Mengukur Kemandirian Ekonomi Bangsa, Dari Bilik Dapur Ibu-Ibu di Pedesaan
ApakabarOnline.com – Adanya “kepanikan” dan “kesemrawutan” kebijakan pemerintah dalam menghadapi dan melakukan penanganan atas merebaknya wabah Covid-19 saat ini adalah tidak terlepas dari ketidaksiapan bangsa ini dalam membangun sistem ketahanan pangan dan kemandirian ekonomi yang ada. Hal ini dapat dilihat dari aspek pengelolaan keuangan negara, ketahanan pangan, sosial budaya, dan lain sebagainya.
Dari aspek keuangan negara, menunjukkan bahwa dalam anggaran keuangan pemerintah yang ada adalah ketidaksediaan “Alokasi Dana Tak Terduga” yang cukup memadai guna menghadapi dan melakukan penanganan wabah Covid -19 yang menyebar pada hampir seluruh penjuru tanah air pada saat ini. Sehingga untuk menutup pembiayaan terhadap penanganan medis, seperti obat-obatan, APK dan Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bansos, yang ditujukan kepada masyarakat rentan dampak Covid-19 (masyarakat tidak mampu), akhirnya terpaksa dipenuhi dengan cara mencari hutangan luar negeri yang tidak sedikit jumlahnya.
Dari aspek ketahanan pangan, juga menunjukkan bahwa ketersediaan atau cadangan pangan yang ada belum dapatmemberikan “Jaminan yang Kuat” agar masyarakat Indonesia dapat tetap bertahan (survive) dan terhindarkan dari wabah kelaparan di tengah-tengah wabah Covid-19 yang terjadi, karena saat inipun kita belum dapat memprediksikan kapan wabah Covid-19 ini akan berakhir.
Belajar dari Ketangguhan seorang Ibu dalam Mengelola Anggaran Belanja Dapur
Dengan melihat kondisi yang demikian itu, tidak ada salahnya apabila kita mencoba mengintip ke bilik dapur dari beberapa ibu rumah tangga yang tinggal di daerah pedesaan. Mereka terlihat memiliki ketangguhan dan ketahanan yang lebih kuat dalam menghadapi kondisi tak terduga yang mungkin terjadi (seperti wabah Covid-19 yang terjadi saat ini).
Setelah diamati lebih lanjut, dapat digambarkan bahwa tingkat keberhasilan tersebut di atas adalah tidak terlepas dari prinsip kemandirian yang terbangun dan seberapa besar nilai tabungan yang dimiliki saat ini. Seperti diketahui bahwa ibu-ibu yang tinggal di daerah pedesaan ini adalah memiliki kebiasaan atau budaya menabung yang sangat kuat, baik tabungan berupa tabungan uang maupun dalam bentuk lainnya, seperti :
Pertama, Tabungan Jangka Pendek. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan dapur rumah tangganya selama satu tahun, para ibu ini selalu menabung dalam bentuk bahan makanan pokok yang tahan disimpan selama satu musim atau satu tahun, seperti gabah, gaplek, palawija, dll. Kebutuhan pangan keluarga selama satu tahun ini mereka penuhi dengan cara bercocok tanam beberapa dan bekerja paruh waktu (non pertanian). Hasil panen yang ada tidaklah mereka jual semua ke pasar, namun ada bagian khusus yang selalu disimpan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya selama satu tahun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup lainya mereka biasanya bekerja paru waktu di bidang non-pertanian selepas kegiatan bercocok tanam dan atau menjadi pedagang musiman di pasar tradisonal untuk menjual hasil panen tanaman sayur-sayuran, palawija, ketela, dan lain sebagainya.
Kedua, Tabungan Jangka Panjang. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan kedepan, baik yang terencana maupun tidak terencana/kondisi darurat yang ada, mereka telah terbiasa menabung dalam bentuk:
Uang dan perhiasan emas, ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan umum yang mendesak dan perlu diselesaikan dengan cepat.
Hewan piaraan seperti sapi, kambing, ayam dan ikan, yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak, ketika ada anggota keluarga yang sakit, mempunyai hajat keluarga (melahirkan, menikahkan anaknya), ada famili jauh yang berkunjung, dan lain sebagainya.
