Pengembangan Industri 4.0 Nasional di Indonesia Telah Memasuki Tahap Kedua
JAKARTA – Pemerintah telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebagai komitmen global dalam menjaga kenaikan temperatur global.
Adapun, pembangunan industri nasional jangka panjang dilaksanakan berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional atau RIPIN 2015-2035, ditetapkan dengan PP 14/2015 dan disusun sebagai pelaksanaan amanat UU 3/2014 tentang Perindustrian.
Direktur Jenderal KPAII Kemenperin Eko Cahyanto mengatakan, RIPIN 2015-2035 menjadi pedoman pemerintah dan pelaku industri dalam perencanaan dan pembangunan industri. Saat ini, Indonesia telah memasuki tahap II atau periode 2020-2024 dalam RIPIN.
“Fokusnya untuk mencapai keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkungan melalui penguatan struktur industri dan penguasaan teknologi, serta didukung SDM berkualitas,” katanya dalam siaran pers, Jakarta, Minggu (21/03/2021).
Informasi tambahan, dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 2010-2020, Indonesia menargetkan 29% penurunan emisi secara mandiri atau 41% penurunan emisi dengan dukungan internasional.
Melalui PP 29/2018 tentang Pemberdayaan Industri, Kemenperin juga mendorong penggunaan EBT, sebagaimana diserukan melalui standar industri hijau yang sejalan dengan pasal 32 huruf a, dan dijelaskan lagi di pasal 34 sebagai energi yang diupayakan menggunakan EBT.
Kemenperin, tegasnya, begitu serius menggalakkan industri hijau dengan memberikan fasilitasi serta insentif fiskal dan non fiskal bagi industri yang melaksanakan standar industri hijau. Melalui penghargaan industri hijau, pemerintah juga mengevaluasi dan mengapresiasi pelaku industri.
“Dari penyelenggaraan tersebut, pada 2018 kita dapat mengefisiensi penggunaan energi hingga Rp1,8 triliun atau setara 12.673 Terajoule dan pada 2019 sebesar Rp3,5 triliun atau setara 11.381 Terajoule,” sebutnya.
Hal itu didukung partisipasi dari industri semen, industri pupuk dan petrokimia, industri logam, industri keramik, serta industri pulp dan kertas.
Adapun Kebijakan Industri Nasional 2020-2024 difokuskan pada upaya mencapai tiga aspirasi dalam Making Indonesia 4.0 serta implementasi tahap II dalam RIPIN 2015-2035.
Dari 10 kelompok industri prioritas dalam KIN 2020-2024, Industri Pembangkit Energi menjadi bagian di dalamnya dengan pengembangan industri alat kelistrikan.
Yakni, motor atau generator listrik, baterai sebagai pendukung pembangkit listrik, solar cell dan solar wafer, turbin, tungku pemanas (boiler), pipa alir uap panas, dan mesin peralatan pembangkit listrik.
“Saat ini, dunia berlomba untuk mengurangi emisi karbon. Kemenperin juga telah mengupayakan dalam bentuk regulasi yang mendorong penurunan emisi karbon, salah satunya di sektor otomotif,” tutur Eko.
Industri Hijau Otomotif
Sejak 2013, Kemenperin telah mendorong industri otomotif dengan kebijakan Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) atau LCGC dan mobil hybrid.
Lalu ketika tren kendaraan listrik kian meningkat, Kemenperin juga melihat peluang Indonesia untuk ikut ambil bagian dalam industri kendaraan listrik. Tidak hanya sebagai negara pengguna, sekaligus sebagai negara produsen kendaraan listrik dan komponennya.
“Kemenperin pun telah menyusun peta jalan pengembangan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sampai 2030 sebagai bentuk komitmen dalam mengurangi emisi karbon,” papar Eko.
Perkembangan terbaru, saat ini telah terdapat tiga perusahaan yang memproduksi KBLBB roda empat atau lebih, dengan kapasitas produksi 1.680 unit per tahun. Trial project juga masih berjalan, yaitu dengan Blue Bird Group, Grab Indonesia, dan Transjakarta.
Untuk kendaraan roda dua dan tiga, saat ini telah terdapat 21 perusahaan dengan kapasitas produksi 1,04 juta unit per tahun. Trial project telah dimulai sejak 2019 dan masih berlangsung hingga kini dengan Grab Indonesia dan Gojek.
Dari peralihan ke kendaraan listrik ini diharapkan tercapai target penurunan emisi CO2 pada 2020 sebesar 2.300 ton dan terus meningkat menjadi 1,4 juta ton di 2035.
Namun demikian, peralihan dari kendaraan jenis Internal Combustion Engine (ICE) ke Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) tidak serta-merta menurunkan emisi yang dihasilkan kendaraan.
Riset yang dilakukan tim dari BPPT menunjukkan, penggunaan kendaraan listrik akan meningkatkan emisi GRK sebesar 7% pada 2030 dan meningkat menjadi 27,1% pada 2050. Hal ini juga tergantung dari pembangkit listrik yang digunakan.
Eko menjelaskan, peralihan ICE ke KBLBB tidak serta-merta dilakukan drastis. Mengingat jaringan rantai suplai industri kendaraan ICE sangat luas dan melibatkan jutaan tenaga kerja.
“Oleh sebab itu, Kemenperin selaku pembina industri tetap merasa perlu menjaga keseimbangan agar industri tetap berjalan, namun lingkungan juga terjaga lestari,” tuturnya. []