April 24, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

Mulai 17 Oktober 2019, Semua Warung Pinggir Jalan Wajib Punya Sertifikat Halal

2 min read

JAKARTA – Warung-warung makanan di pinggir jalan akan diwajibkan mengantongi sertifikat halal. Hal ini sesuai amanat pasal 67 Undang-undang nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Pasal itu menyebut, semua produk yang beredar di Indonesia diwajibkan mengantongi sertifikat halal.

Pada 17 Oktober 2019, semua produk yang beredar di Indonesia diwajibkan mengantongi sertifikat halal. Produk yang dimaksud meliputi makanan, minuman, obat, kosmetik, atau barang yang dipakai/digunakan masyarakat. Peraturan yang diundangkan pada 17 Oktober 2014 itu mengamanatkan, aturan itu berlaku lima tahun sejak diundangkan.

Untuk merealisasikan ini, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) akan melaksanakan kebijakan itu dengan bertahap.

“Lima tahun untuk produk makanan dan minuman,” kata Ketua BPJPH Prof Sukoso, dinukil dari Berita Tagar, Senin (09/09/2019).

Untuk teknisnya, BPJPH kini tengah menyiapkan Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Pelaksanaan Jaminan Produk Halal. BPJPH juga tengah membicarakan penahapan di luar sektor makanan dan minuman. dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian/Lembaga terkait yang akan dituangkan dalam PMA.

“Saat ini sedang dalam proses harmonisasi, sebentar lagi bisa tuntas,” kata dia.

Hingga kini, aturan turunan yang sudah dibuat adalah Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan nomor 31 tahun 2019 tentang Pelaksanaan UU 33 tahun 2014 tentang JPH, yang diundangkan pada 3 Mei 2019.

 

Bagaimana dengan persiapan standardisasi halal ini?

BPJPH kini tengah menyiapkan 180 calon auditor halal. Sukoso menjelaskan, calon auditor itu disiapkan sejak BPJPH dibentuk setahun lalu. Sebanyak, 120 calon auditor halal disiapkan lewat empat kali pelatihan selama sepekan.

“Mereka masih menunggu uji kompetensi dari MUI (Majelis Ulama Indonesia),” kata Sukoso. Sedangkan 60 calon auditor tengah dilatih pekan ini.

Jika 180 orang itu bisa jadi auditor, maka setidaknya bisa dibentuk 60 Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). LPH inilah yang akan memeriksa atau menguji kehalalan suatu produk.

Selama ini, fungsi pemeriksa kehalalan produk ini dikuasai LPPOM (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetika) MUI. Lalu bagaimana dengan nasib LPPOM MUI?

“Untuk LPPOM MUI yang sudah berjalan, tentunya akan diakui sebagai LPH,” kata dia.

Sesuai pasal 61 UU JPH, LPH yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku diakui sebagai LPH dan wajib menyesuaikan, terhitung sejak dua tahun BPJPH dibentuk.

LPPOM MUI, sebenarnya tengah menggugat UU Jaminan Produk Halal ke Mahkamah Konstitusi, pertengahan Agustus lalu. Ada banyak alasan mereka. Salah satunya, menurut mereka, urusan halal merupakan ranah hukum Islam. Satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengurusi masalah halal, adalah mutlak MUI. Gugatan ini masih dalam proses peradilan.

Untuk profesi Auditor Halal, BPJPH telah menetapkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bersama dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Agar profesi bisa legal.

Masyarakat bisa mendirikan LPH, asal sesuai dengan undang-undang. BPJPH sendiri sudah menyiapkan kerja sama dengan beberapa 46 perguruan tinggi, baik negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Demikian pula dengan yayasan atau ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, dan Matlaul Anwar.

“Jadi untuk auditor, untuk ke depannya tidak ada masalah,” kata Sukoso.[MNR]

Advertisement
Advertisement