Nakal, Kangen Bertahun-Tahun Ditinggal Istri Jadi PMI, Alat Setrum J Menyasar Putrinya Sendiri
GARUT – Diduga akibat kesepian ditinggal istrinya yang bekerja di luar negeri sebagai pekerja migran (PMI). J (44), seorang ayah di Garut, Jawa Barat tega menggauli LY, (16) putri kandungnya sendiri hingga puluhan kali.
Kepala Kepolisian Resort Garut AKBP Budi Satria Wiguna mengatakan, kelakukan bejat tersangka J, terbilang nekad. Dengan cara mengancam putrinya yang masih remaja tersebut, ia memperlakukan darah dagingnya itu untuk melampiaskan nafsu bejatnya hingga berulang kali.
“Pebuatan tersangka dilakukan hampir setahun dalam kurun waktu Desember 2017 hingga Oktober 2018,” ujar Budi, saat rilis kasus yang dilakukan, Rabu (21/11/2018).
Budi mengatakan, berdasarkan pengakuan tersangka, ia yang berprofesi pedagang aksesori kerudung itu, pertama kali melakukan kelakuan bejatnya saat anak putri semata wayangnya, tengah tidur seorang diri yang ditinggal ibu kandung menjadi pekerja migran ke luar negeri.
“Dalam keseharian ia memang bersama tersangka yang merupakan ayahnya,” ujarnya.
Saat itu, korban yang tengah tidur dalam keadaan telentang, dikejutkan dengan kedatangan tersangka. Awalnya pelaku mengusap-ngusap kepala korban, hingga akhirnya korban tidak curiga dan tetap tidur. Namun setelah itu, tersangka mulai menjalankan aksi busuknya dengan melakukan ancaman dan kekerasan kepada korban.
“Korban mengaku ditampar, ditendang bagian punggung, dan lengan dan diancam (dibunuh) jika ia berani melaporkan,” ujar dia.
Di tengah kondisi terdesak itulah, korban semakin leluasa melakukan aksi biadabnya, ia mulai berani membuka baju dan celana korban, meraba kemaluan korban hingga akhirnya menggauli sang buah hati.
“Tersangka melakukan itu hingga 20 kali terhadap korban,” kata dia.
Namun sepandainya menutupi aib, akhirnya kelakuan bejatnya terungkap juga. Paman korban yang merupakan keluarga tersangka curiga dengan gelagat murung yang dialami keponakannya itu hingga akhirnya melaporkan kejadian tersebut.
“Tersangka sempat bersembunyi dari pengejaran petugas saat mengetahui ada laporan, namun akhirnya berhasil ditangkap kemarin,” ujar Kasatreskrim Polres Garut Auliya Rifqie A Djabar menambahkan.
Akibat perbuatan asusilanya itu, tersangka dijerat pasal 76 D jo pasal 81 atau pasal 76 E jo Pasal 82 UU RI No.23 tahun 2002 perubahan atas UU RI No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.
“Tersangka dijerat hukuman 15 tahun penjara plus 1/3 masa hukuman,” ujar Budi.
Untuk kepentingan penyelidikan lebih lanjut, dua buah barang bukti yakni satu buah celana pendek berwarna hijam bermotif batik dan satu kaus lengan pendek berwarna putih ikut diamanakan. Tersangka pun, bersiap menghabiskan sisa hidupnya dibalik jeruji besi akibat kelakuan bejatnya itu.
Sementara itu untuk melindungi masa depan korban yang masih di bawah umur, lembaganya telah berkoordinasi dengan lembaga P2TP2A kabupaten Garut, untuk mendapatkan bimbingan psikologi akibat trauma kejadian tersebut.
“Apalagi anaknya kan masih tergolong usia sekolah,” kata Budi menambahkan.
Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan Anak Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan (PPKBPPH) Garut Rahmat Wibawa menambahkan, untuk melindungi korban, lembaganya telah melakukan pendampingan untuk mengembalikan mental korban.
“Dia masih trauma, makanya diamankan dulu di P2TP2A, nanti kita berikan bantuan psikologi,” kata Rahmat.
Selain itu, akibat putus sekolah yang diambil korban pasca kejadian itu, lembaganya telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Garut untuk menyertakan korban dalam pelaksanaan ujian penyetaraan paket B. “Minimal dapat ijazah setarap SMP untuk masa depannya,” kata dia.
Rahmat menyatakan, dalam kurun satu tahun terakhir, laporan mengenai kekerasan terhadap perempuan dan anak di kabupaten Garut cenderung meningkat. “Memang tingkat kesadaran masyarakat untuk melaporkan kejadian itu meningkat,” ujarnya.
Dari jumlah itu, pencabulan menyumbang angka hingga 70 persen laporan yang masuk atau tertinggi dibanding kasus kekerasan anak lainnya di Garut. “Tapi kebanyakan bukan inses atau sedarah,” ujar dia.
Tahun ini laporan masuk mengenai kejahatan kekerasan terhadap anak dan perempuan mencapai 51 laporan, dari jumlah angka itu, sekitar 32 laporan di antaranya merupakan kasus kekerasan terhadap anak. “Itu pun paling banyak cabul,” ujar dia.
Lembaganya mengapresiasi keberanian masyarakat, sebab awalnya banyak masyarakat yang enggan melaporkan kasus kekerasan anak karena menyangkut aib keluarga.
“Memang kejahatan (kekerasan anak) harus dituntaskan ke akarnya, agar menjadi efek jera bagi lainnya,” kata dia.[]