PARNO ITU MENGERIKAN
Dua hari sebelum peristiwa menegangkan itu terjadi, kami sekeluarga baru saja bercerita tentang tetangga belakang apartemen di Kota Malang yang kemarin dimakamkan karena diculik dan dibunuh. Malam setelah shalat tarawih, kami mampir ke rumah ustadz yang tinggal di belakang apartemen. Ustadz menceritakan kronologi penculikan serta pembunuhan itu dengan serius. Karena ustadz yang memandikan jenazahnya, gaya cerita ustadz pun begitu menarik perhatian.
Sesampai di rumah, kami masih saja menyinggung perihal tragedi penculikan itu. Karena kami tinggal di dekat rumah duka, ketakutan itu masih terasa. Apalagi, apartemen di Malang itu tidak ada CCTV langsung, mulai dari lift dan arah keluar lift… Yachh maklum di kota kecil, fasilitasnya serba setengah-setengah. Keamanan apartemen itu sangat minim, karena siapa saja bisa masuk.
Malam itu, pukul 23.00 waktu Malang, kami berdua sedang asyik ngobrol. Tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu. Kami pun menyahuti dari dalam dengan pertanyaan ragu-ragu, karena merasa tidak pesan atau membeli apa pun.
”Siapa??” tanya anakku. Tidak ada jawaban, malahan kembali terdengar ketukan di pintu. ”Siapa, ya??” tanyaku lagi, tapi tetap tidak ada jawaban. Akhirnya kami mulai ketakutan yang sangat. Apalagi setelah mengintip bawah pintu, terlihat kaki orang itu berdiri tepat di depan pintu.
Dengan sangat hati-hati kami menanyakan lagi, ”Siapa ya…?” Tetap tidak ada jawaban. Akhirnya, dengan gemetaran, aku suruh anakku untuk menghubungi satpam di bawah. Kata anakku, ia tak tahu nomornya… Alamaaak…beginilah Indonesia, pinginnya meniru negara maju tapi fasilitas tetap kurang memadai. Akhirnya kami hubungi owner yang menyewakan kamar tersebut.
”Mas, ini di kamar saya kok ada orang datang ya? Ketuk-ketuk pintu, di tanya siapa juga tidak menjawab. Bagaimana ini, Mas?”
”Lho…masak mbak, kok bisa?”
Jawaban yang punya kamar malah seperti itu. Akhirnya dengan hati berdebar dan gemetaran, kami bingung harus bagaimana, anakku mengambil pisau dapur. Aku bingung, gelisah, jalan sana-sini di kamar. Kebetulan, kami tinggal di lantai 16. Samping sudah Sungai Berantas, tidak ada lagi jalan keluar.
Menunggu kabar dari owner tersebut nggak kunjung datang. Tiba-tiba terlintas di benak untuk menghubungi adik laki-lakiku yang kebetulan ada di Malang. Dengan ketakutan dan berbisik-bisik, kami pun menghubungi adikku.
”Hallo dik…kamu di mana?” Aku pun tidak menghiraukan ucapannya. Aku terus nyerocos cerita tentang kejadian di depan kamar sedang ada orang berdiri ketuk-ketuk pintu. Adikku tidak menjawab apa pun, malah mematikan telepon. Aku lihat dia kirim WhatsApp yang isinya… ”Aku di depan pintu. Aku ketuk dari tadi gak ada jawaban. Aku WA gak dibalas. Aku telepon juga gak diangkat. Sampeyan di mana? Kalau gak ada orang di kamar, ya aku tak pulang saja.”
Begitu isi WA adikku. Ya Allah… Akhirnya kami mendekati pintu dengan hati-hati dan memanggil adikku, ”Kik…”
”Heeeemmmm.” Ternyata, setelah kami buka pintu dengan rasa ketakutan, berdiri sosok adikku yang hampir saja meninggalkan tempat kami.
Dengan pertanyaan beruntun dan debat tentang kejadian tadi, katanya dia tidak mendengar apa pun saat kami menanyakan, ”Siapa…?” Begitu kami ceritakan kejadian dan perasaan kami yang amat sangat ketakutan, kami pun tertawa ngakak nggak ada habisnya. Ternyata orang yang kami curigai dan takuti adalah adikku sendiri. Untung satpam belum datang. Kalau satpam datang, apa adikku nggak bonyok? Hahaha. [emma]