Penghapusan Kelas BPJS Kesehatan Belum Bisa Diwujudkan, Standardisasi Kelas Rawat Inap Menjadi Kendalanya
JAKARTA – Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) digadang akan menggantikan kelas BPJS Kesehatan. Sayang, belum terlaksana hingga kini.
Pemerintah masih sibuk mempersiapkan aturan terkait KRIS. Sebab, belum diatur dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin beberapa waktu lalu menyatakan harapannya agar Peraturan Presiden terkait jaminan kesehatan selesai dalam waktu dekat. Sebab aturan ini akan menguatkan wacana KRIS.
“Sekarang kita ada PP-nya yang sekarang kita tunggu di Presiden. Kami harapkan seharusnya bulan-bulan ini selesai,” ungkapnya, kemarin.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Ali Mukti minta tidak buru-buru. Ghufron minta menunggu aturan terkait KRIS dilihat lebih dulu.
“Komunikasi dengan Dewas, DJSN, dan Kementerian Kesehatan berlangsung dengan baik,” ungkapnya.
Ada wacana penerapan KRIS yang tidak memiliki kelas rawat inap membuat iuran menjadi satu jenis pula. Hal ini ditentang oleh Ghufron.
Menurutnya besaran iuran tidak mungkin karena melanggar dasar gotong royong asuransi kesehatan.
“Itu salah. Artinya gotong royong itu orang kaya bantu orang miskin, muda bantu yang tua, yang sehat bantu yang sakit,” bebernya.
Ghufron minta agar tetap ada rawat inap dengan menerapkan kelas. Jika tidak ada kelas rawat inap, yang akan menikmati rawat inap tersebut hanya kelas ekonomi tertentu.
“Jangan sampai BPJS Kesehatan yang sudah on the right track kemudian orang tidak paham lalu mengubah ke arah yang tidak jelas, yang menyalahi asas gotong royong. Banyak negara yang sudah mau belajar dengan Indoensia,” ujarnya.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyayangkan belum ada sosialisasi terkait PP yang dimaksud Budi. Terutama terkait iuran yang akan dibayarkan peserta JKN. Selama ini peserta membayar iuran sesuai kelasnya.
Misalnya kelas 1, peserta akan membayar iuran Rp150.000 per bulan. Sementara peserta JKN kelas 3 membayar Rp35.000 per bulan.
”Tidak mungkin nanti iurannya akan berbeda karena kelasnya sama,” kata Timboel.
Yang dikhawatirkan adalah ketidakmampuan peserta kelas 3 terutama bagi peserta golongan mandiri. Sebab mereka membayar iuran sendiri. []