Pada 2024, Pertamina Akan Menghapus BBM Jenis Pertalite

JAKARTA – PT Pertamina (Persero) memutuskan akan menghapus bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite (RON 90) dan menggantinya dengan Pertamax Green 92, yang merupakan campuran antara Pertalite dengan etanol 7 persen (E7).
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, mengungkapkan bahwa keputusan ini sejalan dengan ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menetapkan bahwa RON 91 merupakan produk BBM terendah yang dapat dijual di Indonesia.
“Dalam rangka program Langit Biru tahap dua, BBM subsidi akan ditingkatkan dari RON 90 menjadi RON 92. Ini dilakukan sesuai dengan aturan KLHK yang menetapkan angka oktan minimum 91 yang boleh dijual di Indonesia,” kata Nicke di hadapan Komisi VII DPR RI.
Pertamax Green 92 akan menjadi salah satu jenis BBM subsidi khusus penugasan (JBKP) yang akan menggantikan Pertalite. Harga BBM ini akan diatur oleh pemerintah, sehingga tidak akan terpengaruh oleh fluktuasi harga minyak mentah dunia.
Nicke menegaskan, “Harga Pertamax Green 92 tentu akan diatur dan terkontrol. Untuk JBKP, harga tidak akan diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi atau kompensasi yang berlaku.”
Selain itu, Pertamina juga berencana untuk memasarkan produk Pertamax Green 95, yang merupakan campuran antara Pertamax (RON 92) dengan etanol 8 persen.
Dengan adanya perubahan ini, Pertamina akan menjual tiga produk BBM di tahun depan, yaitu Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo (RON 98).
Nicke menjelaskan, “Ini sesuai dengan program Langit Biru tahap dua. Jadi, ada dua jenis bahan bakar hijau, energi ramah lingkungan, rendah karbon yang menjadi produk unggulan Pertamina.”
Lebih lanjut, Nicke berharap pemerintah dapat mendukung penghapusan bea masuk untuk etanol. Hal ini penting karena Pertamina harus melakukan impor bioetanol sebelum investasi dalam bioetanol di dalam negeri terwujud.
“Kami memerlukan dukungan untuk pembebasan bea cukai terhadap etanol. Sampai investasi dalam bioetanol di dalam negeri dapat terlaksana, kita akan melakukan impor terlebih dahulu. Namun, ini tidak masalah karena kita juga melakukan impor bensin, dan sekarang kita mengganti impor bensin dengan impor etanol,” jelasnya.
Sebelumnya, pemerintah telah menganggarkan dana hingga Rp 329,9 triliun untuk subsidi energi di Indonesia pada tahun 2024. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan hal ini dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2024 pada Rabu (16/8/2023).
Sri Mulyani merincikan, “Anggaran subsidi energi tahun depan mencapai Rp. 329,9 triliun, terutama untuk solar, LPG, dan subsidi listrik.”
Ia juga menjelaskan bahwa subsidi energi tersebut akan diberikan kepada LPG dengan volume 8,03 juta metrik ton, serta listrik 450 VA dan 900 VA yang masuk dalam kelompok DTKS.
“Adapun subsidi untuk Solar tetap sebesar 1.000,” tambahnya.
Sri Mulyani mengakui bahwa meskipun anggaran subsidi energi di tahun 2023 cukup besar, perkiraan outlooknya hingga akhir tahun tidak sebesar anggaran yang telah dialokasikan.
“Meskipun harga minyak lebih rendah dan kurs Rupiah terhadap dolar lebih tinggi, yakni mendekati Rp 15.000 atau bahkan lebih dari Rp 15.000, anggaran dalam RAPBN 2024 hampir sama dengan perkiraan outlook 2023. Ini dikarenakan asumsi harga minyak sekitar 80, yang sejalan dengan realisasi angka tahun ini,” tambahnya. []