Meski Terdampak Pandemi, Peluang Warga Jawa Tengah Menjadi PMI Masih Terbuka
SEMARANG – Pandemi Covid-19 berdampak pada meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia, termasuk di Jawa Tengah. Namun, tidak menutup kemungkinan peluang bekeja di luar negeri masih terbuka.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, pada Februari 2020 sudah tercatat 800.000 pengangguran di Jateng. Jika dibanding bulan yang sama di tahun 2019, jumlah pengangguran di Jateng hanya 78.000 orang.
Anggota Komisi E DPRD Jateng, Endro Dwi Cahyono menilai bahwa respons Pemprov Jateng dalam menghadapi situasi tersebut sudah cukup baik. Pemprov Jateng membuat proyek-proyek padat karya, baik melalui industri di desa-desa, membantu dan memberdayakan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan lainnya.
“Langkah-langkah strategis yang dilakukan Gubernur Jateng (Ganjar Pranowo) seperti membuka lapangan kerja melalui proyek-proyek sederhana di desa-desa, kewirausahaan, Bansos, BLT dan lainnya sudah dilakukan,” kata Endro saat berbicara dalam Diskusi Prime Topic MNC Trijaya FM bertema Menakar Peluang Bekerja di Mancanegara di Noormans Hotel Semarang, Jumat (23/10/2020).
“Dalam hal ini kami semua harus bergotong royong agar pengangguran akibat dampak pandemi ini bisa kita kurangi,” ujarnya.
Namun sisi lain, kata dia, meski di tengah kondisi seperti ini peluang untuk bekerja di luar negeri masih terbuka bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Pasalnya, sejumlah negara masih membuka peluang itu, yakni untuk sektor domestik atau rumah tangga dan beberapa sektor lain, seperti teknologi dan informasi (TI) . Namun kendalanya kelemahan PMI dalam berbahasa asing dan penguasaan TI.
“Oleh karena itu selain peran pemerintah, juga sektor swasta harus dilibatkan dalam penanganan PMI sebelum diberangkatkan ke luar negeri, dalam memberi pelatihan khususnya bahasa dan keterampilan tambahan,” ucap Eko.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jateng, Sakina Rosellasari menambahkan, jumlah tenaga kerja dari Jateng yang bekerja di luar negeri pada Juli 2020 tercatat ada 65.000 orang.
“1.900 di antaranya telah pulang akibat pandemi corona. Sedangkan yang pulang kebanyakan mereka yang bekerja di kapal pesiar. Padahal gaji mereka tinggi,” kata Sakina.
Dia menyebut, sebanyak 30 persen PMI paling banyak bekerja di Taiwan (20.000 orang) dan Hongkong (11.000), sedangkan sisanya di Singapura, Malaysia, Eropa serta Emirat Arab.
”Namun saat ini masih terbuka peluang untuk bekerja di luar negeri. Ya tentunya dengan prosedural dan dokumen yang jelas, sehingga tidak menimbulkan masalah,” ujarnya.
Sementara, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Jateng AB Rachman menyampaikan, sejumlah negara masih membutuhkan tenaga kerja asal Indonesia. Misalnya Jepang yang membuka peluang bekerja 360.000 orang untuk 14 sektor.
“Gaji di Jepang tinggi yakni berkisar Rp18 juta sampai Rp25 juta per bulannya. Di Korea juga membuka peluang bagi PMI. Gaji di Korea per bulannya berkisar Rp22 juta sampai Rp30 juta,” ucap Rachman.
Namun demikian, persyaratan bagi pekerja migran sangat ketat. Yakni meliputi kepemilikan paspor, sertifikasi kompetensi, kemampuan berbahasa asing seperti Inggris, Hongkong atau Mandarin.
”Hal ini yang masih menjadi kendala bagi PMI,” ujarnya. []