November 2, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Mengenal Sindrom Kepala “Penceng” atau Plagiocephaly pada Bayi

3 min read

Sindrom kepala datar atau secara medis dikenal dengan posisi plagiocephaly merupakan kondisi yang dialami satu dari lima bayi. Kondisi ini adalah ketika kepala bayi tampak lebih rata di satu sisi, atau di bagian belakang.

Masalahnya, walau ada orang tua yang tidak terlalu memperhatikan atau memedulikan kondisi ini, banyak orang tua yang justru khawatir bentuk kepala datar pada bayi bisa mengganggu perkembangan otak buah hati.

Padahal, sindrom kepala datar pada dasarnya bisa dicegah pun diperbaiki lewat penanganan dokter, bahkan tak jarang bisa membaik dengan sendirinya jika dirawat telaten.

Selebritas asal Amerika Serikat Chrissy Teigen membuktikan hal tersebut. Dalam satu unggahan foto terbarunya yang sempat mengundang perhatian publik, ia menunjukkan bahwa sindrom kepala datar seharusnya tak perlu menjadi kekhawatiran orang tua.

Teigen mengunggah foto kebersamaan dengan Miles, putra bungsunya berusia 6 bulan yang tampak menggunakan helm.

“Bayiku mengenakan helm pembentuk kepala hari ini! Tak perlu merasa kasihan padanya kalau melihat foto ini. Dia bahagia dan kami sedang memperbaiki (kepalanya yang) datar,” tulis istri penyanyi John Legend itu lewat akun Instagram @chrissyteigen.

Bruce Y. Lee, Profesor kesehatan internasional di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health menulis dalam Forbes bahwa posisi tidur bayi sangat menentukan bentuk kepala karena bayi memiliki kepala yang lunak.

Lee menerangkan, tengkorak kepala bayi yang masih belum sepenuhnya menyatu dan mengeras ini berfungsi penting agar bayi cukup fleksibel keluar dari jalan lahir, sekaligus mendukung pertumbuhan otaknya di tahun pertama kehidupan. Namun akibatnya, kepala bayi juga jadi mudah dibentuk.

Penyebab paling umum sindrom kepala datar karena bayi terlalu lama tidur telentang atau tidur di satu posisi. Kebiasaan menempatkan bayi di perangkat seperti kursi mobil bayi, kereta bayi, ayunan, atau kursi goyang selama berjam-jam juga berpengaruh.

Meski begitu jangan keburu menyalahkan diri. Rupal Christine Gupta, MD, dalam ulasannya di Kids Health menyebutkan ada sejumlah kondisi yang membuat bayi berisiko tinggi mengalami sindrom kepala datar.

Kata dia, bayi-bayi yang terlahir prematur cenderung berkepala datar karena tengkorak kepalanya jauh lebih lunak ketimbang bayi lahir normal. Terlebih lagi, American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan bayi prematur atau yang memiliki kondisi tertentu agar tidur telentang untuk mengurangi risiko sindrom kematian bayi mendadak.

Selain itu, tutur Gupta, bawaan lahir juga berpengaruh.

Menurutnya banyak bayi yang sejak dalam kandungan sudah memiliki beberapa titik kepala datar. Ada pula yang terlahir dengan kepala datar memanjang sebagai akibat ibu mengejan tepat di tengkorak kepala bayi saat melahirkan.

Lisa Williams, fisioterapis ahli yang berspesialisasi menangani bayi dengan sindrom kepala datar, mengatakan bayi-bayi dengan tortikolis atau otot leher kaku, baik itu karena terkendala dalam rahim atau karena kebiasaan berdiam di satu posisi sama saat berbaring, bisa sangat kesulitan membalikkan atau memutar kepala. Karena itulah mereka cenderung berkepala datar.

Ia menambahkan bahwa sindrom ini lebih sering dialami bayi laki-laki (60 persen) dibanding perempuan (40 persen), karena pergerakan kepala bayi laki-laki cenderung lebih lambat dan kepalanya cenderung lebih berat.

 

Adakah efeknya?

Alexandra Martiniuk, profesor Epidemiologi dari University of Sydney, dalam tinjauan studinya pada tahun 2017 pernah mengidentifikasi 19 penelitian ilmiah soal sindrom kepala datar pada anak usia tiga bulan sampai sepuluh tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa sindrom ini adalah “penanda” potensi keterlambatan perkembangan.

Dengan demikian, ia menyimpulkan bahwa tidak semua anak yang mengalami kepala datar akan mengalami masalah perkembangan sebagaimana diyakini sebelumnya.

Martiniuk bilang, paling sering anak-anak berkepala datar dengan tingkat keparahan tertentu menunjukkan kendala pada domain motorik—pengendali aktivitas otot macam berjalan (motorik kasar) dan memegang sendok (motorik halus).

Kendala selanjutnya, lanjut dia, terlihat pada kemampuan berbahasa seperti bicara, dan kemampuan kognisi seperti memahami makna nama-nama benda.

Kendati demikian, ia beserta ahli lainnya sepakat bahwa sindrom kepala datar lebih sering tidak menyebabkan masalah langsung pada otak.

Untuk mendeteksi sindrom ini, kata Lee, Anda hanya perlu melihat dengan seksama kepala bayi Anda. Jika posisinya tidak simetris, kemiringan sisi kanan kiri berbeda, ada tonjolan, atau area datar, maka bisa dipastikan itu kepala datar.

Penanda lain, sambung Gupta, biasanya bagian belakang kepala anak yang disebut occiput, selain tampak rata juga hanya ditumbuhi sedikit rambut dibanding bagian lainnya.

Untuk mencegah, mengganti posisi bayi Anda secara berkala dapat memperbaiki masalah. Tentu saja, pastikan bahwa bayi Anda tidak memiliki alasan yang mendasari untuk tetap berada di posisi yang sama sepanjang waktu seperti rasa sakit, tortikolis, atau masalah pergerakan lainnya.

Jika perubahan posisi tidak berhasil atau bayi Anda telah mencapai usia minimal 6 bulan, para ahli menyarankan mengecek ke dokter untuk menghindari kemungkinan kecil adanya kelainan pertumbuhan tengkorak, pun terapi fisik atau terapi helm selama 3-6 bulan untuk memperbaiki bentuk kepala. []

Advertisement
Advertisement