turunnya jumlah wisatawan ke Lombok juga diutarakan Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Dari kejadian gempa pertama, Minggu (29/07/2018), jumlah wisatawan asing yang membatalkan perjalanannya ke Indonesia mencapai 100.000 orang. Jumlah yang tidak jauh berbeda diperkirakan Arief terjadi pada gempa kedua ini.
Menurut Arief, porsi wisatawan asing yang datang ke Lombok tidak terlalu signifikan. Akan tetapi, banyak wisatawan yang sebelumnya berada di Bali melanjutkan perjalanannya ke Lombok.
“Kalau yang direct tidak terlalu besar. Tapi kalau indirect bisa mencapai 2 juta,” sebutnya dalam Liputan6.com. Alhasil, Arief pun pasrah jika target 17 juta wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia batal terpenuhi lagi pada tahun ini.
Meski demikian, Arief berjanji tetap mengupayakan seluruh jajaran dan pemangku kepentingan pariwisata lainnya untuk bergerak cepat membantu proses pemulihan di Lombok.
Saat ini, ada tiga langkah yang dilakukan kementeriannya dalam memberikan akses kepada wisatawan. Pertama, memberikan pelayanan informasi resmi terkini dengan terus menerus, agar tidak ada kesimpangsiuran.
Kedua, memberikan pelayanan, utamanya yang berhubungan dengan akses transportasi dan akomodasi. Dan, ketiga pemulihan destinasi pariwisata melalui perbaikan akses dan potensi daerah lainnya.
Sampai Selasa siang, jumlah korban meninggal dunia akibat gempa meningkat menjadi 105 orang, korban luka-luka 236 orang, dan puluhan ribu masih mengungsi. Alat-alat berat kini dikerahkan untuk menggali korban-korban yang diyakini banyak tertimpa bangunan.[Nirmala/Tagar]