Tanaman pangan yang berumur tahunan, yang dapat digunakan untuk memenuhi konsumsi atau bahan cadangan pangan penganti nasi, pada saat terjadi gagal panen (padi) sebagai tanaman pokok mereka. Tanaman ini dapat berupa gembolo, gembili, ganyong, suweg, dan lain sebagainya. Tanaman ini bisa dipanen satu sampai lima tahun sekali, semakin lama pemanen yang dilakukan maka akan semakin besar pula jumlah panennya.
Dalam kondisi yang demikian itu, maka apabila dibandingkan dengan ibu-ibu yang ada di perkotaan, maka ibu-ibu di pedesaan ini tentunya akan memiliki tingkat ketangguhan dan kesiapan yang lebih kuat dalam menghadapi dampak ekonomi yang ditimbulkan dari wabah Covid-19 ini.
Dengan belajar dari bilik dapur dari para ibu rumah tangga yang tinggal di pedesaan di atas, maka ada beberapa hal pokok yang bisa disimpulkan, yakni :
- Dari aspek manajemen atau pengelolaan keuangan negara; sudah seberapa jauhkah kemampuan pemerintah dalam menyediakan alokasi dana tak terduga. Khususnya dalam penanganan wabah Covid-19 yang melanda bangsa saat ini. Terkait dengan budaya menabung, sudah seberapa jauhkah kemampuan BUMN/BUMD/BUM Desa dalam memupuk keuntungan dan menyisihkan sebagian hasil keuntungan usaha yang ada, guna menjaga ketersediaan tabungan yang memadai yang dapat menjadi penopang utama bagi pemerintah apabila terjadi sebuah situasi dan kondisi tak terduga, sebagai misal : biaya penanganan wabah Covid-19 seperti yang terjadi saat ini.
- Dari aspek kemandirian ekonomi, sudahkah bangsa ini membangun sebuah kemandirian ekonomi yang dapat ditempuh dengan selalu memacu peningkatan sektor produksi dan meminimalisasi konsumsi yang ada dan mengurangi angka ketergantungan atas dana yang bersumber dari hutang luar negeri.
- Apakah budaya atau kebiasaan hutang luar negeri ini memang telah menjadi prioritas dan dijadikan jalan pintas bagi pemerintah untuk menghadapi kondisi yang tak terduga dan kapan saja bisa terjadi? Apakah keberadaan hutang luar negeri yang cukup besar ini, tidak akan mempengaruhi independensi dan kemandirian pemerintah dalam percaturan politik internasional yang ada? Apakah beban hutang luar negeri ini, juga tidak meninggalkan beban berat bagi rakyat dan generasi selanjutnya.
- Dari aspek ketahanan pangan dan kemandirian ekonomi rakyat; sudah seberapa jauhkah tingkat keberhasilan atas “Program Pembangunan Ketahanan Pangan” yang telah dicanangkan oleh pemerintah jauh-jauh hari sebelum wabah Covid-19 ini muncul. Sudah berapa besarkah ketersediaan pangan saat ini untuk menghadapi wabah Covid-19? Apakah dalam kondisi bangsa yang seperti ini, pemerintah akan tetap mengandalkan impor produk pangan dari luar negeri? Padahal seperti kita ketahui, bahwa kita terkenal sebagai negara agraris yang sebagian besar mata pencaharian penduduknya petani dan telah dikarunia tanah pertanian yang cukup subur.
- Dengan belajar dari pengalaman dari ibu-ibu yang tinggal di pedesaan di atas, maka apakah para ibu yang tinggal di daerah perkotaan dapat mencontoh atas kemandirian dan budaya menabung yang tidak hanya berwujud uang saja ini. Sebagai misal : dengan keterbatasan lahan yang ada, maka hal ini bukanlah menjadi hambatan bagi ibu-ibu di perkotaan dalam menanam beberapa jenis tanaman tertentu, yakni dengan menanam sayur-sayuran dengan media polibag/pot bunga atau teknik hydroponik. Karena dengan tabungan berupa tanaman sayuran ini, tentunya hal ini dapat sedikit membantu memenuhi kebutuhan konsumsi sayur keluarganya di hari esok, sebab kita semua juga belum dapat memprediksikan tentang kapan wabah Covid-19 ini akan berakhir dan bagaimana pula dengan kondisi finansial kita di esok hari nanti.[]
Penulis : Budi Purwanti, S.E., Pengurus Wanita Islam PD Kota Jogja.