April 25, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Makna Bertahan Bagi Perempuan

3 min read

Pagi itu, seorang perempuan berusia 23 tahun menangis tersedu di hadapan beberapa rekan kantornya. Dari mulut, keluar kisah penjambretan yang baru saja ia alami di malam sebelumnya. Ia menceritakan sosok lelaki penjambret yang menyerangnya tanpa dapat ia lawan sedikit pun.

“Lagian elu juga sih, pulang dari kantor malem-malem. Sendirian pula.”

Celoteh yang cenderung menyudutkan dirinya itu tak sedikit ia dapatkan dari para pendengar kisahnya. Situasi ini rasanya telah menjadi kebiasaan beberapa individu pada saat terjadi kejahatan pada seorang perempuan: menyalahkan korban. Tradisi yang juga dikenal dengan sebutan victim blaming ini memandang bahwa perempuan merupakan kelompok yang lemah dan rawan menjadi korban kejahatan, serta tidak mampu melakukan perlawanan ketika hal tersebut terjadi.

Tidak hanya penjambretan, berbagai tindakan pelecehan seksual dalam berbagai skala juga mengintai kaum hawa. Maka dari itu, cara yang paling tepat untuk seorang perempuan dari tindakan kejahatan adalah dengan menghindari perilaku yang diasosiasikan ‘menarik’ minat sang penjahat, misalnya berjalan sendirian di malam hari, atau menggunakan busana yang cukup terbuka. Ancamannya kini tak cuma tindak kriminal itu sendiri, tetapi juga tuduhan bahwa hal yang menyebabkan mereka menjadi korban adalah perilaku mereka sendiri. Padahal, dalam tindakan kriminal, pihak yang sesungguhnya bersalah ya si pelaku, bukan malahan korban.

 

Yang Lemah Yang Diincar

Dengan mengesampingkan tradisi victim blaming, perlu disadari bahwa memang masih secara nasional, kejahatan masih menjadi hal yang perlu diperhatikan. Setidaknya dalam kurun waktu 2014-2016, rasio dan jumlah tidak kejahatan di Indonesia cenderung meningkat dengan total 357.197 tindak kejahatan.

Bila berfokus kepada kejahatan di mana perempuan menjadi korbannya, dan pada akhirnya menjadi sasaran victim blaming, gembar-gembor isu kesetaraan sedikit banyak turut berpengaruh.

Ditilik secara runut, isu kesetaraan jender membawa masyarakat pada kemunculan hegemoni tandingan bahwa perempuan tidak hanya berhak mengurusi tugas-tugas domestik sebagai istri atau ibu rumah tangga, tetapi juga memiliki kebebasan untuk bekerja di luar rumah sesuai dengan minat dan bakatnya.

Kaum perempuan kini dapat memanfaatkan kemampuannya dengan berkarir di kantor-kantor. Jarak tempat tinggal dengan area mencari nafkah yang cukup jauh tidak menjadi masalah. Kendaraan pribadi maupun transportasi umum menjadi pilihan demi melaksanakan pekerjaannya di gedung-gedung bertingkat. Sayang, hal ini tidak beriringan dengan kualitas keamanan saat menempuh perjalanan tersebut. Perampasan barang, pelecehan seksual, serta tindak kejahatan lainnya bukannya jarang terjadi di jalanan maupun transportasi umum.

Sementara itu, stereotip akan kemampuan perempuan melindungi diri sendiri juga menjadi salah satu faktor yang berpengaruh. Dibanding laki-laki, perempuan lebih cenderung dianggap lemah dan tak berdaya. Perempuan dianggap sebagai target empuk bagi para pelaku kejahatan, dan oleh karenanya secara tak langsung meningkatkan tindak kejahatan terhadap kelompok ini.

 

Perempuan Bisa Melawan

Pada kenyataannya perempuan dan laki-laki punya potensi yang sama untuk mengembangkan kemampuan melakukan pertahanan diri terhadap kejahatan yang mengancam diri mereka. Dengan mempelajari bela diri misalnya, perempuan bisa membuktikan kalau ia juga mampu melindungi diri sendiri, bukannya malah mengamini pandangan bahwa ia lemah.

Adalah Krav Maga, sebuah teknik pertahanan diri yang bertujuan untuk mempertahankan diri dari perkelahian jalanan. Teknik ini mula-mula dikembangkan melalui pelatihan di bawah Asosiasi Krav Maga Israel pada tahun 1980-an. Di Indonesia sendiri, Krav Maga masuk melalui dua organisasi, yakni Komando Indonesia dan Self Defense Indonesia.

Meski banyak terinspirasi dari berbagai aliran bela diri lainnya, seperti kung fu, jujitsu, dan judo, Krav Maga memiliki teknik berbeda. Tidak ada peraturan yang terlalu baku dalam Krav Maga karena teknik ini pada dasarnya murni untuk pertahanan dan menekankan ada keselamatan diri dengan melumpuhkan lawan melalui berbagai cara. Pada Krav Maga, ditekankan untuk melakukan serangan terus-menerus tanpa memberi lawan kesempatan. Yang lebih penting lagi, teknik ini mendorong pemakainya untuk menyadari benda-benda apa yang ada di sekitar dan dapat digunakan untuk membela diri dari kejahatan.

Karena peraturan yang tidak terlalu baku itu, Krav Maga lebih memungkinkan untuk diakses oleh semua orang. Laki-laki maupun perempuan dapat mempraktikkannya, apalagi kini teknik bela diri ini sudah cukup dikenal dan banyak diajarkan oleh beberapa klub. Bermodal persiapan fisik untuk dapat melaksanakan gerak refleks yang baik, teknik ini sudah dapat mulai dipelajari.

Pada akhirnya Krav Maga hanyalah salah satu teknik yang memiliki potensi untuk dipelajari perempuan untuk melindungi dirinya dari berbagai kejahatan yang mungkin menghampiri. Pandangan-pandangan bahwa kejahatan terhadap perempuan disebabkan oleh tindak-tanduk korban sendiri mungkin masih banyak berkeliaran di otak beberapa kelompok masyarakat. Namun, setidaknya kemampuan untuk membela diri untuk mencegah terjadinya kejahatan tersebut barangkali bakal meredam tindakan victim blaming mereka selama beberapa waktu.[Novelia]

Advertisement
Advertisement