December 23, 2024

Portal Berita Pekerja Migran Indonesia

[OPINI] Rekening Jumbo Bandar Narkoba dan Diabaikannya Laporan PPATK

9 min read

JAKARTA – Baru-baru ini publik dibuat terperangah oleh pernyataan dari Dian Ediana Rae, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Seperti banyak dikutip oleh media, ia menemukan dugaan transaksi keuangan senilai lebih dari Rp 120 triliun terkait jual beli narkoba .

Pernyataan  tersebut diungkapkan Dian dalam kesempatan rapat dengar pendapat (RDP) tanggal 29 September 2021 di Komisi III DPR RI. Nilai transaksi sampai dengan Rp. 120 triliun tentu jumlah yang sangat luar biasa.

Dengan nilai yang luar biasa tersebut seandainya para bandar narkoba itu bersatu untuk menjadi “investor” pemilihan Presiden Indonesia bukan tidak mungkin presiden terpilih adalah wakil dari mereka. Sehingga Indonesia bisa menjadi wilayah kekuasaannya.

Seperti disampaikan oleh Ketua PPATK, Dian Ediana, bisnis narkoba  narkoba kerap menggunakan berbagai cara untuk menyembunyikan uangnya . Praktik-praktik pencucian uang yang dilakukan oleh sindikat narkoba pun dinamis atau terus berubah dan berkembang tiap waktunya.

“Misalnya, mereka memanfaatkan rekening-rekening orang yang tidak terlibat narkoba. Selain  itu, sindikat narkoba juga kerap melakukan pencucian uang dengan modus perdagangan, misalnya lewat pemakaian invoice palsu”, urainya.

Atas adanya kejahatan pencucian uang dari hasil bisnis narkoba tersebut PPATK mengaku telah melakukan analisis datanya untuk disampaikan kepada aparat penegak hukum yang berwenang menannganinya. Tetapi menurut pengakuannya, tindak lanjut dari aparat sendiri  tidak seperti yang diharapkannya.

“Tindaklanjut oleh temen aparat penegak hukum ini masih sangat jauh, kalau data kita dari 2014-2020 itu hanya, nggak lebih dari 40 persen. Kalau rata ratanya lebih rendah lagi, tapi paling tinggi itu sekitar 36 persen, paling rendah itu dua persen,” ujar Dian dalam web seminar sosialisasi PPATK secara virtual, Rabu (4/11).

Minimnya tindaklanjut dari aparat terkait itu bahkan sempat membuat wakil rakyat menaruh curiga. Kecurigaan itu antara lain disampaikan oleh Hinca Pandjaitan  dari fraksi Demokrat yang juga Anggota Komisi III .  Karena kecurigaannya itu  pula akhrnya ia minta Presiden membentuk tim khusus karena laporan PPATK soal rekening gendut bandar narkoba itu tak pernah ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang menannganinya.

“Ketika saya tanya, kemana saja laporan mu? PPATK bilang sudah disampaikan ke BNN dan  Polri tapi enggak jalan. Jadi Presiden Jokowi harus membentuk tim khusus karena  ini masalah besar,” papar Hinca lewat pesan singkatnya sebagaimanadi kutip wartawan, Rabu (06/10/2021).

Lalu apa pentingnya menindaklanjuti laporan hasil analisis data dari PPATK ?, Mengapa hasil analisis data dari PPATK tersebut dicueki oleh pihak yang berwenangan menindaklanjutinya ?, Ke depan sebaiknya bagaimana ?

 

Makna Penting Tindaklanjut Hasil Analisis PPATK

Pasal 40 huruf (d) Undang Undang  PPTPPU (Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ) secara gamblang menjelaskan tentang tugas daripada  lembaga yang bernama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lembaga ini mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang  di Indonesia.

Dalam rangka menjalankan fungsi tersebut PPATK mempunyai kewenangan untuk meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Ayat (1) huruf lUU PPTPPU. Sebelum melakukan penerusan hasil analisis kepada penyidik,PPATK melakukan proses analisis terhadap Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang dilaporkan oleh pihak pelapor.

Adapun Tujuan Analisis Transaksi Keuangan, yaitu melakukan penelaahan yang tepat atas laporan untukmengidentifikasi in dikasi adanya money laundering atau kejahatan  lainnya. Proses ini termasuk mengidentifikasi orang-orang yang terlibat dan hasil-hasil kejahatannya.

