Pilkada Telah Usai, Tapi Klaster Corona Karena Pilkada Tambah Meluas Bahkan Memakan Korban Jiwa
JAKARTA – Klaster Pilkada muncul sepekan setelah pemilihan kepala daerah berlangsung. Indikasinya terjadi penambahan kasus virus corona (Covid-19) yang membentuk klaster di beberapa wilayah di Indonesia. Di Banten, satuan tugas penanganan Covid-19 menyebut klaster pilkada terjadi di empat wilayah yang melaksanakan pesta demokrasi, yaitu Kabupaten Serang, Tangerang Selatan, Cilegon, dan Pandeglang. Kemudian di Purbalingga, Jawa Tengah, pasangan calon, tim sukses, hingga petugas pemilu terpapar virus corona.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia menyebut salah satu penyebab terciptanya klaster pilkada akibat lemahnya penelusuran kontak yang dilakukan di tengah perhelatan pesta demokrasi yang memicu kerumunan massa.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan pelaksanaan pilkada di masa pandemi tidak memunculkan klaster baru Covid-19. “Alhamdulilah belum ada kasus bahwa kerumunan pilkada itu menjadi klaster baru. Apakah Covid-19 itu masih ada? Masih,” kata Mahfud.
Pada 9 Desember lalu, Indonesia melaksanakan pemungutan suara pemilihan 279 kepala daerah di tengah wabah virus corona. Dampaknya, tercipta klaster virus corona di beberapa daerah yang melaksanakan pilkada, seperti di Banten dan Jawa Tengah.
Di Banten, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Ati Pramudji Hastuti, mengatakan klaster pilkada muncul di empat daerah yang melaksanakan pemilu, yaitu Kabupaten Serang, Tangerang Selatan, Cilegon, dan Pandeglang. “Kabupaten Serang minggu ini zona merah, hal ini dampak dari dominasi kasus positif dari klaster pilkada,” kata Ati Pramudji Astuti.
Ati menambahkan, klaster pilkada itu diprediksi terjadi bukan hanya saat proses pemungutan suara, namun juga di tahapan sebelumnya seperti deklarasi, pendaftaran maupun kampanye yang menyebabkan kerumunan massa. “Pilkada kan ada prosesnya, bukan hanya waktu pencoblosan saja,” ujar Ati.
Berdasarkan data percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia, terdapat tiga daerah di Banten yang masuk dalam kategori berisiko tinggi zona merah, yaitu Serang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Tangerang. Total kasus di Banten (17/12/2020), kasus positif berjumlah 16.157, dengan kesembuhan 13.277 dan meninggal 478 orang. Sementara itu, di Purbalingga, klaster pilkada meluas yang menyebabkan dua anggota tim sukses pasangan calon meninggal, calon bupati terinfeksi, dan juga petugas pemilu.
Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten, Badrul Munir, mengatakan terdapat sembilan anggota pengawas yang positif virus corona.
“Kemudian digantikan oleh staf dari pengawas di tingkat desa, kelurahan atau kecamatan karena keterbatasan waktu untuk merekrut yg baru. Jadi temuan itu di bagian perekrutan, bukan tahapan pemilu yang berjalan, misalkan kampanye, pendaftaran, atau perhitungan suara,” kata Badrul.
“Klaster pilkada di Banten, kami parameternya masih bingung. Sepanjang pilkada, kami tidak menemukan peristiwa penularan atau jatuhnya korban di tahapan pilkada, seperti kampanye, pemungutan atau perhitungan suara,” tambah Badrul.
Senada dengan itu, Komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Banten, Mashudi, baru mendengar adanya klaster pilkada di wilayahnya. “Kalau memang benar, saya tidak tahu di mana karena dari proses pendaftaran dan kampanye itu sudah lama sekali. Memang benar angka positif di Banten meningkat, tapi apa karena pilkada? Saya belum tahu,” kata Mashudi.
Ia mengatakan kini KPUD Banten tengah melakukan tes ulang Covid-19 kepada jajarannya usia pelaksanaan pilkada sebagai prosedur wajib dilaksanakan. “Kami telah bekerja keras memastikan dan meminimalisir kemungkinan potensi penyelenggara kita di bawah tertular,” ujarnya.
Ia pun menegaskan, di lebih dari 9.000 tempat pemungutan suara (TPS) di Banten, para petugas telah menjalankan peraturan yang ditetapkan seperti menggunakan alat pelindung diri (APD). Kemudian, menyediakan tempat cuci tangan, alat pengukur suhu tubuh, dan masker wajah.
Berdasarkan hasil investigasi Ombudsman RI di 207 TPS yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia yang menyelenggarakan pilkada, 99% APD telah tersedia – berbeda dari temuan sebelumnya pada 2 Desember lalu, dimana 72% dari 31 KPUD kabupaten atau kota belum menyalurkan APD kepada panitia pemilihan.
“1% itu karena tidak tersedia kantong plastik, tempat sampah dan sarung tangan karet,” kata Kepala Keasistenan Analis Pencegahan Maladministrasi Ombudsman, Pramulya Kurniawan.
Pramulya melanjutkan, 96% mutu kualitas APD dalam kondisi baik. “4% nya kondisi buruk seperti ember tempat cuci tangan bocor, thermo gun tidak berfungsi,” katanya.
Lalu, dari 207 TPS, Sebagian besar telah menerapkan protokol kesehatan, baik dari pembatasan jumlah pemilih, pengaturan waktu kehadiran, jaga jarak, ketersedian cuci tangan, hingga pemakaian APD petugas.
“Hasil ini menunjukan bahwa KPU telah menjalankan tindakan korektif dari Ombudsman RI yaitu memastikan dan mengupayakan pendistribusian kelengkapan APD hingga sektor TPS,” tambahnya.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, mengatakan munculnya klaster pilkada disebabkan oleh lemahnya penelusuran kontak (contact tracing) yang dilakukan.
“Kesalahan terbesar itu pada contact tracing di Indonesia yang sekarang sudah menurun dari 20-30 pada April menjadi hanya 10 dalam satu kasus, jadi bayangkan betapa menurunnya,” kata Yunis.
Akibatnya, kata Yunis, kemungkinan yang terinfeksi berinteraksi dengan orang lain sangat besar di tengah kerumunan massa dalam pelaksanaan pilkada.
“Kedua, pedoman Menkes tidak memeriksa pada kontak tanpa gejala, sehingga OTG tidak bisa ditangkap dengan pedoman itu. Akhirnya, orang terinfeksi, apalagi tanpa gejala berkeluyuran dan besar kemungkinan tercipta klaster pilkada,” ujarnya.
Dengan penelusuran kontak yang baik dapat memutus penyebaran. “Contact tracing tidak dilaksanakan, ibarat telur setengah matang, jadi gampang hancur, kena semuanya,” katanya.
Penurunan penelusuran kontak kata Yunis disebabkan peningkatan kasus yang luar biasa tanpa diimbangi oleh jumlah petugas, “dan juga itu perlu dana banyak makanya tidak masif dilakukan,” katanya.
Berdasarkan data percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia (17/12/2020), total kasus positif meningkat 7.354 dibanding kemarin menjadi total 643.508 dengan jumlah kematian 19.390 jiwa. Sementara untuk yang sembuh berjumlah 526.979 orang. Jumlah kasus sekarang meningkat sekitar empat kali lipat dibandingkan dengan 4 September 2020 lalu saat pendaftaran calon pilkada dibuka yang berjumlah sekitar 180 ribu kasus. []