Menjadi Salah Satu Kategori Kelompok Rentan, Begini Pengakuan Anak PMI Hong Kong Asal Tulungagung yang Nekat Menggugurkan Kandungan
SURABAYA – Meski terdapat larangan untuk aborsi, nyatanya praktik menggugurkan kandungan tersebut masih dilakukan sebagian remaja. Tentu itu terjadi karena faktor keluarga, lingkungan, atau pasangan yang tidak dapat menerima kenyataan atau risiko akibat pergaulan bebas.
Sebut saja Bunga (bukan nama sebenarnya), perempuan berusia 19 tahun tersebut diketahui sempat melakukan aborsi untuk menggugurkan kandungannya yang dihasilkan di luar pernikahan. Saat itu, perempuan asli kelahiran Tulungagung ini masih tergolong belia atau sekitar 17 tahun. Meski hal tersebut telah berlalu, potret kenangan masa itu masih tergambar jelas dalam kepalanya.
“Masih ingat, Mas. Waktu itu usia saya masih sekitar 17 tahun lebih, hampir menginjak 18 tahun. Itu pas mau ujian nasional,” jelasnya dinukil dari Radar Tulungagung pada Selasa (07/02/2023).
Diketahui, larangan untuk melakukan aborsi tertuang pada pasal 75 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan selanjutnya disebut UU Kesehatan. Dalam pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi.
Latar belakang hubungan keluarga Bunga bisa dibilang tidak baik-baik saja. Ibu Bunga menjadi tulang punggung keluarga dengan merantau ke luar negeri menjadi PMI di Hong Kong. Kemudian, hubungan Bunga dengan ayahnya pun tidak cukup baik.
“Bisa dibilang broken home, Mas. Jadi, dari keluarga itu tidak ada orang terdekat, hanya ibu. Tapi, ibu harus pergi jauh jadi TKW untuk menyambung hidup,” ucapnya.
Sembari jari tangannya bergetar, Bunga melanjutkan cerita masa kelamnya. Saat itu, kehamilannya berusia 1 bulan lebih 2 minggu. Dia mengetahui kehamilan tersebut setelah memeriksanya menggunakan test pack lantaran tidak kunjung menstruasi.
“Usia kandungan itu sekitar 1 bulan lebih 2 minggu. Saya tes sendiri Mas, karena tidak segera datang bulan. Padahal biasanya datang bulan saya itu rutin, paling terlambat dua sampai tiga hari saja,” paparnya.
Kenyataan hamil tersebut bagai petir yang menyambar Bunga di siang bolong. Perempuan berusia 17 tahun yang masih mengenyam pendidikan sekolah menengah atas (SMA) ini harus berhadapan dengan ujian hidup seperti itu.
“Setelah mengetahui hamil itu, ya pasti syok. Tidak hanya dalam segi umur, mental saya belum siap,” ungkapnya.
Terdapat beragam faktor yang mendorongnya untuk memilih menggugurkan kandungan. Adapun seperti faktor sekolah, keluarga, lingkungan pertemanan, karir, dan pasangannya pada waktu itu.
Menurut dia, dalam kasusnya, faktor keluarga menjadi faktor utama yang mendorong untuk memilih tindakan aborsi. Hal itu dilakukan karena pihak keluarga tidak bisa menerima kenyataan bahwa Bunga tengah mengandung anak akibat dari pergaulan bebas.
“Menurut saya, faktor terbesar itu dari keluarga. Ya karena dari keluarga saja tidak bisa menerima hal itu, mungkin dianggap aib atau sebagainya gitu lah. Kalau dorongan dari pasangan itu memang ada, tapi bukan itu faktor utamanya,” ucapnya.
Disinggung ihwal metode yang digunakan untuk menggugurkan kehamilan tersebut, dia mengaku dengan meminum obat khusus untuk menggugurkan kehamilan. Sebenarnya, obat tersebut merupakan obat yang tidak dijual bebas.
Namun, dia tetap bisa mendapatkan obat tersebut lantaran memiliki kenalan dari penjual obat. Tidak hanya itu, Bunga juga sering mengonsumsi jamu racik sendiri untuk menggugurkan janin yang dikandung.
“Minum obat dan jamu hasil dari searching di Google. Sebenarnya obatnya tidak dijual bebas, tapi dapat dari orang dalam,” paparnya.
Setelah mengonsumsi jamu yang diracik hasil dari searching di Google itu, menurut dia, tidak ada efek apa pun. Namun, setelah meminum obat khusus untuk menggugurkan kandungan, baru terdapat rasa nyeri yang dirasakan tepat di perut bagian bawah.
“Kalau jamu itu tidak ada reaksi apa pun, mungkin saya salah meraciknya atau bagaimana, saya juga tidak tau. Kalau obat itu langsung ada reaksinya,” ungkapnya.
Nyeri pada perut bagian bawah yang dirasakan tersebut tergolong tidak wajar sehingga Bunga merasa lemas akibat nyeri yang dirasakan. Nyeri yang dirasakan itu bukan hanya didapat akibat meminum obat tersebut, tetapi lantaran jumlah obat yang diminum melebihi dosis.
Dia mengaku, penjual menyarankan untuk mengonsumsi 5 butir dalam satu hari, sedangkan Bunga hampir meminum satu butir dalam setiap 2 jamnya.
“Itu mungkin karena saya meminum terlalu banyak, dalam dua jam itu pasti minum 1 butir obat. Satu hari kira-kira ada kalau 10 butir, sedangkan anjurannya hanya 5 butir,” ujarnya.
Setelah mengalami nyeri yang tidak wajar tersebut, Bunga terpaksa dilarikan ke rumah sakit dan dilakukan tindakan kuret atau kuretase untuk mengeluarkan jaringan dari dalam rahim. Jelas hal tersebut membuatnya mengalami kesakitan yang amat sangat. Belum lagi, adanya plasenta yang belum dapat dikeluarkan pada saat proses kuret tersebut.
“Jelas sakit banget, Mas. Apalagi ada plasenta yang belum bisa keluar,” ucapnya.
Disinggung perihal adakah trauma pada anak kecil, memiliki anak, atau menikah, Bunga mengaku tidak memiliki ketakutan atau trauma. Namun, yang ditakutkan apabila tidak dapat hamil kembali lantaran proses pengguguran yang dilakukan tersebut.
“Meskipun ada tindakan dari dokter, tapi aborsi yang saya lakukan di awal itu sangat berisiko tinggi. Apalagi, obat yang saya minum melebihi dosis,” tutupnya. []
Sumber Jawa Pos Group