Hasil analisa tersebut bisa dijadikan dasar dasar analisis strategis, tipologi, manajemen risiko,dan rekomendasi kepada instansi terkait yang berwenang menanganinya.  Adapun terhadap  tindak pidana yang sedang dilakukaninvestigasi, proses analisis awal PPATK dilakukan untuk mempelajari setiap informasi yang ada pada LTKM seperti mengetahui lebih jauh profil nasabah, bussiness risk, latar belakang transaksi mencurigakan,termasuk aliran dana dan informasi lainnya.

Apabila dalam hal laporan dalam kesimpulanhasil analisis menyatakan bahwa informasi yang ada dalam laporan transaksi keuangan mencurigakan tidak mengindikasikan adanyaunsur tindak pidana pencucian uang dan atau tindak pidana lainnya maka akan dimasukkan ke dalam basis data.

Atas hasil analisistransaksi keuangan yang berindikasi  mengandung tindak pidana pencucian uang maka PPATK akan menyampaikan laporan hasil analisis tersebut kepada  pihak terkait seperti kepolisian dan kejaksaan atau kepada penyidik tindakpidana asal lainnya seperti Direktorat Jenderal Pajak, Badan Narkotika Nasional (BNN), atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan juga kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut pakar hukum  Yenti Garnasih, “Hasil Analisis PPATKmerupakan versi subjektif analisis resmi dari PPATK yang harusditindaklanjuti kembali oleh penyidik.” Berarti dalam hal ini, hasilanalisis yang dikirimkan oleh PPATK ke penyidik yang diyakini memilikiindikasi tindak pidana pencucian uang atau tindak pidana lain masihmerupakan perspektif atau pandangan dari PPATK. Dengan sendirinya laporan analisis data dari PPATK  belum tentu merupakan tindak pidana. Oleh karena itu penyidik masih perlu melakukan proses penyidikan lebih lanjut akan adanya  dugaan  tindakpidana. Dengan kata lain  hasil analisis PPATK tersebut masih perlu didukung oleh bukti-bukti yang cukup di tingkat penyidikan.

Berdasarkan penjelasan tersebut diketahui bahwa dengan adanya penerusan Laporan Hasil Analsis PPATK kepada penyidikdapat membantu aparat penegak hukum dalam mengungkap tindak pidana pencucian uang sekaligus mengungkap tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang atau dua kejahatan sekaligus. Hal tersebut karena tindak pidana pencucian uang menganut asas kriminalitas ganda (double criminality).

Kriminalitas ganda bermakna adanya dua kejahatan pidana yang masing-masing sebagai perbuatan tersendiri yang dalam terminologi hukum dikenal sebagai concursusrealis yang terdiri dari kejahatan asal (predicate crime) dan tindak pidana pencucian uang (money laundering).

 

Mengapa Dicueki ?

Seperti dikemukakan diatas, Ketua PPATK  Dian Ediana sempat berkeluh kesah karena hasil analisis data yang dibuat lembaganya banyak dicueki oleh aparat penegak hukum yang berwenang memanfaatkannya.

Tentu menjadi tanda tanya mengapa aparat penegak hukum terkait cenderung untuk mengabaikan hasil analisis data yang dibuat oleh PPATK ? Apakah hasil analisisnya tidak cukup untuk membantu aparat dalam melakukan penegakan hukum atau faktor lainnya ?

Berkaitan dengan hal tersebut  sekurang kurangnya terdapat dua faktor yang mempengaruhi mengapa aparat penegak hukum terkesan mengabaikan hasil analisis data yang dihasilkan oleh PPATK.  Dua faktor tersebut  adalah faktor yuridis maupun faktor non-yuridis.

Faktor yuridis adalah dilihat dari aspek hukumnya sementara  faktor non-yuridis dapat berupakendala teknis yang dapat menjadi halanga atau keaadaan yangmembatasi pelaksanaan tindak lanjut Laporan Hasil Analisis yangdisampaikan PPATK kepada pihak yang berwenang menindaklanjutinya.

Secara yuridis menggapa laporan hasil analisis PPATK dicueki karena hasil analisis PPATK yang disampaikan ke aparat tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk  bisa membantu penyidik membuat terang perkara yang ditanganinya.  Sehingga bisa membantu  penyidik untuk lebih mudah menemukan tersangkanya.

Sinyalemen bahwa secara yuridis hasil analisis PPATK tidak membantu kerja aparat antara lain pernah disampaikan oleh  Johan Budi Juru Bicara KPK. Ia menyatakan : “Beberapa Laporan Hasil Analisis yang dari PPATK itu kurang clear di KPK, misalnya menurut PPATK hasil analisis tersebut berasal dari transaksi mencurigakan,  inikan oleh KPK harus clear ataudiperjelas dulu, KPK itu bisa melakukan penyelidikan ataupenyidikan kasus tindak pidana korupsi yang berkaitandengan tindak pidana pencucian uang jika predicate crime-nya atau asal muasal kejahatannya itu tindak pidana korupsi.

Jadi,  KPK tidak serta merta menggunakan Laporan Hasil Analisis PPATK tersebut. Akan tetapiharus melalui proses telaah terlebih dahulu, apakah tindak pidanaasal atau predicate crime dari tindak pidana pencucian uang tersebut adalah tindak pidana korupsi sebagaimana dalamketentuan Pasal 2 Ayat (1) huruf a UU PPTPPU. KPK  harus memastikan terlebih dahulu apakahdugaan tindak pidana dalam Laporan Hasil Analisis tersebut berasal dari tindak pidana korupsi sesuai kewenangan yang dimilikioleh KPK karena tindak pidana asal beradasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU PPTPPU.

Mengenai permasalahan tindak lanjut Laporan Hasil Analisisyang disampaikan oleh PPATK kepada penyidik juga pernah dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat Panitia Khusus denganKejaksaan Agung, Polri, dan BIN beberapa waktu yang lalu .Intinya jika dikaji dari  aspek pembuktian maka laporan hasil analisis data dari PPATK  belum ada indikasi-indikasi pidananya. Itulah sebabny aparat penegak hukum terkait  belum  bisa langsung memanfaaatkannya.

Alasan lain mengapa hasil analisis data dari PPATK dicueki oleh penyidik atau aparat penegak hukum karena tidak ada sanksi juga kalau aparat penegak hukum itu mengabaikannya walau sebenarnya wajib hukumnya bagi aparat untuk menindaklanjutinya.

Ketentuan mengenai kewajiban penyidik untuk menindaklanjuti hasil analisis dari PPATK berdasarkan Pasal 106 KUHAPidana  dimana Penyidik yang mengetahui, menerima laporan  atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut didugamerupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan  untuk menindaklanjutinya.

Ketentuan yang sama tertuang juga dalam dalam Pasal 48 Ayat (3) Perpres No.50/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan PPATK. Dimana dinyatakan bahwa hasil  analisis PPATK wajib ditindaklanjuti oleh penyidik sesuai dengan kewenangannya

Akan tetapi ketentuan tersebut  ternyata tidak diikuti oleh sanksi bagi penyidik jika sengaja membiarkan laporan atau pengaduan tentangterjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindakpidana. Tidak diaturnya sanksi bagi aparat penegak hukum yang terbukti  dengan sengaja tidak menindaklanjuti Laporan Hasil Analisis dapatmenimbulkan kesewenang-wenangan bagi aparat dan kemungkinan Laporan Hasil Analisis tersebut dapat dipergunakan dalam memperdaya pelapornya.

Selain alasan yuridis, diabaikannya hasil analisis data yang dihasilkan oleh PPATK juga disebabkanb karena alasan non yuridis alias bukan aspek hukumnya.  Dilihat dari aspek non yuridis ini beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain menyangkut soal lambatnya waktu tanggapan laporan hasil analisis dari PPATK.

Keluhan tersebut pernah disampaikan oleh penyidik KPK  yang menangani suatu perkara.  Dalam hal  ini PPATK terkadang lambat dalam menanggapi permintaan data dari penyidik baik dari KPKmaupun dari penyidik Bareskrim sehingga perkara sudah masuk dipersidangan permintaan tersebut baru mendapat tanggapan dari PPATK, Kendala tersebut telah dikemukakan sejak pembahasanRancangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentangPencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menggantikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.

Selain kendala waktu, ada ketidakjelasan data dalam laporan hasil analisis yang dihasilkan oleh PPATK. Hal ini setidaknya pernah diungkapkan oleh  oleh Subdit Tindak Pidana Pencucian Uang Bareskrim Mabes Polri  Komisaris Besar Polisi Agung Setya. Adapun  bentuk ketidakjelasan datadalam Laporan Hasil Analisis yang disampaikan oleh PPATK kepada penyidik Bareskrim diantaranya :  (1).Nomor rekening terpotong, (2). Database yang dikirimkan oleh PPATK tidak begitu jelas,(3). Profil subjek beralamatkan fiktif dan   (4). Informasi dari PPATK masih merupakan data awal dan sebagainya.

Laporan analisis data dari PPATK secara non yuridis juga akan dicueki oleh aparat penegak hukum jika kebetulan data data tersebut berkaitan dengan kepentingan aparat penegak hukum itu sendiri yang terlibat dalam kejahatan yang tengah ditanganinya. Karena tidak jarang  orang yang diduga terlibat dalam kasus tindak pidana pencucian uang merupakan aparat penegak  hukum itu sendiri sebaggai bagian dari pelakunya.

Selain itu Laporan analisis data dari PPATK juga akan dianggap sepi oleh aparat penegak hukum manakala PPATK sudah terlebih dahulu mengeksposenya ke media. Karena data data yang disampaikan akan dinilai sudah basi dan mungkin justru akan  mengganggu proses penyidikan terhadap mereka yang akan dijadikan sebagai tersangkanya.

 

Bagaimana Sebaiknya ?

Mendengar keluh kesah Dian Ediana Rae, Kepala PPATK yang merasa “tidak dihargai” hasil kerjanya rasanya tidak enak juga. Tapi mengamini secara serta merta keluhan tersebut kiranya juga bukan pada tempatnya. Sehingga mau tidak mau kita memang harus mengerti dan memahami dimana duduk persoalannya.

Tetapi apapun masalahnya, koordinasi dan sinergitas antara aparat hukum dan PPATK diperlukan dalam rangka menyikapi  tingginya jumlah transaksi keuangan mencurigakan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang maupun tindak pidana lainnya.

Ke depan agar hasil hasil kerja PPATK akui eksistensinya perlu adanya persamaan pandangan dan metode analisis data antara PPATK dan aparat penegak hukum dalam menentukan adanya tindak pidana dalam suatu transaksi keuangan mencurigakan sehingga Laporan Hasil Analisis memiliki kekuatanpembuktian dan memudahkan penyidik dalam melakukan tindaklanjut untuk penyelesaian kasusnya.

Selain itu diperlukan  adanya regulasi atau kebijakan yang mengatur Laporan Hasil Analisis yang layak untuk ditindaklanjuti oleh penyidik di tingkat penyidikan agar supaya tidak ada pihak lain yang mengelak untuk tidak menggunakan hasil kerja lembaga lainnya (PPATK) dengan alasan alasan tertentu  yang dikemukakannya.

Hal lain yang juga perlu diatur juga adalah pemberian sanksi yang tegas bagi aparat yang dengan sengaja tidakmenindak lanjuti Laporan Hasil Analisis yang diterimanya.  Pemberian sanksi bagi aparat penegak hukum ini penting agar mereka tidak seenaknya mengabaikan hasil kerja lembaga lain yang telah dibiayai oleh negara.

Apalagi pemberlakuan sanksi bagi aparat penegak hukum yangmenyalahi kewajiban dalam proses penyidikan tersebut bukan hal baru di Indonesia. Sebagai contoh dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ditegaskan bawa  aparat penegak hukum berkewajiban untuk mengupayakan diversi baik dalamproses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan. Bagi aparat yang tidak melaksanakan atau mengabaikannya  diancam baik sanksi administratif maupun sanksi pidana.

Jadi, ketentuan mengenai kewajiban menindaklanjuti LaporanHasil Analisis tersebut jelas membutuhkan pengaturan mengenai sanksinya. Jika di Sistem Peradilan Anak saja ada sanksi bagi aparat penegak hukumnya mengapa  hal ini tidak diterapkan juga dalam pengaturan mengenai   Laporan Hasil Analisis PPATK ?

Apalagi  soal pencucian uang yang kemudian dianalisis datanya dimasudkan untuk  kepentingan yang lebih besar menyangkutperekonomian dan kerugian keuangan negara. Mengingat praktik pencucian uang dapat mengganggu stabilitas perekonomian negara apalagi jika tindak pidana asalnya diperoleh dari tindak pidana korupsi yang menjadi musuh bersama. Kiranya  pengaturan sanksi tersebut sangat penting untuk  diakomodir dalamkebijakan resmi pemerintah dalam melakukan pembaharuan hukum ke depannya. []

Penulis Desmond J. Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR RI

Advertisement
Advertisement